Opini

Dating Violence Marak, Islam Solusi Tuntas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Zuharmi. H, S. Si (Freelance Writer)

wacana-edukasi.com– Kisah pilu NWR baru-baru ini menghebohkan dunia maya. Salah satu mahasiswi Universitas Brawijaya ini ditemukan sudah meninggal dunia di atas pusara ayah kandungnya. Menurut pihak kepolisian mengungkapkan bahwa NWR nekad mengakhiri hidupnya diduga karena depresi. Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo juga mengungkapkan bahwa, NWR telah melakukan aborsi sebanyak dua kali yaitu pada Maret 2020 dan Agustus 2021 hingga akhirnya nekat melakukan bunuh diri. Hal ini terungkap setelah kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap mantan kekasihnya yang merupakan oknum kepolisian. Keduanya telah melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan di wilayah Malang. Ancaman hukuman kurungan lima tahun penjara menanti pelaku karena telah melanggar Pasal 348 Juncto 55 KUHP tentang aborsi (okezone.com, 06/12/2021),

Kasus di atas adalah salah satu dari sederet kasus kekerasan yang diawali hubungan pacaran atau dikenal dengan istilah dating violence yang menimpa perempuan di tanah air. Kasus kekerasan ini diibaratkan sebagai fenomena gunung es, di mana kasus yang tak terekspos lebih banyak lagi. Di tahun 2018 saja, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN, 2018) dan Simfoni PPA 2017, diperoleh data 42,7 persen perempuan yang belum menikah pernah mengalami kekerasan, diantaranya, 34,4 persen kekerasan seksual, 19,6 persen kekerasan fisik, 10.847 pelaku kekerasan di mana 2.090 pelakunya adalah pacar (kemenppa.go.id, 20/02/2018).

Sedangkan menurut Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengatakan bahwa kasus kekerasan dalam pacaran menduduki peringkat ketiga setelah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kasus kekerasan seksual. Data awal Januari hingga Oktober 2021, terdapat 4.500 pelaporan kasus kekerasan, di mana 1.200 diantaranya merupakan kasus kekerasan dalam pacaran (nasional.tempo.com, 07/12/2021).

Kasus-kasus kekerasan yang berulang dan semakin tinggi tersebut menunjukkan betapa rusaknya tata pergaulan remaja di masyarakat. Berbagai solusi yang diberikan namun tak menyelesaikan masalah yang ada.

Bahkan parahnya, tingginya kasus tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pihak seperti pegiat gender untuk memperbesar dukungan terhadap Permendikbud No. 30 tahun 2021 tentang PPKS, padahal kedua undang-undang tersebut berpotensi melegalkan zina di lingkungan kampus. Maka tak heran, undang-undang ini ditolak oleh MUI melalui Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia VII dan beberapa ormas islam lainnya (tirto.id, 11/11/2021).

Perilaku liberal atau bebas dan hedonis (serba boleh) menjadi asas dalam interaksi laki-laki dan perempuan. Bahkan, aktivitas zina atau hubungan seks di luar nikah sudah dianggap hal yang biasa asalkan dilandasi dengan suka sama suka. Bahkan parahnya, tindakan aborsi tak lagi dianggap mengerikan asalkan melakukannya dengan kesadaran diri dan dengan dalih hak kebebasan bereproduksi.

Halal dan haram yang menjadi pedoman dalam pergaulan seolah tidak diindahkan, hanya demi kesenangan seksual sesaat. Pacaran yang menjadi pintu masuk kekerasan ini seolah menjadi hal yang lumrah. Hal ini juga didukung dengan sifat masyarakat yang individualis, arus media sosial yang tak terkontrol dan minimnya peran negara dalam mengatur sistem pergaulan yang ada.

Untuk itu, dipandang perlu untuk mencari solusi tuntas dalam mengatasi permasalahan tersebut. Sebagai agama yang mulia dan sempurna, Islam memberikan aturan yang lengkap dalam menjaga seseorang agar tidak melakukan perbuatan zina. Islam memandang bahwa zina adalah aktivitas keji dan terhina bahkan termasuk dosa besar di sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji (fâhisyah) dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’: 32).

Penafsirkan sebagian ulama jugs mengkategorikan homoseksual dan lesbianism sebagai perbuatan zina. Allah SWT berfirman :
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji (fâhisyah) yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi lelaki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?’ Maka, jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, ‘Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.’ Luth berdoa, ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.’” (QS Al-‘Ankabut: 28-30).

Untuk itu, Islam menutup setiap celah yang dapat menjerumuskan seseorang ke arah perbuatan zina seperti media yang bersifat pornografi dan pornoaksi, tercukupinya kebutuhan seluruh masyarakat dari sandang, pangan, dan papan sehingga alasan aktivitas perzinaan dengan dalih ekonomi tak ada lagi. Selain itu, mengkondisikan suasana kehidupan dengan ruh keislaman dan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga setiap aktivitas yang dilakukan disandarkan kepada keridhoan Allah SWT. Di saat yang sama masyarakat juga wajib melakukan amar makruf nahi mungkar. Tidak akan membiarkan kemaksiatan masif terjadi di sekitar mereka. Masyarakat pun berkewajiban mengontrol peran negara sebagai pengayom rakyat. Hal ini akan terwujud jikalau Islam diterapkan secara totalitas di seluruh aspek kwhidupan dan akan memutus mata rantai kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat serta kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat akan tercapai (Wallahu A’lam).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here