Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– International Collaboration Conference on Islamic Economics (ICCEIS) yang diselenggarakan secara hibrida di Auditorium, G6, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Kampus Ketintang, UNESA, pada 9—10 Agustus 2023 menghadirkan sejumlah pakar dari luar negeri. Acara tersebut membahas mengenai keuangan syariah, industri halal, pendekatan studi ekonomi syariah hingga kolaborasi internasional dan misi Indonesia sebagai pusat ekonomi Islam dunia (www.unesa.ac.id, Rabu 9 Agustus 2023) (1).
Sekilas harapan di atas sesuatu yang indah dan realiatis. Karena saat ini memang faktanya penduduk dunia mayoritas muslim. Termasuk Indonesia. Ini potensi yang luar biasa. Dengan mayoritas penduduk dunia muslim, diharapkan menjadi pengguna produk barang dan jasa halal yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi Syariah, yang jelas berdampak pada perkembangan ekonomi Syariah yang perlahan menjadi pusat ekonomi dunia.
Tapi Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang sempurna, tidak dapat diterapkan secara parsial. Penerapan ekonomi Syariah juga butuh dukungan dari sub sistem lainya. Yang sama-sama menerapkan kebijakan dengan standar halal haram dalam segala aspek kehidupan. Karena ibarat bangunan, ekonomi Syariah hanya sebatas sebuah pilar. Cukupkah kokoh sebuah bangunan jika hanya ditopang oleh satu pilar? Tentu tidak.
Contohnya, dalam hal tren kuliner halal, ketika Islam mengharamkan babi, maka seharusnya terdapat aturan yang jelas untuk melarang semua pemakaian babi dalam bentuk apa pun tidak sebatas pada makanan. Juga pemakaian babi dan semua bagiannya sebagai salah satu bahan pembuatan bumbu dapur, pengemulsi makanan, bahan pengawet, dan lain-lain. Juga termasuk dalam pemakai dan pemakan babi berikut dengan sanksi pelanggarannya. Padahal masalah makanan adalah sesuatu yang sangat pribadi. Semua muslim mengetahui bahwa babi haram. Tapi mereka tidak memahami, rantai pengolahan makanan yang sangat panjang dan melibatkan banyak pihak dengan segala kompleksitas permasalahannya, semuanya harus dipantau sesuai standar Islam. Terkadang saking awamnya kaum muslimin, mereka hanya mencukupkan makanan halal sebatas tidak mengandung babi. Padahal ada bahan bumbu yang mengandung babi juga; atau di sebuah restoran atau pabrik yang mengelola bahan makanan halal sekaligus babi, tentu membutuhkan cara mencuci khusus terhadap semua alat masaknya/pengolahnya. Karena babi adalah jenis najis mugholadhoh/berat, yang untuk mensucikan barang yang terkena olehnya butuh dibasuh 7 kali oleh air, basuhan terakhir harus dicampur dengan tanah. Bisa dibayangkan jika semua ini membutuhkan pengawasan detil pada sekian juta resto dan pabrik makanan yang ada? Jelas butuh support negara, di mana yang bisa mewujudkannya adalah Khilafah.
Implementasi ekonomi Syariah sendiri saat ini banyak mengalami reduksi. Lebih fokus pada sektor keuangan, dengan memodifikasi sistem perbankan yang sudah ada; dan juga industri halal. Tentu ini memarjinalkan cakupan Syariah yang mengatur semua aspek kehidupan manusia.
Ruang lingkup sistem ekonomi Syariah meliputi pengaturan kepemilikan baik kepemilikan individu, komunitas dan negara. Penerapan konsep kepemilikan ini akan menyelesaikan beberapa problem seputar pertanahan, pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara optimal sehingga tidak mudah beralih ke asing. Islam juga memiliki panduan bagaimana mendapatkan harta secara syar’i, mengembangkan sekaligus mendistribusikannya. Artinya Islam mempunyai kemampuan mengatur ekonomi baik mikro maupun makro. Dan Khilafah akan menerapkan hal ini dengan segala Undang-Undang yang ditetapkan sesuai Syariah.
Kebijakan pembiayaan negara pun diharamkan dalam Islam untuk bergantung pada utang luar negeri, yang ironisnya saat ini yang makin meningkat jumlahnya. Berbeda dengan sistem ekonomi sekuler kapitalisme yang saat ini negara bergantung pada hutang luar negeri yang ribawi, Khilafah akan memaksimalkan SDA yang ada yang cukup melimpah di negeri-negeri muslim, untuk pembiayaan semua kebutuhan dasar rakyat dan negara. Dengan demikian akan mudah bagi Khilafah untuk mewujudkan industri halal dan pemantauan semua aktivitas ekonomi rakyat agar sesuai Syariah.
Sistem keuangan negara Khilafah dalam perspektif Islam adalah sistem keuangan Baitulmal yang memiliki dua belas pos pemasukan. Masalah pengeluaran pun ada panduannya secara jelas. Semuanya dijalankan oleh aparat negara yang amanah, karena produk pendidikan yang dicetak oleh Khilafah melalui kurikulum pendidikan yang berbasis akidah Islam, sehingga menciptakan sosok individu dan rakyat yang berkepribadian Islam (antara pola pikir dan pola sikapnya Islami). Sehingga akan meminimalisasi pejabat negara yang curang dan korup, yang menjadi faktor utama bocornya kas negara saat ini jika dalam sistem sekuler kapitalistik.
Oleh karena itu umat harus segera menyadari bahwa kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja dan butuh penyelesaian yang tuntas, yaitu kembali pada hukum-hukum Allah. Tidak sebatas cakupan ekonomi Syariahnya, akan tetapi harus menerapkannya secara kafah. Dan hanya Khilafah yang mampu mewujudkannya.
Catatan Kaki :
(1) https://www.unesa.ac.id/dihadiri-pakar-luar-icceis-dorong-indonesia-sebagai-pusat-ekonomi-islam-dunia
Views: 5
Comment here