Syiar IslamTabligul Islam

Duo Kesatria dan Gubuk Rerumputan Ilalang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Umi Rizkyi 

(Pegiat Literasi, Perindu Janah)

Wacana-edukasi.com — Inilah kisahku dan kalian berdua. Tiga tahun selisih umur mereka dilahirkan. Ketika banyak ujian dan cobaan yang datang menghadang, kucoba tetap tegar dan bertahan. Keduanya terlahir di dua tempat yang berbeda, tetapi dalam kondisi tempat tinggal dan suasana yang sama. Walau tak sepenuhnya sama adanya.

Kakak dari kecil terlahir di desa, sejak usia sebulan ia kuajak merantau ke hutan. Di sana hanya empat kepala keluarga yang tinggal. Kala itu listrik pun belum ada, masih menggunakan lampu dari minyak tanah. Jauh dari desa, jalan yang hanya setapak. Jika musim hujan, tentu tak beda sawah dengan jalan.

Alhamdulillah, Kakak dari kecil jarang sakit. Namun, sekali sakit pasti panas tinggi dan senantiasa merintih ketika tidur. Berobat pun jauh dan kadang terkendala biaya juga. Walau hanya sekadar untuk beli bensin dan biaya periksa dirinya. Namun ia selalu aktif dan penuh taat kepada kami selaku orang tuanya. Shalat, belajar puasa, berbicara saleh, sopan, dan cepat kagum akan segala sesuatu yang baru.

Tinggal di hutan dan tak ada teman bermain kecuali saudara yang sesekali main ke gubuk kita. Setiap ikut kajian pasti rebutan sesuatu dengan temannya. Heboh dan seru pokoknya. Hari-hari penuh sukacita bersamanya Kakak.

Gubuk pun dari rerumputan ilalang, dinding dari bambu, lantai alami yaitu tanah. Tak jarang jika hujan tempat tidur dan tikar harus dilipat agar tidak basah karena bocor atap dari ilalang. Ketika kemarau, suasana dingin menusuk tulang dikarenakan dinding dari anyaman bambu yang tidak rata. Namun alhamdulillah, kami tetap bersyukur.

Beda dengan adiknya, sejak hamil sampai melahirkan memng tinggal di hutan itu. Di gubuk mungil kami yang penuh cerita dan romansa kala itu. Alhamdulillah sudah ada listrik, kami semua yang tinggal di sana memutuskan untuk membeli listrik sehingga tidak pakai lampu dari minyak tanah lagi.

Adapun tipe Adik, ia suka kagetan. Suara keras sedikit kaget. Ada yang negur tanpa sepengetahuannya pun kaget. Ia pun lebih sering sakit dibanding Kakak. Kaki dan tangannya memiliki tipe kulit yang sensitif. Jadi cepat gatal dan jika digaruk akan luka dan lama untuk sembuh. Terkadang sampai bengkak dan bernanah.

Duh … rasanya aku sebagai ibu tidak terbayangkan betapa nyeri dan sakitnya. Kalau sudah seperti ini, selalu minta digendong seharian. Hingga tak jarang pekerjaan rumah yang lainnya terlupakan. Aku fokus untuk merawat dan menjaga Adik. Hal ini tidak sekali dua kali saja, bahkan sekarang pun masih begitu.

Ketika main air dicampur tanah, atau main pasir, atau tanah, mungkin juga ikut ke sawah, ke ladang, pokoknya yang memicu ia gatal pasti kambuh lagi. Namanya anak kecil, diminta jaga kebersihan, juga belum mau dan belum bisa. Tahunya senang dalam bermain dan bisa berkarya.

Ujian di kala musim penghujan, sungguh penuh dengan perjuangan. Jalan yang tak ada bedanya antara jalan dengan sawah sungguh menguji kesabaran dan keikhlasan hati untuk melaluinya. Hampir mati roda kehidupan. Makan hanya hasil bercocok tanam. Belanja harus digunakan untuk stok satu pekan ke depan.

Satu kisah yang tak bisa kami lupakan, ketika musim penghujan tiba dan ada jadwal untuk mengkaji Islam, kami harus berjuang lebih keras lagi. Harus mengumpulkan keikhlasan dan kesabaran yang luar biasa. Bapaknya mengendarai sepeda motor dan aku harus menggendong kedua buah hati.

Jalan yang basah, becek, licin, berlumpur, dan tak mungkin menggunakan alas kaki. Sehingga sesekali berhenti untuk menarik napas, sedangkan suamiku sesekali memberhentikan sepeda motor karena lumpur dan tanah yang ada di roda mengakibatkan motor total tidak bisa berjalan dan harus dibersihkan.

Belum lagi kalau hujan pun turun, sungguh duo kesatriaku semakin membuat kami semakin semangat dan tetap berada dalam jalan kebenaran yaitu Islam. Mereka kepanasan, kehujanan, petir, kadang juga badai pun menghampiri. Justru inilah yang semakin menguatkan dan mengokohkan diri kami untuk tetap bertahan dan Istikamah di jalan Islam.

Alhamdulillah qadarrallah, dengan berjalannya waktu kami bisa pindah ke desa. Diberi rumah oleh orang tuaku. Sehingga bisa memperbaikinya. Walau belum mencapai impian dan harapan, tetapi setidaknya tidak tinggal di gubuk yang beratapkan rerumputan ilalang dan berdinding bambu lagi.

Dengan begitu, harapan kami sebagai orang tuanya berharap duo kesatria ini sebagai insan yang ihsan, bertakwa, taat agama, senantiasa menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, pejuang Islam kafah. Sehingga layak jadi duo kesatria perindu surga. Aamiin.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here