Wacana-edukasi.com — Predikat manusia sebagai makhluk yang tidak pernah merasa puas tampak benar adanya. Harta tidak menjamin kebahagiaan juga ungkapan yang tepat. Hal tersebut digambarkan oleh kasus yang baru-baru ini terjadi dan berhasil menyedot perhatian masyarakat.
Diberitakan bahwa pasangan suami-istri yang merupakan publik figur keluarga pejabat dan konglomerat berinisial RA dan AAB telah ditangkap polisi dengan dugaan kasus penyalahgunaan narkoba.
Dalam penangkapan tersebut ditemukan barang bukti berupa satu klip sabu seberat 0.78 gram dan satu buah alat hisap atau bong. (Tribunnews Jakarta, 12/7/21)
Dua pesohor tanah air tersebut mengaku memakai sabu lantaran tertekan oleh banyaknya pekerjaan di masa pandemi yang tak kunjung usai. Hal tersebut jelas menjadi perhatian bagi sebagian kalangan masyarakat. Khususnya masyarakat kalangan menengah ke bawah.
Pasalnya, mereka yang dikenal sebagai keluarga pengusaha sukses di negeri ini tentu kehidupannya bergelimang harta. Namun, mereka masih merasa tertekan oleh pekerjaan di masa pandemi. Lalu, bagaimana dengan nasib masyarakat kalangan menengah ke bawah yang untuk makan saja susah?
Seperti diketahui, sejak pandemi terjadi telah memorak-porandakan perekonomian negeri ini. Banyak masyarakat kehilangan pekerjaan dan beberapa sektor ekonomi lumpuh akibat pandemi. Apakah masyarakat tidak lebih tertekan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka?
Di saat masyarakat kalangan menengah ke bawah mengalami berbagai kesulitan ekonomi akibat kehilangan pekerjaan dan matapencaharian di masa pandemi, tetapi justru ada kalangan yang merasa tertekan oleh banyaknya pekerjaan yang harus dihadapi. Kalangan tersebut adalah kalangan pengusaha kaya raya yang bergelimang harta.
Hal ini menunjukkan bahwa perputaran materi di era Kapitalisme saat ini telah didominasi oleh kalangan tertentu. Sesuai dengan namanya, kapitalisme dikuasai oleh orang-orang bermodal. Hanya kaum kapital yang lebih diuntungkan dan menguasai perputaran harta dalam sistem ekonomi kapitalis.
Hampir seluruh sektor ekonomi membutuhkan modal untuk menjalankannya. Tak ayal, kalangan menengah ke bawah yang tak bermodal hanya mampu sebagai buruh bagi kaum pemodal. Hal ini menyebabkan perputaran harta tidak merata sehingga menyebabkan ketimpangan ekonomi yang tajam. Istilah yang tepat untuk menggambarkan ketimpangan ekonomi antarmasyarakat atas dan bawah yaitu, bagaikan langit dan bumi.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam tidak akan terjadi ketimpangan ekonomi seperti saat ini. Sebab, distribusi harta tidak hanya berkutat pada sekelompok orang saja. Jadi, dari segi materi Islam punya mekanisme distribusi yang ciamik sebagai berikut:
1. Di ranah masyarakat ada tuntunan untuk saling tolong menolong dan memastikan kebutuhan saudaranya tercukupi. Jika saudara sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok saudaranya, maka pemenuhan tersebut menjadi tanggung jawab negara.
Rasulullah Saw. bersabda: “Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang. Sedang tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.”
2. Ada mekanisme sedekah, wakaf, zakat, dll
3. Ada baitul mal yang mendistribusikan harta. Jadi, ketika ada orang yang kekurangan harta bisa langsung minta ke baitul mal. Bahkan, dulu para ulama yang menuntut ilmu ke berbagai negeri tinggal minta ke baitul mal untuk biaya hidupnya.
4. Terjaminnya kebutuhan pokok oleh (pendidikan ,kesehatan, dll) oleh negara. Jadi, masyarakat tidak akan tertekan memikirkan rasa khawatir akan kekurangan.
Semua pengaturan di atas ini disokong oleh sistem ekonomi Islam yang kuat dan mandiri. Sebab, semua itu tak akan terwujud jika negara masih bergantung pada utang luar negeri dan berada di bawah kendali negara lain seperti dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini.
Semua aset negara dan SDA harus dikelola oleh negara secara mandiri karena haram menyerahkan pengelolaannya pada perusahaan maupun individu. Dengan begitu, seluruh pendapatan dari pengelolaan tersebut akan mampu mencukupi kebutuhan rakyat, sehingga tekanan ekonomi tidak akan dirasakan. Inilah bukti, bahwa ekonomi optimal hanya akan mampu diwujudkan dalam sistem ideal yakni Islam.
Nusaibah Al Khanza
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Views: 2
Comment here