Oleh : Ananta Sari Ar Rosada
Wacana-edukasi.com — Djoko Tjandra, nama yang ramai diperbincangkan media masa akhir bulan Juli lalu. Wajahnya menghiasi layar kaca di setiap channel berita. Satu lagi Drama Kasus Korupsi yang melengkapi warna-warni penegakan hukum negeri ini. Ya. Penegakan Hukum di negari ini memang tak pernah becus menangani kasus. Kasus Korupsi Pengalihan Hak Tagih (Cessie) yang menyeret Djoko Tjandra, sama hal nya dengan kasus korupsi lain yang penuh permainan politik. 11 tahun menjadi buron, merugikan negara sebesar 940 miliar. Sontak membuat heboh rakyat di bumi Indonesia. Mari kita simak perjalanan salah satu buron legendaris ini.
Awal Perjalanan Kasus
Berawal di bulan Februari tahun 2000 ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat. (Harian Kompas 24/2 2000).
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah.
Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini. (Kompas.com)
Hilangnya Nama dari Red Notice Interpol
Hilangnya nama Djoko Tjandra dari Daftar Buronan Interpol inilah yang menjadi penyebab ia bisa keluar masuk Indonesia.
Pada 10 Juli 2009, Red notice dari Interpol terbit atas nama Joko Soegiarto Tjandra. Lalu muncullah permintaan DPO (Daftar Pencarian Orang) dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia terhadap Joko Soegiarto Tjandra pada 12 Februari 2015. Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Namun, pada 5 Mei 2020 terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa dari red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI. (Detik.com)
Perkara hilangnya nama Djoko Tjandra dari Red Notice Interpol ini, semakin membuat kasus ini terlihat memiliki hubungan dengan Pejabat dalam Negeri. Pasalnya, gegara kasus penghapusan nama Djoko Tjandra ini, muncul setidaknya empat rentetan kasus baru yang diduga melibatkan Jenderal Polisi, Jaksa, hingga Pengusaha.
Adanya Surat Jalan Palsu
Salah satu pemulus perjalanan Sang Buron Legendaris ini adalah Surat Jalan Palsu untuk pergi dari Jakarta ke Pontianak yang diterbitkan oleh Jenderal Polisi berbintang satu, Prasetijo Utomo.
Prasetijo juga diduga berperan dalam penerbitan surat bebas Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan serta diduga menghalangi penyidikan dengan menghilangkan sejumlah barang bukti.
Menurut Keterangan Polisi, Surat Jalan Palsu tersebut digunakan oleh Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking, mantan Kuasa Hukum Djoko Tjandra.
Dan ditangkapnya Djoko Tjandra pada Kamis (30/7/2020) oleh Bareskrim Polri di Malaysia setelah menjadi akhir perjalanan Drama Kasus Korupsi Sang Legenda.
Banyak komentar dari masyarakat yang mengelu-elukan sigapnya kerja Bareskrim Polri dalam Penanganan kasus Djoko Tjandra ini. Seakan-akan melupakan peran penting dari salah satu pihak polri yang telah memuluskan perjalanan sang buron. By the way, sudah menjadi tugas Polri juga untuk menjadi pihak menuntaskan perkara panjang ini. Penegakan hukum seperti inikah, yang bisa dibanggakan dari Penangkapan Buron setelah 11 tahun ia menghilang tanpa jejak?
Jika kita mundur kebelakang, banyak pula drama-drama kasus korupsi lain yang seperti ini. Koruptor-koruptor licin, yang berstatus buron, terdakwa hingga tahanan namun tetap asik bisa berjalan-jalan lihai. Yang tentu semuanya terkait pada permainan politik licik.
Bosan sudah, masyarakat ini disuguhkan berita-berita usang kehidupan politik di negara ini. Seperti tak pernah ada perbaikan untuk kasus-kasus yang pernah terjadi. Selalu berulang dan berulang lagi, bak kaset rusak yang dibiarkan berputar.
Apakah semua ini adalah kesalahan dari kurangnya integritas para penegak hukum, khususnya para penegak hukum kasus korupsi? Ataukah salah dari kurang tepatnya sistem negara ini sehingga terus melahirkan koruptor dan para penegak hukum yang tak punya integritas?
Sudah banyak terbukti bahwa sistem demokrasi negara ini yang memang tak layak pakai. Ideologi Kapitalisme yang menjadi pondasi dari sistem inilah yang mengakar pada pola pikir warga negaranya. Tak ada Makan Siang Gratis, bro. Harus selalu ada manfaat dibalik setiap perbuatan. Loe bayar, Gua Kasih.
Yah. Memang sudah saatnya kita mengganti sistem bobrok ini dengan sistem yang lebih baik, yang memberikan efek jera bagi para penjahat, yang melahirkan orang-orang hebat berintegritas tinggi untuk membela kebenaran, sistem yang mampu memberikan rasa Adil dan Tentram pada rakyatnya, yaitu sistem yang berasaskan Syariat Islam yang telah terbukti selama berabad-abad menjadi pengantar bagi negara adidaya khilafah.
Wallohoalam Bishowab
Views: 2
Comment here