wacana-edukasi.com– Langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusung lima program Ekonomi Biru pada tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia, mendapat apresiasi dari Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Pujian tersebut disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi dalam surat resminya kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Jakarta beberapa waktu lalu (insidepontianak.com 23/09/2022).
“Ini baik sekali dan menjadi bukti bahwa program Ekonomi Biru yang kita usung sudah tepat untuk menjaga keberlanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Menteri Trenggono dalam siaran resmi KKP, Jumat (23/9/2022). Pujian ini hanya lip servis terhadap Indonesia, pasalnya Indonesia dan ASEAN bukannya mandiri tetapi mengikuti arah program asing, dan asing (kapitalis) yang banyak meraih keuntungan, apalagi Asean dan Indonesia punya nilai strategis wilayah yang dikelilingi laut dan potensi kelautan yang besar, siapa yang mengeruk keuntungan tsb, sedangkan asean dan Indonesia masih dalam lingkaran problem kemiskinan, narkoba dan SDM yang rendah kualitas, apalagi dalam pengelolaan laut yang lemah, bahkan sangat mudah selama ini banyak di jarah asing??
Visi besar Poros Maritim Dunia tampaknya tidak akan lebih dari sekadar bumper ekonomi bagi G20. Kita ketahui, G20 sendiri dicanangkan sebagai katalis pemulihan ekonomi global yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Kita bisa mengukur, sejauh ini ekonomi negeri kita makin liberal. Kapitalisme dengan jejaring oligarki di dalam negeri telah begitu serampangan “mengendalikan” arah ekonomi negara ini atas nama kepentingan mereka sendiri, alih-alih atas nama rakyat.
Buktinya, lahirnya sebuah Perpres pun ternyata tidak lepas dari pengaruh forum-forum asing. Walhasil, di tingkat lokal tentu tidak akan jauh-jauh dari penciptaan berbagai proyek ekonomi yang akan menjadi hajatan oligarki. Labelnya saja yang tampak mentereng dengan istilah Poros Maritim Dunia, tetapi sejatinya polanya tiada beda dengan pesanan asing yang diinfiltrasikan untuk dilaksanakan di negeri ini dengan rezim penguasa sebagai fasilitatornya.
Pada COP26 2021 lalu saja, Indonesia bersama negara-negara Archipelagic and Island States (AIS) Forum menyerukan pentingnya keterkaitan antara laut dan perubahan iklim. Perihal ini, negara-negara kepulauan dan negara-negara pulau kecil pun ditargetkan dapat menjadi bagian dari solusi global.
Sebagai negeri muslim, hal tersebut tentu tidak layak terjadi di Indonesia. Oleh karenanya, negeri ini membutuhkan kedaulatan hakiki yang bersumber dari ideologi sahih untuk menentukan arahnya sendiri. Bumi ini milik Allah, laut milik Allah, Indonesia pun milik Allah. Sangat tidak layak jika aturan yang diterapkan di negeri ini ternyata bukan aturan Allah.
Sungguh, Poros Maritim Dunia hanyalah label yang menampilkan penjajahan pesisir/laut agar penjajahan itu tersamarkan dan seolah terlihat manis. Dampak imperialismenya tidak kalah merusak dibandingkan sektor lain yang telah terjajah dan tereksploitasi. Bagaimanapun, kapitalisme beserta semua derivatnya adalah ide rusak dan merusak. Tidak layak diambil, apalagi diterapkan.
Sabrina
Pontianak Kalbar
Views: 16
Comment here