wacana-edukasi.com– Harga kebutuhan pokok terus naik dalam beberapa waktu terakhir. Sebab berdasarkan pantauan di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional , terpantau ada beberapa kebutuhan pokok yang harganya naik. Seperti cabai merah besar ditanggal 14 Juni 2022 harganya mencapai Rp 66.400/kg, padahal satu bulan sebelumnya di tanggal 13 Mei 2022 lalu harganya hanya Rp 42.800/kg (Jakarta, CNBC Indonesia). Lagi-lagi kenaikan ini terjadi yang sebelumnya sempat mengalami penurunan setelah momen Idul Fitri lalu. Maka dengan kenaikan ini akhirnya menjadi problem di masyarakat untuk menyiapkan budget lebih agar mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka. Kenaikan ini membuat banyak rakyat gigit jari dan menanggung penderitaan tanpa pelayanan yang memadai dari pemerintah.
Penguasa hari ini seolah lepas tangan akan nasib yang dihadapi rakyat yang serba susah, mereka justru sibuk dengan kepentingan mereka masing-masing. Padahal negeri ini memiliki sumber daya alam dan elemen-elemen sumber daya yang sungguh sangat besar dan bisa menjadi basis industri dunia. Bahkan posisi strategisnya memudahkan kita untuk bisa mendistribusikan sumber daya alam ke berbagai wilayah dunia. Namun sayangnya penguasa negeri muslim—termasuk di negeri ini— memiliki kelemahan dalam mengelolanya. Mereka tidak memiliki persiapan serta pengetahuan untuk mengantisipasi situasi krisis.
Bahkan, yang lebih dasar lagi adalah tidak punya kedaulatan atas pangan dan kondisi bangsanya sehingga menyebabkan bangsa ini terbelakang secara ekonomi. Mirisnya sumber pemasukan negara hanya diandalkan dari pajak. Sedangkan sumber daya alam yang kekayaannya melimpah hanya bisa mereka gadaikan kepada orang asing dan akhirnya dinikmati oleh segelintir orang saja. Pada sistem yang didominasi oleh sistem kapitalisme ini, sumber daya alam boleh dikuasai oleh private (pribadi) maupun pihak swasta. Inilah negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang nyatanya tidak mampu mengatasi kemiskinan yang di derita rakyat.
Sistem kapitalisme ini melahirkan paham sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) sehingga setiap individu bebas melakukan apapun sesuai kehendaknya termasuk dalam hal ekonomi tanpa menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur perbuatannya. Mereka menjadikan manfaat sebagai tolak ukur perbuatan. Sehingga apapun perbuatan yang memberikan keuntungan akan mereka lakukan walau perbuatan tersebut bertentangan dengan syara’. Sistem ini menawarkan sistem ekonomi yang tidak berkeadilan dan membiarkan persaingan bebas antar individu di dalam kegiatan ekonomi. Dengan demikian hanya Islam satu-satunya yang mampu menjamin kesejahteraan negeri-negeri muslim.
Sebab dalam Islam, tugas pemerintah sejatinya adalah melayani dan memenuhi kebutuhan rakyatnya, individu per individu dengan pemenuhan yang sempurna. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan mendasar rakyatnya. Sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan adalah segelintir kebutuhan pokok yang wajib negara penuhi. Namun faktanya mereka menyia-nyiakan aturan Islam. Begitu pula dalam Islam penguasa muslim haruslah independen, adil dalam melakukan pemerataan distribusi, dan mencegah keserakahan para kapitalis global. Sebaliknya sistem kapitalisme malah justru bergandengan tangan dan memfasilitasi keserakahan itu. Inilah kejahatan paling keji yang dilakukan para penguasa negeri muslim dengan penerapan sistem kapitalisme demokrasi.
Maka sudah seharusnya untuk beranjak pada penerapan sistem Islam secara totalitas sesuai dengan aturan-aturan yang Allah SWT tetapkan. Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan rakyat. Atas dasar ini, negara berperan penting dalam memenuhi kebutuhan rakyat, mulai dari penyediaan bahan baku hingga dalam bentuk jadi. Adapun jika terjadi kenaikan harga karena kondisi tertentu, misalnya perang atau kondisi lain karena krisis politik hingga kebutuhan pokok menjadi langka, penguasa (Khalifah) wajib mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka memelihara kemaslahatan masyarakat. Khalifah wajib menyediakan barang itu di pasar dengan mendatangkannya dari berbagai tempat. Dengan ini, kenaikan harga bisa dicegah dan kelangkaan pun dapat terantisipasi.
Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab pada masa paceklik yang disebut tahun kekeringan, kelaparan di Hijaz akibat kelangkaan makanan pada tahun itu, sementara harga telah melonjak akibat kelangkaannya, maka Khalifah Umar tidak mematok harga tertentu untuk makanan. Khalifah Umar pun berusaha mengirim surat dan mendatangkan makanan dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga harga turun tanpa perlu melakukan pematokan harga. Sikap penguasa yang bertanggung jawab seperti inilah yang seharusnya ada didiri para penguasa di negeri muslim hari ini.
Reni Safira
Views: 83
Comment here