Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Kemiskinan mengakibatkan hilangnya naluri keibuan. Mencuat kasus perdagangan bayi yang sangat mengusik nurani. Bagaimana bisa seorang ibu menjual bayinya sendiri?
Kasus ini terkuak melalui upaya polisi yang menyelidiki pihak pembeli bayi yang bagian dari sindikat perdagangan bayi ini, mengaku membeli bayi karena ingin merawat dan membesarkannya (www kompas.com, Jumat 23 Februari 2024) (1). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyampaikan bahwa ibu penjual bayi berasal dari kalangan yang rentan ekonomi alias kondisi miskin, sehingga dimanfaatkan oknum untuk mendapatkan keuntungan (www.antaranews.com, Jumat 23 Februari 2024) (2). Kasus ini, kata kak Seto ketua LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) , ibarat fenomena gunung es. Masih banyak kasus serupa yang belum terungkap, sehingga perlu semua pihak meningkatkan sinergi untuk memberantasnya (www.ameera.republika.co.id, Sabtu 24 Februari 2024) (3).
Kondisi ini adalah buah penerapan sekularisme dan sistem ekonomi kapitalisme. Jauhnya masyarakat dari agama, mengakibatkan mereka mudah menjual apa apa pun demi kepentingan pribadi; termasuk anak mereka sendiri. Di pihak sindikat pelaku TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), mereka pun berpikir sangat kapitalis, hanya untuk meraih materi sebanyak mungkin, sehingga mereka tega menjual bayi.
Faktor kemiskinan membuat orang menjadi gelap mata. Ini dampak sistem kapitalisme telah memiskinkan masyarakat secara sistemik. Rakyat kecil, walau rajin bekerja, akan tetap miskin dan termarjinalkan. Yang dapat kesempatan besar mereguk pundi-pundi uang lebih banyak pagi adalah kaum kapitalis/oligarki (para pemilik modal, investor, perusahaan besar). Negara abai dalam menyejahterakan rakyat, takluk pada kepentingan oligarki. Semua subsidi bagi rakyat perlahan dicabut. Sembako semua harganya meroket. Bagaimana rakyat tidak gelap mata? Akhirnya bayinya pun dijual agar tetap bisa bertahan hidup. Inilah kejamnya sistem sekuler kapitalisme, tidak memanusiakan manusia; malah mendewakan materi.
Berbeda dengan Islam yang akan menjadikan manusia hidup bahagia dan terjamin kesejahteraannya manakala menjalani aturannya. Karena aturannya berasal dari Allah Sang Pencipta, yang pasti memberikan aturan yang terbaik bagi manusia. Wajar, karena Dialah Yang Maha memahami manusia.
Islam menjadikan negara wajib mewujudkan kesejahteraan individu per individu. Karena memang itu sudah menjadi tugas dan tanggungjawab negara dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyatnya. Karena tugas ini bervisi ibadah, yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Dan negara yang mampu mewujudkannya adalah Khilafah.
Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang memiliki berbagai mekanisme untuk menjamin kehidupan yang sejahtera. Islam menetapkan SDA (Sumber Daya Alam) yang melimpah di negeri ini, adalah kepemilikan umum dan menjadi aset rakyat. Negara hanya memiliki hak kelola. Sehingga SDA ini akan mampu mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan bagi seluruh rakyat. Khilafah juga akan memungut zakat dari para wajib zakat dan menyalurkan sampai tuntas pada yang berhak mendapatkan zakat.
Sistem Pendidikan yang diterapkan Khilafah berdasarkan akidah Islam. Ini akan mencetak individu berkepribadian Islam yang utuh, karena pola pikir dan pola sikap yang terbentuk sama-sama Islaminya. Maka mereka akan menjadi sosok yang beriman dan bertakwa, sabar dalam menghadapi ujian, menjauhi kejahatan dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Khilafah juga akan menerapkan sistem sanksi yang tegas sesuai Syariat. Ini dijamin menjerakan, sehingga mencegah orang melakukan kejahatan; termasuk TPPO.
Catatan Kaki :
(1) https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/23/18370961/sindikat-beli-bayi-dari-ibu-di-tambora-polisi-alasannya-ingin-merawat-dan
(2) https://www.antaranews.com/berita/3979974/kemen-pppa-sebut-ibu-penjual-bayi-dari-kelompok-rentan-secara-ekonomi
(3) https://ameera.republika.co.id/berita/s9bj2z414/kak-seto-kasus-perdagangan-bayi-di-jakbar-ibarat-fenomena-gunung-es
Views: 9
Comment here