Opini

Edukasi Utuh untuk Pernikahan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sunaini, S.Pd. (Aktivis Muslimah

Wacana-edukasi.com — Menikah itu ibadah. Bahkan dikatakan pula sebagai penyempurna agama, tentunya untuk pemeluk agama Islam. Kenapa tidak, sebab segala aktivitas di dalam kehidupan rumah tangga yang di dasari ketaatan kepada Allah Swt. akan mendapatkan pahala di sisi-Nya. Lalu, bagaimana dengan aturan pernikahan saat ini?

Sebagaimana dilansir dari laman m.mereka.com (11/02/2021), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mencegah pernikahan dini. Beliau pun merasa yakin dengan bersama-sama melakukan pencegahan pernikahan dini, mampu mengatasi persoalan-persoalan bangsa.

Menyikapi pernyataan menteri PPPA di atas. Apakah benar pernikahan dini adalah faktor utama yang menjadi penyebab persoalan anak bangsa? Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar. Kenapa tidak, persoalan remaja labil, baik laki-laki maupun perempuan bukan disebabkan oleh pernikahan dininya.

Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan pada anak-anak, di antaranya:
Pertama, disebabkan oleh lingkungan keluarga yang tidak nyaman dan kurangnya didikan agama. Sehingga anak mencari kesenangan diluar yang mengantarkan anak kepada pergaulan bebas.

Kedua, pengaruh paket data. Apa pun bisa diakses anak-anak tanpa batas. Misalnya melihat tayangan amoral. Jika hal ini tidak diatasi maka akan menimbulkan kecanduan dan kemunduran cara berpikir. Menurunnya tingkat kreativitas. Anak muda adalah harapan bangsa kini berubah menjadi persoalan bangsa.

Ketiga, difasilitasinya tempat hiburan. Kerap sekali masyarakat bahkan pemerintah abai terhadap hal ini. Misalnya diciptakan hari kasih sayang bagi muda-mudi yaitu “V-Day” yang dilangsungkan setiap bulan Februari. Hal inilah pemicu kehancuran anak bangsa. Hilang kendali, bahkan menjadikan momen ini sebagai pesta mabuk dan seks.

Setidaknya itulah beberapa penyebab yang harusnya menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah untuk mengentaskan persoalan anak bangsa dan perempuan.

Bagaimana Islam memandang pernikahan dini?

Menikah dapat diartikan menyatukan sepasang insan yaitu laki-laki dan perempuan dalam ikatan suci. Melalui akad nikah yang sakral. Dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Begitu luar biasanya tujuan pernikahan dalam Islam. Senyumnya suami dan istri saja mendapatkan pahala. Masyaallah.

Tentu untuk menikah membutuhkan edukasi yang utuh kepada calon mempelai. Tidak cukup dengan gambaran senangnya saja. Edukasi itu dimulai dari keluarga sebagai orang terdekat. Memahamkan nilai-nilai agama. Yaitu mengedukasi anak-anak yang sudah aqil balig. Aqil artinya mampu membedakan perbuatan baik dan buruk. Balig artinya untuk perempuan sudah mengalami menstruasi sedangkan untuk laki-laki sudah mengeluarkan mani (mimpi basah). Maka perlu dijelaskan kepada anak-anak yang sudah mencapai masa aqil balig untuk menjaga pandangan, tidak berikhtilat (bercampur baur) dengan yang bukan mahram. Apalagi berkhalawat (berdua-duaan dengan pasangan). Jika anak-anak sudah dibekali dengan pemahaman ini maka akan berbeda sikap dengan anak yang polos tanpa pengetahuan agama.

Setelah itu mengedukasi masyarakat dengan tujuan tidak menjadikan anak yang menikah pada usia aqil balig sebagai bahan bincangan di kedai kopi atau di tempat jualan sayur.

Perlu menjadi perhatian untuk anak-anak yang menikah di usia muda. Ketika sudah menamatkan pendidikan setara jenjang SMP bahkan SMA. Jika gejolak untuk menikah sudah ada, memilihkan pasangan dengan penilaian utama adalah lelaki/perempuan yang paham agama, kedudukan dan harta adalah penunjang untuk mencapai kehidupan rumah tangga sakinah, mawadah, dan warahmah.

Untuk anak laki-laki, jika syahwat sudah muncul dianjurkan untuk berpuasa sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: “Kami bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah)

Maka dari itu, Islam telah memberikan solusi yang tuntas untuk pernikahan. Pernikahan itu adalah anjuran menyempurnakan agama. Jika kematangan seksual dan kematangan mental (kesiapan pemahaman kehidupan berkeluarga) sudah dikuasainya maka disegerakan untuk menikah. Menikah adalah perisai untuk melindungi kaula muda dari perbuatan zina dan menjaga kemuliaan wanita. Oleh sebab itu, hendaknya aturan Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh). Tidak hanya melihat dari sudut pandang pemberdayaan perempuan. Yang menjadikan perempuan sebagai alat ekonomi yang jauh dari kemuliaan.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here