Opini

Dilema Impor Garam, Petani Garam Kian Gamang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rayani Umma Aqila

Pemerintah tetap memutuskan untuk impor garam. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menjelaskan alasan pemerintah melakukan impor garam sebanyak 3 juta ton tahun ini, hal itu terkait dengan kuantitas dan kualitas garam lokal. Mendag mengungkapkan, pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan industri. Menurut Mendag, kualitas garam lokal dalam negeri belum sesuai yang dibutuhkan industri. Kompas.com (19/3/2021).

Mendag mengatakan, yang pada akhirnya produsen mie instan akan menggunakan garam lokal yang kualitasnya berbeda dengan kebutuhan, maka akan mempengaruhi pada kualitas produk mie instan itu yang bisa berdampak buruk pada industri. Dan untuk itu pemerintah akan mengimpor garam 3 juta ton tahun Ini. Oleh sebab itu, lanjut Mendag, saat ini yang menjadi tujuan utama bersama adalah bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas garam lokal dalam negeri, sehingga bisa memenuhi kebutuhan industri.

Lutfi menilai, persoalan garam ini malah seharusnya bisa dilihat oleh pelaku usaha dalam negeri sebagai peluang untuk memperbaiki dan mengembangkannya industri garam. Sehingga bisa menekan ketergantungan impor garam. Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, produksi garam lokal diperkirakan mencapai 2,1 juta ton pada 2021. Sementara kebutuhan garam dalam negeri tahun ini sebanyak 4,6 juta ton. Lebih lanjut, pemerintah terus berupaya memperbaiki produksi garam dalam negeri guna meningkatkan meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat. Upaya tersebut antara lain yaitu dengan integrasi lahan garam untuk meningkatkan produktivitas dari 60 ton per hektar menjadi 120 ton per hektar per musim. Dan juga pembangunan gudang garam dalam negeri dan penerapan resi gudang.

Impor garam sebenarnya bukan kali ini saja sebab, seperti dilansir dari Tirto.ID (17 Maret 2021) Keputusan impor garam selalu dikritik produsen lokal, Mereka menilai ini sama saja kebijakan yang membasmi mereka pelan-pelan. Pemerintah dengan kebijakan keran impor garam sebanyak 3,07 juta ton di tahun 2021. Keputusan ini diambil dalam pertemuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 25 Januari 2021. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin menjelaskan angka impor ini dihitung berdasarkan produksi 2021 yang diperkirakan hanya berkisar 2,1 juta ton, sementara kebutuhan terus naik tiap tahunnya dan mencapai 4,67 juta ton. Untuk kebutuhan dalam negeri sebenarnya hanya memerlukan impor 2,57 juta ton hingga ditetapkan jumlah impor menghasilkan kenaikan 500 ribu ton. Dan pada akhirnya dengan dalih “menjaga kestabilan ketersediaan garam industri” impor garam terus dilakukan. Dari APGI berpendapat impor garam akan semakin membuat petani garam tidak berdaya karena harga garam di tingkat petani akan semakin anjlok seiring banyaknya pasokan garam impor. Belum lagi impor garam akan membuat pengusaha tidak punya pilihan untuk menggunakan garam petani. Dan masih dipotong lagi dengan ongkos angkut, panen, dan biaya lainnya. Sungguh miris para petani garam belum mendapatkan hasil dari keberhasilan panen garamnya. Artinya, masalah utama minimnya ketersediaan garam bukan karena minimnya hasil tambak garam. Tetapi pada produksi garam mentah menjadi garam siap jadi. Upaya untuk menyelesaikan masalah ini tentunya tidaklah mudah. Hanya mengandalkan pada impor saja, akan membuat negara bergantung kebutuhan kepada negara lain. Perlu adanya upaya yang lebih dari negara untuk meningkatkan produksi.

Memperbanyak pabrik garam, merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. Selama ini pabrik- pabrik masih minim, hingga perlu membuka pabrik baru. Selain itu juga diperhatikan jarak tambak dan pabrik produksi, agar biaya yang diperlukan untuk mengangkut garam mentah bisa ditekan harganya. Proses penggaraman pun perlu inovasi ke cara modern. Agar produksi garam yang diproduksi berjumlah banyak dan dapat memenuhi kebutuhan. Berbagai macam upaya untuk menghasilkan jumlah yang cukup besar ini tentu membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, perlu adanya suntikan dana. Jika mengandalkan kondisi saat ini, finansial juga menjadi masalah. Pasalnya, keuangan negara sedang terguncang akibat wabah yang entah kapan berakhirnya. Pun, tak bisa mengandalkan modal asing, baik itu dari utang ataupun investasi.

Pencairan dana melalui modal asing akan menjadikan masalah baru. Apalagi jika pengelolaan garam diserahkan pada individu atau diprivatisasi. Garam tak lagi bisa dijangkau oleh rakyat, tapi akan melangit. Pasalnya baik utang, investasi atau privatisasi dalam sistem kapitalisme hanya membuat segelintir orang lebih mementingkan untung daripada kebutuhan rakyatnya. Dalam Islam sendiri negara adalah sebagai periayah. Rakyat adalah tanggung jawab negara. Masalah garam juga menjadi tanggung jawab negara karena termasuk hajat hidup orang banyak.

Dalam Islam ada riwayat ada seseorang pernah datang menemui Rasulullah saw. Kemudian meminta diberi tambang garam, lalu Rasul saw, memberikan tambang tersebut kepadanya. Ketika orang itu pergi, salah seorang dari majelis berkata, “Apakah Anda tahu apa yang Anda berikan kepada dia? Tidak lain Anda memberi dia air yang terus mengalir. Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Hibban, al-Baihaqi dan ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud). Hadis tersebut adalah penguat bahwa garam tidak bisa dikelola secara individu. Sehingga negara harus mengelolanya sendiri. Adapun pengelolaan dana, Islam tak membolehkan kita bergantung pada negara lain apalagi asing. Karena akan menjadikan tidak berdaulatnya negara dan memudahkan asing menjajah. Oleh karena itu Islam memiliki pemasukan sendiri. Melalui pemasukan kepemilikan umum yang dikelola negara dan sumber pemanfaatan SDA yang lain negara akan mendapatkan sumber pembiayaan yang cukup. Namun, hal semacam ini hanya dapat dilakukan jika negara tersebut mempunyai kemandirian dan Dengan menjadikan Islam sebagai sistemnya. Tentu hal demikian tidaklah sulit jika negara bersedia mengambil Islam sebagai sistemnya. Wallahu a’lam Bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here