Opini

Dunia Pendidikan Sedang Tidak Baik-Baik Saja

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Anisa Rahmi Tania

Wacana-edukasi.com, OPINI– Dunia pendidikan tengah goncang karena terkuaknya kasus demi kasus di berbagai universitas. Kasus tersebut tidak biasa, karena sampai menyebabkan mahasiswa yang mengalaminya melakukan bundir. Salah satunya terjadi pada seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis yang memilih mengakhiri hidupnya sendiri.

Dilansir dari laman media bbcnews.com (17/8/2024), Aulia Risma Lestari, seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Undip ditemukan tak bernyawa di kamar kosnya. Pada awalnya, teman dekat korban mencoba menghubunginya melalui ponsel dari pagi. Namun tidak ada jawaban. Akhirnya dia berinisiatif mendatangi tempat kosnya untuk memastikan. Saat sampai, pintunya dalam kondisi tertutup rapat, dia mencoba mengetuk beberapa kali namun tidak ada respon. Maka dipanggil tukang kunci dan baru diketahui korban sudah meninggal dunia.

Berdasarkan pemeriksaan korban diperkirakan telah menyuntikkan sendiri obat penenang dengan dosis tinggi. Di tempat kejadian polisi pun menemukan buku harian korban yang menceritakan masa sulit perkuliahan dan berbagai urusan dengan para seniornya.

Meski buku harian tersebut tidak bisa serta merta diasumsikan korban telah mengalami perundungan, namun ibunya sendiri sempat bercerita bahwa korban pernah curhat ingin resign karena beban kerja dan karena sikap dari seniornya yang dinilai keras.

Kasus bundir yang terjadi di kalangan mahasiswa tidaklah terjadi sekali ini. Sebelumnya pun media telah banyak memberitakan kasus demi kasus. Hasilnya sungguh mengkhawatirkan, di mana pada tahun 2019 saja penelitian yang dimuat di jurnal psikologi Intuisi menyebutkan 36 mahasiswa dari 62 peserta, artinya 58,1%. Sebagian besar mereka berusia 20 hingga 25 tahun, berasal dari Surabaya mengaku pernah mempertimbangkan untuk bunuh diri dan berupaya untuk bunuh diri. Latar belakangnya beragam, mulai dari tekanan, ekonomi, depresi, dan lain-lain.

Faktor Pemicu

Kejadian meninggalnya mahasiswa PPDS UNDIP memancing kalangan dokter bersuara. Banyak di antara mereka yang akhirnya bersuara tentang beratnya beban kerja seorang dokter spesialis. Dilansir dari media hariandisway.id (23/4/2024), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan 22,4 persen atau sebanyak 2.716 calon dokter spesialis di Indonesia mengalami depresi karena beban kerja yang berat. Data ini diambil dari hasil survey skrining kesehatan jiwa mahasiswa PPDS pada Maret 2024.

Pengakuan pun terlontar dari seorang mahasiswa Unair. Menurutnya pusat pelayanan kesehatan di Indonesia masih terbatas. Hal ini tidak seimbang dengan jumlah penduduknya yang besar dan pasien yang banyak. Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang belum memadai untuk mendukung efektivitas pengobatan pasien. Inilah yang mengakibatkan dokter kewalahan saat menghadapi pasien yang membludak.

Dokter PPDS bisa mulai bekerja dari Pkl. 06.00 dan baru selesai Pkl. 03.00 esok harinya. Karena harus menangani pasien operasi yang sangat banyak hingga mencapai 120 pasien. Terlebih seorang dokter harus benar-benar sigap dengan segala kondisi yang terjadi pada pasien sebelum tindakan operasi hingga pasien sadar dan diantar ke ruang perawatan.

Sementara pekerjaannya bukan hanya di Rumah sakit. Tetapi ketika selesai pun tetap harus belajar mengerjakan tugas ilmiah, paper, dan yang lainnya.

Tekanan lainnya adalah beban ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan keluarga, serta adanya perundungan.
Dengan pengorbanan yang demikian berat, para calon dokter spesialis ini tidak menerima gaji dari pemerintah.

Faktor pemicu lainnya maraknya perundungan. Tidak bisa dipungkiri, perundungan bukan hanya terjadi di sekolah dasar, SMP dan SMA. Tetapi juga marak terjadi di bangku kuliah. Inilah yang membuat banyak mahasiswa terkena gangguan mental.

Dunia Pendidikan Kehilangan Pijakan

Pendidikan seharusnya adalah lingkungan yang aman dari kekerasan fisik maupun verbal. Namun tidak begitu di era kapitalisme saat ini. Karena pendidikan pun menjadi bagian dari bisnis. Maka pijakan dunia pendidikan bukan lagi ilmu untuk memberikan manfaat pada masyarakat, tetapi uang.

Jika dilihat alur perjuangan untuk menjadi seorang dokter, tidaklah mudah. Ada beban kerja yang berat yang harus dilakukan. Ritme kerja yang padat bagi seorang calon dokter memang dibutuhkan karena nantinya harus menangani tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Sehingga pengalaman dengan banyak kasus dibutuhkan.

Akan tetapi, kondisi berat ini seharusnya bisa diringankan dengan peran dari negara. Yakni dengan memberikan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai. Karena tugas yang dilakukan oleh dokter adalah untuk kemashlahatan seluruh masyarakat.

Namun, apresiasi pemerintah pada calon dokter ini ternyata tidak banyak. Dengan beban kerja yang sangat berat mereka tidak diberikan kecukupan ekonomi bagi pendidikan dan keluarga mereka. Negara membiarkan mereka berjuang seorang diri.

Maka, tidak heran jika banyak Mahasiswa yang tertekan mentalnya saat menjalani perkuliahan. Satu sisi tertekan oleh tuntutan pembelajaran yang menguras pikiran. Di sisi yang lain harus memaksakan diri dengan tekanan tersebut karena terlanjur membayar dengan uang yang tidak sedikit. Ketika lulus pun persaingan kerja sangat berat.

Ditambah dengan tindakan perundungan yang terjadi di berbagai level pendidikan. Hal ini dikarenakan semakin pudarnya akidah atau pemahaman agama. Akidah Islam dalam sistem sekularisme yang menjadi asas kapitalisme, tidak dibiarkan menjadi landasan kehidupan. Bahkan dianggap bahaya.

Begitulah sistem ini akhirnya membuat pendidikan mempunyai image yang mengerikan. Mempunyai banyak ilmu tidak akan berarti di zaman sekarang tanpa adanya materi. Sehingga orang lebih mengutamakan mempunyai materi daripada ilmu. Di sisi lain mengejar ilmu pun membutuhkan uang yang tidak sedikit. Inilah kesalahan fatal sistem sekularisme kapitalisme. Dunia pendidikan seakan kehilangan pijakannya.

Islam Menjawab Persoalan Pendidikan dan Kesehatan

Islam sangat mendorong terwujudnya kemajuan ilmu dan teknologi. Apresiasi Islam pada kedua hal itu terlihat dari bagaimana Negara Islam memberikan pendidikan gratis bagi seluruh warga negaranya mulai dari pendidikan usia dini hingga kapan pun selama orang itu mau belajar.

Islam memandang pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Artinya negara harus menjamin semua masyarakat dapat menikmati fasilitas kesehatan dan pendidikan dengan mudah dan pelayanan maksimal. Sebagaimana Rumah Sakit Bimaristan di Damaskus. Rumah sakit ini berdiri pada masa Khalifah Al-Walid, Kekhilafahan Umayyah. Bangunannya begitu megah dan pelayanannya luar biasa hingga diakui dunia sebagai Rumah sakit terbaik di zamannya. Bahkan dari aspek pelayanan dianggap lebih baik dibanding rumah sakit modern. Dengan pelayanan terbaik tersebut, semuanya bisa dinikmati secara cuma-cuma alias gratis. Semua lapisan masyarakat dapat datang berobat tanpa rasa khawatir.

Bukan hanya masyarakat yang berobat dibuat nyaman dan senang. Namun juga para dokter dan staf kesehatan yang bekerja. Negara khilafah memberikan gaji sekitar 50-750 US dolar. Angka yang besar kala itu, apalagi untuk kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan, kesehatan maupun pendidikan sudah dijamin oleh negara (ath-thayyibah 2020).

Sementara untuk para pelajar, Khilafah pun tidak segan memberikan perhatiannya yang luar biasa. Untuk para guru saja negara memberikan gaji 15 dinar setiap bulannya yang setara sekitar 30 juta. Perpustakaan terbuka kapan saja tanpa ada batas pinjaman buku. Serta tanpa harus ada jaminan. Seluruh masyarakat bisa menikmati pendidikan tanpa memikirkan biaya yang akan mendatangkan tekanan pikiran. Mental masyarakat pun akan kuat karena binaan di sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum dengan dasar akidah Islam. Begitu pula dengan edukasi di berbagai media dan majelis-majelis ilmu. Sehingga keimanan akan terus dikokohkan.

Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here