Oleh Afifa Afnan
Wacana-edukawi.com — Suara azan subuh terdengar, aku pun bergegas bangun dari tidur. Kuambil air wudu kemudian melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim.
“Adzhibil ba’sa allahumma rabban naasi wasyfii anta syaafi laa syifaa’a illa syifaa’uka syifaa’an laa yughaadiru saqma. Hilangkanlah rasa sakit, Ya Allah Rabb manusia, sembuhkanlah, sesungguhnya Engkau Zat yang Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit.” (HR. Bukhari no. 5309).
“Allahuma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa. Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah.”
“Rabbana aatinaa fid-dunyaa hasanatan wa fil ‘aakhirati hasanatan waqina ‘adhaban-naar. Ya Allah Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksaan api neraka.”
“Subhaana rabbika rabbil ‘izzati ‘ammaa yasifuun, wa salaamun ‘alal mursaliin, wal hamdulillaahi rabbil ‘alamiin. Mahasuci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Aamiin Yaa Rabbal’alamiin.”
Kuawali hari ini dengan deretan doa pada Allah Ta’ala.
Alhamdulillah semalam Atalah tidak rewel, mungkin sudah minum obat kemarin dari puskesmas. Begitu pun Amirah. Kupandangi wajah mereka berdua dengan saksama. Tersirat rasa pedih dan kecewa, di usia mereka sekarang seharusnya dibesarkan oleh sosok seorang ibu. Namun apa mau dikata, sosok ibu itu telah tega meninggalkan mereka begitu saja. Hanya demi mengejar materi, yang dipikirnya itu akan membawa dia pada kebahagiaan yang hakiki.
Biarlah aku yang akan menggantikan sosok ibu itu sekaligus menjadi bapak mereka. Amirah dan Atalah kedua anakku, yang telah Allah amanahkan pada diri ini. InsyaAllah akan aku jaga baik-baik titipan-Mu.
Pagi ini aku memasak mi rebus dan telur ceplok untuk putri cantikku. Sedangkan si bungsu aku mencoba memberikan susu formula, kemudian mengecek suhu tubuhnya.
Alhamdulillah, sudah turun demamnya, batinku.
Hari ini aku berencana untuk mencari pekerjaan, karena persediaan uangku hampir menipis. Kemarin sudah dibayarkan untuk kamar koskosan, dan beli susu serta beberapa mi, telur, dan sedikit jajanan untuk si salihah Amirah.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar.
“Amirah salihah Bapak, kamu nanti tunggu dulu di sini ya, Bapak mau cari pekerjaan. Mira nanti Bapak titipkan sebentar pada Bu Mita.”
Amirah mengangguk.
Aku pun keluar untuk menitipkan Amirah, tak disangka Ibu Nia yang kamarnya berhadapan dengan kamar kami tahu akan kondisiku yang akan mencari pekerjaan. Dia menawarkan untuk mengasuh Atalah, katanya dia sendirian kalau anaknya bekerja dia tidak ada kerjaan. Maklumlah dia tinggal berdua di koskosan itu dengan anak semata wayangnya.
“Alhamdulillah, terima kasih, Bu. Saya titipkan Atalah kalau begitu. Biarlah Amirah main di sini saja sembari mengasuh adiknya juga,” jawabku pada Ibu Nia.
+++
Aku mendapat pekerjaan lagi di sebuah pabrik rumahan. Pabrik roti dan donat “Hommy”. Aku bersyukur sekali walaupun gajinya tidak sebesar sewaktu aku bekerja di pabrik yang dulu. Sebab, tempatnya tidak terlalu jauh dari koskosan, setiap jam istirahat sekitar jam 12-13 siang aku pulang dulu ke koskosan untuk makan siang dan mengecek kondisi Amirah dan Atalah.
Terima kasih, Yaa Allah, akhirnya aku mempunyai pekerjaan juga. Banyak orang yang menyayangi anak-anakku, sehingga aku bisa menitipkan mereka di saat aku sedang bekerja, gumamku dalam hati.
(Bersambung)
Views: 3
Comment here