Oleh : Lely Novitasari
(Aktivis Generasi Peradaban Islam)
wacana-edukasi.com, OPINI– Derita umat Islam di berbagai belahan dunia terus bertambah. Ibarat estafet, belum selesai puluhan tahun derita umat Islam di Palestina, Suriah, muncul tragedi di Xin Jiang, China, lalu India, dan kini Rohingya. Belum lagi berbagai kasus diskriminasi di Eropa, seperti di Perancis, Jerman, dan masih banyak lagi jika ditelusuri.
Khusus untuk Rohingya, tragedi mereka ikut menyeret perhatian negeri kita. Ramai diberitakan pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh.
Kehidupan mereka di negara asal yaitu Myanmar porak poranda. Rumah mereka habis dibakar, sehingga memaksa mereka harus kabur ke berbagai negara tetangga, seperti Bangladesh, Malaysia, dll. Kondisi mereka amat sangat memprihatinkan di tempat pengungsian.
Melansir BBC.com, Perwakilan UNHCR di Indonesia mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Indonesia soal penentuan lokasi khusus pengungsi. Namun yang ingin ditekankan adalah pengungsi juga memiliki hak asasi manusia dan selayaknya harus ditolong.
“Di manapun di tempatkan baik di Aceh atau di luar Aceh, UNHCR siap membantu pemerintah.”
Akibatnya, diberitakan timbul konflik dengan sejumlah penduduk setempat, seperti di Aceh yang menyebabkan sebagian dari penduduk lokal menolak adanya pengungsi Rohingya di sana.
Masih melansir dari BBC, Beni Murdani yang tinggal di Lhokseumawe mengatakan, mereka resah karena beberapa kali para pengungsi membuat ulah. “Karena mereka menganggap mereka dapat musibah, jadi bisa seenaknya. Seolah-olah ini tempat mereka”. Contoh, mereka mencuri kelapa warga tanpa meminta. Maka dari itu sebagian warga Aceh yang cemas berharap pengungsi Rohingya di tempatkan di tempat khusus agar tak timbul hal yang tidak diinginkan.
Walaupun demikian selayaknya diselidiki apa penyebab para pengungsi melakukan hal demikian? Apakah tidak mendapatkan pasokan kebutuhan yang mencukupi?
Aturan di Indonesia saat ini sesungguhnya tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi yang masuk karena sampai saat ini belum meratifikasi Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi 1951) dan Protocol Relating to the Status of Refugees (Protokol 1967), Indonesia masih bersedia menjadi negara yang menampung sementara para pengungsi luar negeri dengan alasan kemanusiaan.
UNHCR sebagai perwakilan PBB dalam mengurus pengungsi, anehnya terkesan setengah-setengah untuk ikut membantu para pengungsi Rohingya. Hal ini mengingat posisi strategis PBB dibentuk sebagai lembaga dunia untuk penjaga perdamaian. Faktanya, berbagai tragedi yang dialami umat Islam hingga mereka terusir dari negaranya sendiri terus terjadi.
Di sisi lain PBB tidak menekan pemerintah asal pengungsi Rohingya, yaitu Myanmar untuk menyelesaikan konflik dalam negeri yang membuat warga muslim Rohingya terusir dari negerinya sendiri.
Inilah sikap hipokrit lembaga dunia ini. Apalagi justru mendorong adanya solusi pragmatis dengan menampung pengungsi dari Rohingya. Sikap ini sekaligus menunjukkan bahwa solusi persoalan Rohingya tidak akan terselesaikan secara tuntas, karena sampai saat ini pengungsi Rohingya terus terlunta-lunta tanpa kejelasan.
Fakta Derita Etnis Rohingya di Myanmar
Mengutip media Kompas. com, sejak 1982, ketiadaan status kewarganegaran menyebabkan etnis Rohingya tidak berada dalam perlindungan suatu negara. Tindakan represif dari pemerintah Myanmar jelas merupakan pelanggaran HAM, sebuah jargon yang paling nyaring di suarakan badan PBB. Tapi ironinya dunia seakan menutup mata akan kekejian yang terjadi.
Padahal berbagai kesaksian dan video dapat dengan mudah kita saksikan secara online, betapa bengisnya rezim junta militer Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Pemukiman mereka diberbagai tempat dibombardir oleh militer Myanmar. Bahkan beredar banyak kesaksian, bagaimana mereka membantai etnis Rohingya secara keji, entah itu wanita, orang tua hingga anak-anak.
Fakta sadis inilah yang membuat ratusan ribu Rohingya rela bertaruh nyawa melarikan diri dari tanah kelahiran mereka. Dengan bekal yang jauh dari cukup, mereka memaksakan diri menaiki perahu-perahu kecil disesaki puluhan pengungsi. Akibatnya, sering diberitakan mereka tewas di atas kapal-kapal akibat kelaparan dan kehausan, bahkan karam di tengah laut.
Ironisnya, rentetan nestapa yang mereka alami tidak juga membuat para pemimpin negeri Islam yang notabene secara aqidah adalah umat Rasulullah saw, tergerak hatinya untuk bersegera menolong menyelamatkan saudara mereka.
Alih-alih membantu, yang terjadi diberitakan justru para pemimpin negeri-negeri Islam menolak kedatangan kapal-kapal pengungsi mendarat di tanah mereka.
Bahkan belum lama ini diberitakan di Aceh, saat penduduk lokal ketahuan membantu pengungsi Rohingya berlabuh, yang terjadi mereka malah dipenjara oleh pihak berwenang. Na’udzubillah.
Fakta-fakta tragis inilah yang membuat kapal mereka terombang-ambing di tengah laut hingga akhirnya banyak dari mereka meninggal di atas kapal bahkan karam.
Kerusakan Paham Nasionalisme
Selama ratusan tahun catatan sejarah Islam, umat ini sejak zaman Rasulullah saw, lalu dilanjutkan dengan para Khulafa’ur rasyidin, mereka senantiasa disatukan oleh satu kepemimpinan, yaitu seorang Khalifah.
Bahkan dalam haditsnya, Rasulullah saw mengharamkan jika ada ada 2 saja kepemimpinan di tubuh umat Islam.
“Jika didapati ada dua orang imam, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim).
Lalu, apa yang terjadi saat ini hingga umat Islam terpecah menjadi 50 negara lebih? Ya, tidak lain adalah hasil strategi licik negeri barat.
Sejak perang dunia I, lalu dilanjutkan perang dunia II, mereka berhasil mencabik-cabik negeri Islam menjadi negeri-negeri kecil. Diawali dengan membubarkan Kekhilafahan Turki Utsmani melalui agen mereka, laknatullah ‘alaihi Mustafal Kemal Attaturk, hilanglah pelindung Islam dan umatnya secara politik.
Akibatnya, umat Islam kini hidup terombang-ambing ibarat ayam kehilangan induk di berbagai belahan dunia seperti yang kita saksikan beberapa dekade terakhir.
Kekayaan alam negeri mereka habis dirampok, menjadi lahan bancakan para Kapitalis rakus yang disponsori negara barat.
Belum puas dengan itu, kehormatan mereka nyaris sirna, difitnah dengan segala sebutan buruk, teroris, radikal, fundamentalis, dan seterusnya.
Mereka pun dipimpin oleh pemimpin yang hakikatnya hanyalah boneka antek-antek kepentingan hegemoni barat.
Di antara negeri Islam pun diadu domba, seperi konflik Irak-Iran, Arab Saudi-Yaman, bahkan Indonesia pernah diadu domba dengan Malaysia.
Atas dasar nasionalisme, demi kepentingan nasional negeri masing-masing, mereka “dipaksa” bersaing, bertikai, saling serang.
Lalu dibawa kemanakah ajaran Rasulullah saw, bahwa sesungguhnya umat Islam itu adalah bersaudara?!
“Orang mukmin itu akrab dan bersatu. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersatu dan tidak akrab.” (HR. Ahmad, Ath-Thabarani dan Al Hakim).
Tidak kah pula mereka ingat bagaimana Rasulullah saw menggambarkan bahwa umat Islam itu ibarat 1 tubuh, jika ada satu bagian saja yang sakit, maka seleuruh tubuh akan ikut merasakan?
”Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketika umat Islam mengikuti ajaran Rasulullah saw dengan memiliki satu kepemimpinan, yaitu seorang Khalifah, tidak ada satu negeri pun yang berani melecehkan umat Islam, apalagi membunuh dan mengusir mereka dari negeri mereka sendiri.
Sejarah pernah mencatat kisah heroik seorang Khalifah Al-Mu’tasim Billah yang menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Digambarkan dalam sejarah panjangnya ribuan barisan tentara muslim ini tidak putus dari kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), dikarenakan besarnya pasukan. Dikepung selama kurang lebih 5 bulan hingga akhirnya ditaklukkan. Dikutip dalam kitab al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn Al-Athir.
Betapa besarnya peran dan kepedulian pemimpin muslim yaitu Khalifah beserta umat muslim lainnya dalam menolong muslim lainnya yang terzholimi.
Jadi, Inilah akar masalah yang sedang dihadapi umat Islam saat ini hingga derita mereka tiada henti dimanapun mereka berpinjak. Faham nasionalisme yang begitu dipaksakan ke tengah-tengah unat Islam, telah mencuci otak mereka dari hakikat ajaran Islam sebagai umat Rasulullah saw yang satu.
Tidakkah umat ini membaca peringatan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, beliau berkata: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Wallahu a’lam bishowaab
Views: 19
Comment here