Oleh: Kiki Zaskia, S.Pd. (Guru dan Pemerhati Sosial)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Generasi kini dengan berbagai spektrumnya, mulai dari generasi x, generasi y, generasi z, dan alpha memiliki keunikan masing-masing termasuk cara mereka menghadapi sebuah permasalahan, terutama generasi z dan alpha yang santer dikatakan sebagai generasi sandwich dan strawberry.
Generasi sandwich sebagai generasi yang kondisi dewasanya harus menanggung 3 generasi, orang tuanya, dirinya sendiri dan anaknya atau adiknya. Adapun generasi strawberry, yaitu kondisi yang menggambarkan bahwa generasi ini sangat mudah hancur saat mendapatkan tekanan.
Fakta sosial tersebut menjadi sebuah potret generasi kini dalam kehidupan kapitalisme yang menyebabkan mereka seringkali terdistraksi dengan kebanalan.
Berbagai fenomena lain yang terjadi yaitu fatherless, dimana Indonesia menjadi urutan ketiga fatherless. Kondisi ketika generasi menjadi kehilangan peran sosok ayah dirumahnya, bukan secara fisik namun secara psikologis.
Di sisi lain, motherless juga dialami oleh generasi muda kini, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa UNAIR mengatakan karena kehilangan kasih sayang dari ibu, banyak kemudian yang kehilangan arah orientasi gendernya menjadi seorang lesbian.
Bahkan, dengan perkembangan digital saat ini, cara-cara untuk menyalurkan hasrat yang kehilangan kasih sayang ini dengan jalan mengakses sebuah konten anime yang disebut Yaoi, konten tersebut adalah anime dengan genre romansa L9BT. Parahnya, berdasarkan traffic light kunjungan konten ini 77 persen berasal dari server di Indonesia.
Sehingga, banalitas generasi inilah yang sekarang telah bermunculan dipermukaan dengan kompleksitasnya. Generasi seolah tidak punya lagi arah dan tujuan hidup. Kapitalisme telah benar-benar gagal membentuk-membangun generasi yang cemerlang.
Hal ini semakin nampak tatkala disahkannya PP NO. 28 Tahun 2024 UU Kesehatan mengenai penyediaan alat kontasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Hal tersebut banyak menuai kontraversi. Masyarakat bahkan pendidik menolak hal tersebut. Namun, sayangnya hanya direspon oleh juru bicara Menteri Kesehatan dengan klarifikasi bahwa penggunaan kontrasepsi yang dimaksudkan hanya untuk remaja yang sudah menikah.
Meski begitu hal ini masih meninggalkan kejanggalan sebab redaksi UU yang telah disahkan tanpa keterangan tersebut. Tak ada pasal yang menjelaskan limitasi (pembatasan) penggunaannya. Sehingga, kekhawatiran pemerhati generasi termasuk tenaga medis akan kebijakan ini yang tentu akan berdampak semakin rusaknya generasi.
Alat kontrasepsi seperti kondom saja yang tidak boleh dijual bebas, hanya dibolehkan dijual di apotek dengan membuktikan bahwa sudah menikah, masih saja seringkali didapati anak usia sekolah dan remaja yang membeli secara sembunyi-bunyi pada oknum-oknum tertentu. Apatah lagi ini sudah secara bebas untuk diakses.
Selain itu, menurut dr. Dewi Inong Irana (dokter kulit dan kelamin) mengatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi hanya mampu mereduksi (mengurangi) resiko kehamilan atau penyakit menular seksual. Bahkan, di Amerika pun dengan latex kondom masih memungkinkan terjadinya kebocoran.
Alih-alih memberikan solusi namun ini justru menjadi sebuah ironi ketika pemerintah memberikan delusi dengan kontrasepsi pada perkembangan generasi yang quo vadisnya berada pada jurang kehancuran.
Proxy War: Merusak Generasi
Generasi menjadi harapan setiap peradaban, sebab merekalah yang menjadi penerus cita-cita suatu bangsa. Jika generasi lemah bermental kerupuk maka dipastikan bangsa ini akan kehilangan pejuangnya. Pionir kebangkitan juga akan menjadi punah.
Kondisi generasi kini yang semakin mengalami kemunduran terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).
Faktanya, Pertama, Indonesia telah menjadi negara sekuler dengan hegemoni kapitalisme, sehingga seluruh aspek dalam masyarakat baik secara sosial, politik, ekonomi, hukum, kesehatan dan pendidikan telah menjadi business to business. Asal ada keuntungan atau uang selesai perkara.
Kedua, Liberalisasi atas nama hak asasi manusia (HAM), sehingga berkembangya penyimpangan seksual dan perzinahan selama suka sama suka bukan termasuk delik.
Ketiga, Radikalisasi, setiap aktifitas yang menyerukan pada perbaikan kehidupan manusia untuk menepis kapitalisme, sekularisme serta liberalisme dicap sebagai radikal yang berbahaya bagi bangsa.
Hal ini menunjukkan indikasi cara untuk membentuk generasi yang rusak dengan syahwat yang dikehendaki oleh oligarki yang ingin menguasai dunia dengan licik.
Islam Solusi Tuntas
Dalam Islam generasi terpelihara secara fisik dan psikologis. Bukan hanya pengobatan namun berupa perlakuan pencegahan.
Dalam Islam telah diatur hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan dengan dirinya sendiri, dan hubungan muamalah dalam bermasyarakat.
Dalam aturannya terdapat sebuah nilai dengan standar yang jelas halal, haram, terpuji dan tercela. Dalam Islam meskipun jomlo lebih mulia daripada yang berpacaran tanpa ikatan pernikahan. Serta, pernikahan juga dimudahkan dalam Islam, apabila perempuan dan pria sudah berada pada kesanggupan secara biologis serta mampu memahami dan melaksanan tanggung jawab maka dianjurkan untuk menikah.
Adapun bagi yang belum mampu diperintahkan tidak mendekati zina. Selain itu, menundukkan pandangan dan memperbanyak berpuasa. Hal ini didukung dengan masyarakat yang menerapkan aturan syari’at yaitu wanita diwajibkan untuk menutup aurat selain dari mahramnya, atau sesama wanita. Begitupun dengan laki-laki menjaga auratnya dari yang bukan mahramnya atau sesama laki-laki.
Peraturan rumah tangga dalam Islam menempatkan Ayah memiliki peran sebagai qowwam (pemimpin), kemudian ibu sebagai pendamping dalam memelihara anak. Wanita dalam Islam tidak wajib untuk bekerja.
Generasi memiliki akses pendidikan formal dan informal yang ideologis sehingga terbentuk syaksiyyah Islam pada diri mereka bukan hanya pencapaian materi sebagaimana pada generasi kapitalisme.
Dalam sejarah telah banyak menampakkan pemuda muslim yang memiliki sumbangsih besar pada peradaban Islam, salah satunya yaitu, Muhammad Al-Fatih yang telah menjadi sultan pada usianya 21 tahun kemudian berhasil dengan izin Allah swt menaklukkan konstantinopel.
Kemudian, penegakan hukum atas sanksi bagi yang melanggar aturan seperti perzinahan sangat tegas. Di cambuk bagi pezina laki-laki atau perempuan yang belum menikah. Adapun yang telah menikah kemudian berzina maka di lempari batu hingga mati.
Serta yang paling utama, pemimpin dalam Islam bukanlah pemimpin yang memikirkan kepentingan keluarganya, namun benar-benar mengurusi umat memastikan wanita dan pria terlindungi kehormatannya.
Sehingga, umat saat ini sangat membutuhkan kembalinya kehidupan Islam yang mengurusi umat sebaik-baiknya.
Wallahu ‘alam bisshawab
Views: 15
Comment here