Oleh Isnawati
(Muslimah Penulis Peradaban)
Wacana-edukasi.com — Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha, mengkritik wacana Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP untuk transgender. “Jika rencana itu direalisasikan dikhawatirkan ada upaya-upaya tertentu yang mengarah kepada pelegalan LGBT. Ini mengarah ke pengesahan atau legalitas bagi apa yang kaum LGBT sebut sebagai jenis kelamin _non-binary,_” ujar Thaha dalam keterangan tertulis. (IndonesiaInside.id, Selasa, 27/4/2021).
Banyak pihak berupaya meyakinkan publik bahwa pembuatan E-KTP transgender dalam pencatatan administrasi kependudukannya hanya tercatat dua jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Para transgender ini akan dicatat sesuai jenis kelamin aslinya, tetapi jika ada perubahan harus diubah berdasarkan penetapan pengadilan.
Dasar hukum yang digunakan untuk memberikan kemudahan E-KTP bagi kaum transgender adalah UU nomor 23 tahun 2006 tentang Adminduk bahwa semua penduduk WNI harus didata juga punya KTP, Kartu Keluarga, agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, seperti BPJS dan bantuan sosial.
Kebijakan E-KTP Kesalahan dalam Memahami Masalah
Kebijakan dalam mempermudah pembuatan E-KTP bagi transgender (yang merupakan bagian dari LGBT) adalah kebijakan yang menyesatkan. Pelayanan ini diberikan dengan tujuan agar para transgender tidak merasa didiskriminasi. Padahal hal itu menjadi awal kesalahan dalam memahami suatu fakta. Sebab realitanya pembuatan E-KTP itu sendiri bertujuan memberikan keterangan atas identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan.
Kartu E-KTP yang diterima para transgender merupakan bukti bahwa keberadaannya diakui oleh negara. Sebenarnya fakta dari banyaknya jumlah waria menunjukkan bahwa identitas transgender sudah dilegalkan dan dianggap sebagai LBGT yang sah atau diakui.
*Islam Mengharamkan Transgender atau Waria*
Penolakan yang dilakukan banyak pihak terkait pemberian pelayanan E-KTP pada waria atau transgender bukan karena masalah identitas saja. Hal ini juga menyangkut hukum atau peraturan dalam kehidupan beragama dan umum. Misalnya dalam kehidupan beragama ada pengaturan pernikahan bagi laki-laki dan perempuan dengan jelas, terkait hukum perwalian juga hak waris. Berkaitan dengan kehidupan umum dalam memasuki toilet tentu harus berdasarkan jenis kelamin masing-masing.
Peraturan-peraturan ini berusaha disingkirkan bahkan dihilangkan dengan dalih memberikan keadilan bagi semua rakyat. Padahal penerapan keadilan bisa berjalan jika meletakkan semua perbuatan pada posisinya tanpa ada kepentingan pribadi atau golongan. Melalui E-KTP kebebasan dalam konsep hak asasi manusia berusaha dipaksakan dengan mengabaikan sisi agama dan budaya dalam bernegara.
Sekularisme kapitalisme memberikan perlindungan kebebasan pada semua aspek kehidupan, termasuk memilih jenis kelamin. Akal dan untung rugi menjadi pertimbangan dalam menggapai tujuan walaupun harus menghancurkan martabat sampai pada titik terendah.
Rendahnya martabat manusia karena meninggalkan Al-Qur’an dan As-sunah yang merupakan sumber hukum, termasuk cara memandang transgender dalam bermasyarakat dan bernegara. Bagaimana bisa negeri yang mayoritas muslim harus hidup berdampingan dengan para waria atau transgender yang nyata-nyata haram keberadaannya.
Berbeda dengan cara pandang dalam Islam, jenis kelamin dalam
Islam hanya ada dua yaitu laki-laki dan perempuan tidak ada waria atau transgender. Perubahan yang ditampakkan dari cara berhias, berpakaian, berbicara merupakan cara untuk melawan kodrat yang mengundang laknat Sang Pencipta. Waria atau transgender dalam hukum Islam disebut dengan istilah _mukhannats_ berbeda dengan _khuntsa_ yaitu orang yang memiliki dua alat kelamin.
Transgender atau waria hukumnya haram karena perempuan menyerupai laki-laki atau laki-laki menyerupai perempuan. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis Abu Hurairah ra, “Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Ahmad).
Peran negara sangatlah dibutuhkan sebagai penjaga akidah umat. Edukasi bahwa waria atau transgender telah merusak tatanan beragama harus disampaikan. Sembari menutup semua konten-konten porno aksi dan pornografi yang mengundang syahwat menjadi liar. Mengarahkan dan memaksa waria atau transgender untuk kembali pada fitrahnya dan bertobat. Bukan semakin memberikan legalitas pada kemaksiatan. Bahkan para waria atau transgender dan LGBT harus diberikan sangsi jika tidak mau bertobat dengan diasingkan agar tidak memberikan pengaruh negatif kepada masyarakat luas.
Dalam negara khilafah para transgender, LGBT akan dikenakan hukum takzir, sanksi yang diserahkan pada khalifah. Syariat Islam dalam khilafah akan menjaga akal agar senantiasa terjaga. Keberlangsungan hidup laki-laki dan perempuan dalam memenuhi naluri berkasih sayang diikat dalam ikatan pernikahan.
Keberkahan bernegara terwujud dalam individu-individu yang bertakwa, masyarakat yang saling mengawasi agar selalu dalam keimanan dan negara yang senantiasa menegakkan syariat-syariat Islam untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
QS. Al-A’raf Ayat 96:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”_
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 48
Comment here