Surat Pembaca

Ekspor Pasir Laut Dibuka, Kepentingan Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lathifah Masniary Lubis, S.E. (Pemerhati Problem Ekonomi Keumatan)

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Melansir di beberapa laman berita, Presiden Joko Widodo merespon mengenai kembali dibukanya keran ekspor pasir laut, usai ditutup selama 20 tahun lamanya. Presiden Jokowi menjelaskan persetujuan ekspor pasir laut yang kini diperbolehkan, hanyalah sedimentasi yang mengganggu alur pelayaran (pontv.id).

Sementara Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menyebut alasan sedimentasi yang ganggu jalur kapal hanya akal-akalan pemerintah atau Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka kembali keran ekspor pasir laut (mediaindonesia.com).

Seperti diketahui bersama, pasir laut memang merupakan salah satu barang tambang yang sangat menggiurkan. Sebutlah negara yang terdekat dari Indonesia, yaitu negara Singapura. Negara dengan luas daratan yang terbatas ini akan menjadi salah satu negara yang sangat diuntungkan untuk keperluan reklamasi perluasan wilayahnya.

Ini bukan hanya isapan jempol belaka. Saat ini, Negeri Singa tersebut sedang gencar membangun pelabuhan yang digadang-gadang akan menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di dunia, yang diberi nama Pelabuhan Tuas. Sudah tentu dengan luasan wilayahnya yang sempit, Singapura sangat mendesak untuk melakukan proyek reklamasi dengan skala besar. Dan kepada siapa lagi negeri tersebut bisa berharap, selain ke negara tetangganya yang dikenal sangat loyal untuk membuka keran ekspor pasir laut bagi mereka. Bisa dikatakan bahwa ekspor pasir laut ini hanya akan mengancam kepentingan dalam negeri, dan sebaliknya akan sangat menguntungkan negara asing.

Dalam salah satu berita di Harian Kompas disebutkan, pengerukan pasir untuk reklamasi Singapura sebagian besarnya berasal dari Kepulauan Riau. Sejak dari tahun 1976 sampai tahun 2002, pasir dari perairan Kepri terus menerus dikeruk untuk mereklamasi Singapura. Bahkan, saking masifnya aktivitas pengerukan pasir di Kepri ini, daratan Pulau Nipah yang masih masuk wilayah Kota Batam hampir tenggelam karena abrasi.

Berkat reklamasi, luas daratan negara Singapura yang sebelum merdeka dari Malaysia hanyalah seluas 578 kilometer persegi, saat ini, luasnya sudah bertambah hingga 719 kilometer atau sudah bertambah sekitar 25 persen lebih.

Ini menjadi bukti kuat bahwa saat ini negeri kita dicengkeram dengan sistem kapitalisme, yaitu sebuah sistem yang memandang segala sesuatu sesuai manfaatnya dan menjadikan sistem ekonominya sebagai pijakan utama dari segala kebijakan.

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, tak dikenal aturan terkait kepemilikan. Siapa saja bisa mengeksploitasi SDA baik dalam jumlah kecil maupun yang jumlahnya melimpah. Semua bisa dilakukan demi pundi-pundi rupiah.

Mirisnya lagi, sistem ini pun menjadikan negara hanya sebatas regulator semata. Negara hanya berperan sebagai pihak yang membuat aturan-aturan yang akan menguntungkan para pemilik modal bahkan asing demi remahan rupiah.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Dalam sistem islam diatur secara jelas terkait kepemilikan. Rasulullah SAW bersabda : “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Makna hadist ini adalah bahwa padang rumput, air (laut, danau, dan semua yang ada di dalamnya), serta api (tambang, minyak bumi, dan gas alam dengan deposit yang melimpah) tergolong harta milik umum. Aturan islam mengharamkan individu atau pengusaha swasta apalagi asing untuk mengelolanya. Negaralah sebagai satu-satunya pihak yang boleh mengelola dan memanfaatkan SDA milik umum untuk mengembalikan hasilnya kepada rakyat.

Negara Islam atau yang dikenal dengan nama khilafah, tidak akan pernah membolehkan ekspor pasir laut yang hanya akan merugikan negeri sendiri, dan menguntungkan pihak asing. Apalagi, potensi kerusakan lingkungan yang akan terjadi akibat ekspor pasir laut ini sudah tentu akan sangat merusak.

Penguasa dalam sistem islam yaitu khalifah, akan betul-betul menjaga amanat yang diembankan rakyat kepadanya. Karena penguasa dalam sistem islam faham, amanah ini kelak akan menjadi penyesalan ketika dilalaikan, apatahlagi sampai dijadikan ajang untuk memperkaya diri sendiri beserta keluarganya. Hanya dengan sistem khilafah-lah, tak hanya umat bisa hidup dengan sejahtera, tapi negeri ini akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here