Oleh: Aprilina, S.E.I. (Aktivis Muslimah Peduli Umat)
Wacana-edukasi.com –Kasus korupsi seolah-olah tak ada henti. Mulai dari pejabat desa hingga menteri. Mulai dari dana proyek berkelas hingga bantuan sosial untuk rakyat kecil. Sungguh miris dan mengiris hati. Di manakah nurani?
Sistem demokrasi seakan-akan merestui para pejabat negeri melakukan korupsi. Bagaimana tidak, mahalnya mahar untuk menjadi pejabat negara dalam sistem demokrasi menjadikan pejabat yang terpilih berpikir untuk mengembalikan mahar tersebut. Maka peluang apa pun yang terbuka di depan mata tak boleh terlewatkan. Cara apa pun akan ditempuh. Tak peduli halal dan haram.
Sistem kapitalisme yang memayungi demokrasi berasaskan pada pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Maka menjadi yang wajar jika para pejabat melanggar aturan agama. Sekalipun dalam perundang-undangan negara juga melarang korupsi. Sepertinya ini hanya menjadi lipstik pemanis bibir demokrasi. Buktinya, dari masa ke masa hukum demokrasi tak mampu membersihkan tubuhnya dari para koruptor.
Sekularisme yang menjadi asas demokrasi merupakan penyebab utama langgengnya para pejabat melakukan korupsi. Selain itu, lemahnya iman menjadikan kesadaran bahwa Allah Swt. selalu mengawasi pun hilang. Sehingga berbuat sesuka hati tanpa takut dilihat Allah akibat dari perbuatannya tersebut. Beginilah hasil dari penerapan hukum yang jauh dari agama.
Sejalan dengan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, maka sistem demokrasi gagal menghapuskan korupsi. Para penguasa yang diberi amanah memimpin dan mengurus urusan rakyat tak pernah menyadari bahwa jabatan yang mereka jalani saat ini akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga tak ada rasa takut ketika melakukan kesalahan.
Rasulullah saw. bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Berbeda dengan Islam. Ketika seluruh aspek kehidupan terikat dengan hukum Islam dan negara berfungsi sebagai perisai, maka para pejabatnya jauh dari sifat khianat. Inilah wujud dari ketakwaan individu. Ketakwaan merupakan hasil dari pembinaan terhadap keimanan. Dalam negara Islam, pemimpin berkewajiban menjaga akidah masyarakatnya. Hal ini direalisasikan dengan dakwah. Sehingga masyarakat senantiasa memiliki kesadaran hubungannya dengan Allah Swt.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari Muslim, telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Syababah telah menceritakan kepadaku Warqa` dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Muslim no. 3428)
Dengan kesadaran inilah, setiap muslim akan selamat dari godaan jabatan yang menghinakan. Maka, untuk menghapus korupsi, satu-satunya jalan yang harus ditempuh ialah menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Hanya Islam yang mampu mewujudkan pemimpin yang bersih dan amanah. Sebab dorongan keimanan dan ketakwaan yang menjadikannya takut berbuat dosa.
Views: 0
Comment here