Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim
wacana-edukasi.com, OPINI– Baru-baru ini, kembali kita dihadapkan pada fakta miris yang menimpa anak negeri. Bocah kelas 2 SD di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang berinisial MHD, dikabarkan meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin, 15 Mei 2023. Kakek korban, HY mengatakan, usai kejadian yang terjadi di sekolah itu, cucunya yang baru berumur 9 tahun tersebut sempat mengeluh sakit. Korban memaksa tetap masuk sekolah meski dalam keadaan sakit.
Namun malang, saat itu korban kembali dikeroyok oleh kakak kelasnya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, kelas 5 SD, bahkan ada yang masih kelas 2 SD. Akibat dari pengeroyokan terakhir, korban dilarikan ke RS Primaya pada Rabu 16 Mei 2023 akibat mengalami kejang-kejang dan kritis, dan kembali ke pangkuan Ilahi pada Sabtu, 20 Mei 2023 (Bandung.kompas.com 20/05/2023).
Kasus yang terjadi pada MHD kali ini, semakin menambah pilu dan menambah daftar panjang korban tindak kekerasan serta bullying dari kalangan anak-anak. Fakta ini menunjukkan bahwa kasus bullying masih menjadi ancaman yang mengintai anak negeri, yang harusnya menjadi perhatian serius dari para pemangku kebijakan pendidikan. Realitanya, bukan hanya di negeri ini, fenomena bullying sudah menjamur di negara-negara maju seperti Inggris, Jepang, dan Korea Selatan. Lantas apa yang meneyebabkan fenomena bullying di kalangan anak-anak kian hari semakin marak terjadi?
Faktanya, jika kita cermati bersama, ada banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus bullying hingga menimbulkan korban jiwa. Mulai dari kurikulum pendidikan, pola asuh di keluarga, kebiasaan di masyarakat, hingga tontonan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak.
Kurikulum pendidikan anak saat ini, pada hakikatnya hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademik. Nilai-nilai agama dan norma yang seharusnya ditanamkan justru tidak diutamakan. Begitu pula halnya dalam lingkup keluarga kecil. Sebagian orang tua tidak mendidik anak-anaknya dengan standar agama. Hingga akhirnya anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, egois, dan miskin empati.
Para pemegang kebijakan juga belum terlihat menerapkan solusi dan pengawasan yang efektif untuk menghadapi lingkungan sosial remaja yang hedonis. Tontonan yang berpotensi menjadi sumber inspirasi kekerasan pun sangat mudah diakses dan beredar luas tanpa ada pengawasan dari negara. Kehidupan yang tidak sehat inilah yang membuat kasus bullying makin marak dan makin sadis hingga membuat kita bergidik ngeri. Bahkan sudah marak terjadi dikalangan anak-anak mulai dari tingkat sekolah dasar. Bagaimana mungkin anak-anak yang tampak masih polos, bisa menghilangkan nyawa teman seusianya dengan begitu mudah?
Lantas, suka atau tidak, inilah gambaran nyata kehidupan kita hari ini yang diatur oleh sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (sistem sekularisme). Inilah efek domino yang ditimbulkan ketika hukum buatan manusia diterapkan. Maka, sudah seharusnya kita mencari solusi alternatif yang terbukti mampu melahirkan generasi-generasi terbaik. Solusi alternatif ini tidak lain ialah kembali pada sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan semesta, yakni sistem Islam yang disebut dengan Khilafah.
Khilafah adalah negara yang berlandaskan atas asas syariat Islam Kaffah. Landasan setiap perbuatan rakyat yang hidup di bawah naungan Khilafah adalah keimanan dan hukum syariat. Maka ketika syariat mengatakan bahwa bullying adalah perbuatan dosa karena termasuk perilaku jahat dan tindakan sadis kepada sesama manusia, maka semua warga negara baik pemuda dan orang tua pun akan menjauhinya karena dorongan keimanan.
Allah berfirman dalam Qur’an Surah al-Hujurat ayat 11 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, karena boleh jadi perempuan itu lebih baik…”
Pemahaman dan sikap seperti itu tentu tidak hadir secara otomatis dengan sendirinya. Banyak upaya yang harus dilakukan agar pemahaman (mafahim), tolak ukur (maqayis) dan penerimaan (qanaat) masyarakat terutama anak-anak, sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Upaya ini pun tidak lantas dibebankan kepada individu atau keluarga saja, tetapi hal ini pun turut menjadi perhatian negara.
Syariat Islam memerintahkan agar keluarga sebagai benteng pertama untuk mendidik anak-anak dan membentuk karakternya sesuai dengan syariat Islam.
Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap. Sebab tidak sedikit kasus bullying yang telah terjadi juga dipicu akibat dari anak-anak yang terbiasa melihat adegan kekerasan di dalam rumah.
Lalu, dalam kehidupan bermasyarakat, Islam memerintahkan agar mereka senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Di bawah sistem pemerintahan Islam (Khilafah), masyarakat akan memiliki kepekaan sehingga tidak segan-segan untuk saling menasihati mengajak pada kebaikan dan mencegah tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan sekitarnya. Karena itulah di dalam khilafah, semua bibit pelanggaran syariah mudah dideteksi, sebab masyarakat akan bertindak cepat untuk melapor kepada pihak berwenang tanpa harus menunggu kasus menjadi viral atau setelah terjadi keburukan hingga memakan korban jiwa.
Sebagai negara, tentu khilafah memiliki banyak instrumen untuk menjaga warga negaranya. Salah satunya dengan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis aqidah Islam. Dengan demikian terwujudlah individu beriman berakhlak mulia dan terampil di semua lapisan sejak usia anak-anak hingga dewasa. Sehingga dengan adanya sistem ini, tentu akan menutup celah kasus bullying di manapun termasuk di lingkungan sekolah.
Kemudian tidak hanya itu, negara juga akan membatasi konten media yang berbau adegan kekerasan, pembunuhan, pornografi, dan sebagainya. Kebijakan ini akan menghilangkan sumber inspirasi tindak kekerasan sehingga dapat menekan fenomena kekerasan dan juga bullying.
Maka pada akhirnya, permasalahan yang kita hadapi hari ini memerlukan sinergitas baik dari orang tua, guru, masyarakat dan juga negara. Hanya saja, sinergitas secara total ini tentu akan bisa terwujud jika sistem kehidupan yang kita terapkan dalam bermasyarakat dan bernegara, berada di bawah sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah.
Views: 56
Comment here