Surat Pembaca

Demokrasi, Pupuk Subur Korupsi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Muyessaroh

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Korupsi seolah tak pernah ada matinya, pelakunya tidak hanya dari pejabat kelas atas akan tetapi merambah ke kalangan pejabat kelas bawah. Kepala desa beserta aparatnya pun kini banyak yang melakukan korupsi. Sebagaimana di lansir TribunMempawah.com, Kepala Desa (Kades) Pasir, di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalbar, Abdul Hamid resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Dana Desa Tahun Anggaran (TA) 2019 oleh Tipikor Polres Mempawah. Kasus korupsi tersebut telah dilaporkan oleh perwakilan masyarakat Desa Pasir (Tim Sembilan) sejak Maret 2020 silam, dan diperkirakan kerugian negara sebesar Rp 600 juta.

Kasus korupsi seolah sudah menjadi suguhan sehari-hari bagi rakyat. Hal ini tentunya sangat menyakiti rakyat. Bagaimana tidak? Para pejabat yang seharusnya mengurusi kepentingan rakyat, malah dengan kekuasaanya mereka secara berjamaah menikung uang rakyat demi ambisi pribadinya masing-masing.

Kemudian, maraknya kasus korupsi saat ini di sebabkan gaya hidup hedonis sehingga mendapatkan materi sebanyak-banyaknya menjadi tujuan utama. Disamping itu praktik korupsi juga disebabkan adanya penerapan sistem demokrasi yang merupakan sistem keliru yang melahirkan pejabat yang serakah, tidak ada keteladanan dalam kepemimpinan, serta ketiadaan hukuman yang memberi efek jera bagi para koruptor.

Penerapan sistem demokrasi yang lahir dari ideologi sekuler kapitalis ini jelas terbukti tidak mampu mencegah meningkatnya kasus korupsi, yang ada malah menjadi pupuk tumbuh suburnya para koruptor.

Berbeda dengan sistem Islam, penerapan syariat Islam akan sangat efektif untuk membasmi korupsi, baik terkait pencegahan maupun penindakan.

Oleh karena itu, sanksi hukum yang tetapkan sangat tegas dan tidak tebang pilih. Sanksi yang diberikan masuk kategori ta’zir yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti nasehat atau teguran dari hakim; bisa berupa penjara, pengenaan denda, atau pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhîr), dan hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman takzîr ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 78—89).

Adapun pencegahan korupsi, Islam telah menetapkan langkah-langkah bagaimana supaya kasus korupsi tidak menjamur.

Pertama, rekrut SDM aparar negara wajib berdasarkan profesionalitas dan integritas, bukan berdasarkan koneksitas. Mereka yang menjadi aparatur negara wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam (Syakhsiyah Islam).

Kedua, daulah (negara) wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya.

Ketiga, sistem penggajian yang layak. Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak supaya aparatur pemerintah bisa fokus bekerja dan tidak tergoda berbuat curang.

Keempat, Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Tentang suap Rasulullah bersabda, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.”(HR. Imam Ahmad).

Kelima, Islam memerintahkan untuk melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Sebgaimana Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.

Keenam, adanya keteladanan dari pemimpin. Pemimpin berkewajiban untuk melakukan ri’ayah syu’unil ummah (mengatur urusan umat) dan pengaturan ini harus dicontohkan kepada bawahannya. Sebagaimana Khalifah Umar pernah menyita sendiri seekor unta gemuk milik puteranya, Abdullah bin Umar, karena didapati tengah digembalakan bersama di padang rumput milik baitulmal dan ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.

Ketujuh, pengawasan oleh negara dan masyarakat. Masyarakat berperan sebagai kontrol sosial yang mempunyai kewajiban untuk senantiasa melakukan muhasabah ke berbagai aspek.

Demikianlah, dengan diterapkannya syariat Islam maka akan mampu memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Oleh karenanya kembali pada islam adalah solusi yang paripurna, yang melahirkan pemimpin amanah yang tidak hanya bertanggung jawab pada sesama manusia akan tetapi juga pada Allah swt. Wallahu’alam bi ash-shawab []

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here