Oleh: Fitriani, S.Pd.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Awal tahun 2025, publik dikejutkan oleh temuan pagar laut misterius yang terbuat dari bambu setinggi 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km di perairan Kabupaten Tangerang, Banten (kompas. com, 19/02/2025).
Menurut kesaksian dari warga dan kelompok advokasi sipil yang diwawancarai oleh BBC News Indonesia, keberadaan pagar bambu ini sudah diketahui setidaknya sejak Juli 2024. Sayangnya, pagar tersebut baru dicabut oleh aparat setelah viral di media sosial.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengonfirmasi bahwa pagar laut yang misterius itu telah mendapatkan sertifikasi Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Kejadian ini dengan jelas menunjukkan adanya pelanggaran hukum. Namun, seperti biasa jika kasus ini tidak viral perhatian dari pihak berwenang cenderung minim. Negara terkesan lamban dalam menindaklanjuti masalah ini, dan seolah-olah ada pihak-pihak tertentu yang dijadikan kambing hitam, sementara pelaku utama tetap tidak tersentuh oleh hukum.
Para pejabat sibuk berargumen dan cenderung melepaskan tanggung jawab. Kasus ini, mirip dengan berbagai kasus penjualan area pesisir di pulau-pulau lain, mencerminkan kuatnya pengaruh korporasi dalam lingkaran kekuasaan, yang dikenal dengan istilah korporatokrasi. Korporasi bisa berkuasa karena sistem kapitalisme yang dianut negeri ini, sebuah sistem yang berasal dari akal manusia, yang berdiri di atas prinsip kebebasan kepemilikan bertujuan untuk mengakumulasi kekayaan sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu, dalam sistem kapitalisme penguasa sejatinya adalah mereka yang mempunyai modal. Para kapitalis sering kali memanipulasi peran negara sehingga kebijakan yang diambil dapat menguntungkan mereka. Akibatnya, aparat negara menjadi fasilitator bagi tindakan melawan hukum korporasi, berkolaborasi dalam pelanggaran yang mengancam kedaulatan negara.
Meski negara menganut sistem demokrasi, pengaruh kapitalisme ternyata begitu kental dalam proses pemerintahan. Para pelaku yang terlibat dalam kasus pagar laut ini umumnya adalah para pemodal besar yang mendukung pemerintah saat ini. Situasi ini menegaskan bahwa oligarki memiliki basis kekuasaan yang didukung oleh kekayaan yang sangat sulit untuk dilawan karena mereka terlindungi oleh aparatur Negara.
Kehidupan yang berfokus pada kapitalisme cenderung meminimalkan kesejahteraan yang seharusnya dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pertanyaannya, di manakah nilai-nilai kemanusiaan yang sering diusung dalam demokrasi dan Pancasila? Seakan-akan bertentangan dengan narasi bahwa demokrasi telah mampu mengubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik.
Islam menawarkan paradigma yang khas dalam pengaturan kehidupan manusia. Aturan yang datang dari Al-Khaliq ini memancarkan keindahan dan kebaikan, menciptakan keseimbangan bagi umat manusia di bumi.
Dalam sistem Islam, negara memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembangunan, bukan korporasi yang menentukan arah perkembangan. Selain itu, sistem ini juga memberikan batasan bagi industri swasta, sehingga peluang mereka untuk berkembang menjadi raksasa korporasi sangat kecil. Aturan mengenai permodalan, seperti larangan transaksi Ribawi dan perdagangan saham, menjadi landasan dalam menjaga keseimbangan.
Namun, bukan berarti industri swasta tidak dapat berkembang sama sekali. Justru, industri swasta masih memiliki ruang untuk tumbuh dalam skala kecil, dengan banyak unit usaha yang modalnya bersifat mandiri. Sistem pendanaan dalam Islam hanya memperbolehkan permodalan melalui syirkah dan menggunakan uang riil. Pendekatan inilah yang menghalangi industri swasta untuk tumbuh menjadi raksasa, dan menekankan pentingnya redistribusi kekayaan di tengah masyarakat, bukan mengakumulasi pada segelintir orang saja.
Mengutip pendapat ulama, Al-Mawardi menyatakan bahwa “Kekuasaan yang disertai dengan agama akan abadi, serta agama yang didukung oleh kekuasaan akan menjadi kuat”. Ia menegaskan pentingnya keberadaan negara Islam dalam melanjutkan misi kenabian, yaitu untuk memelihara dan mengatur dunia.
Dalam pandangan Islam, negara dan agama ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keberadaan negara sangat vital untuk menegakkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu, negara seharusnya tidak tunduk kepada kepentingan swasta; sebaliknya, negara harus berada di garda terdepan dalam pembangunan disegala aspek, baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun infrastruktur negara.
Negara yang menganut prinsip Islam wajib memastikan bahwa para pemangku jabatan terdiri dari orang-orang yang bertakwa dan tidak rakus terhadap dunia. Sifat serakah hanya akan menjadikan segala sesuatu diukur berdasarkan kepentingan duniawi. Ini sejalan dengan pesan Rasulullah SAW, “Dua ekor serigala yang lapar dilepaskan menuju seekor kambing, kerusakan yang ditimbulkan pada kambing itu tidak lebih besar dibandingkan dampak kerusakan pada agama seseorang yang disebabkan oleh ambisi terhadap harta dan kehormatan”(HR. al-Tirmidzi)
Pengawasan yang ketat dari negara terhadap pejabat dan harta mereka sangat penting untuk meminimalisir penyelewengan tugas. Rasulullah SAW, pernah memberhentikan Al-‘Alla’ bin al-Hadhrami, amilnya di Bahrain, setelah menerima aduan dari utusan ‘Abdul Qais.
Khalifah Umar bin Khattab juga memperlihatkan ketegasan dalam hal pengawasan, dengan memberhentikan Amr bin Ash, gubernur Mesir, setelah harta miliknya diaudit dan ditemukan kejanggalan. Semua ini hanya ada dalam penerapan sistem Islam kafah, yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan untuk seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya untuk pengusaha dan penguasa. [WE/IK].
Views: 11
Comment here