Oleh Sri Arya Ningsih (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com– Terjadi lagi, pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap anak kandungnya dengan alasan ekonomi. Lagi-lagi faktor ekonomi yang menjadi alasan untuk melakukan tindakan kriminal. Lantas, di mana sebenarnya peran negara dalam mengurus rakyatnya?
Baru-baru ini publik tengah dihebohkan dengan munculnya berita tentang seorang ibu muda berusia 35 tahun asal Brebes yang dengan tega menggorok 3 anak kandungnya sendiri. Ibu tersebut menyayat leher dan tubuh anak-anaknya dengan pisau. Akibat dari perbuatannya tersebut, salah satu anaknya yang berinisial ARK (7) tewas mengenaskan dengan luka sayat pada bagian leher dan yang lainnya KSZ (10) dan E (5) mengalami luka yang cukup serius sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. (detik.com, 20/03/2022).
Pelaku mengatakan bawa ia ingin menyelamatkan anak-anaknya agar tidak merasakan hidup susah. Sehingga anak-anaknya harus mati agar tidak merasakan kesedihan seperti yang ia rasakan. Meski dengan cara yang salah, dia meyakini bahwa kematian anak-anaknya adalah jalan terbaik. Tak hanya itu, ia mengaku kurang mendapatkan kasih sayang dari suaminya, suaminya juga seorang pengangguran, sehingga ibu berinisial KU tidak sanggup hidup dengan kesulitan ekonomi. (republika.co.id, 20/03/2022).
Lihat saja, situasi dan kondisi pandemi seperti saat ini membuat seorang ibu harus nekat menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri dengan alasan tidak ingin melihat anaknya sengsara sehingga berpikir untuk melakukan tindakan sadis dan mengakhiri hidup anak-anaknya adalah jalan terbaik yang harus dilalui.
Hal ini sungguh miris, sebab, seorang ibu yang fitrahnya memiliki sifat lembut dan kasih sayang, kini tega membunuh sang buah hati. Ditambah lagi, kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali, pembunuhan yang terus terulang, seakan nyawa tidak lagi berharga pada hari ini.
Namun jika dilihat lagi, bukan tanpa alasan kasus-kasus seperti ini terus bermunculan. Ada tekanan ekonomi termasuk keluhan sang suami yang tidak tentu penghasilannya. Kemudian ditambah lagi tanggung jawab untuk merawat tiga orang anak yang masih usia sekolah, membutuhkan biaya yang tak sedikit. Serta kebutuhan hidup yang kian hari makin menjulang tinggi menjadi faktor dari berbagai tindak kriminal di negeri ini.
Padalah, membunuh adalah dosa besar. Hal ini pun telah jelas, bahwa Allah sangat melarang membunuh anak karna kemiskinan dan Allah juga telah berjanji akan memberikan rezeki kepada anak-anak. Sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَقْتُلُوٓا أَوْلٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (TQS. Al-Isra’ [17]: 31).
Jelaslah bawah faktor ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang membuat kasus-kasus seperti ini terus terjadi. Namun sayangnya, negara malah terfokus menyimpulkan bahwa kasus ini merupakan gangguan dari psikologis, sehingga yang harus diperbaiki adalah penanganan psikologis.
Sungguh, hal ini seakan nyata bahwa negara hanya pasrah dan tidak mau ikut andil dalam mengurusi umat, ditambah sistem kehidupan saat ini yang begitu sekuler, agama seolah hanya identitas belaka. Padahal perannya begitu penting dalam mengukuhkan jiwa seorang hamba, agar kuat ditempa ujian yang melanda, karena salah satu faktor beratnya beban ekonomi akibatnya gagalnya negara dalam menjamin kesejahteraan bagi warganya.
Islam, membagi kewajiban antara kaum pria dan kaum wanita. Wanita dengan kewajiban utamanya yaitu menjadi ummu warobatul bait, pencetak generasi peradaban. Mencari nafkah bukanlah tugasnya, tetapi fokus mendidik anak dan mengurus rumah tangga. Sedangkan kaum pria, maka dipundaknya lah kewajiban memenuhi nafkah keluarga, juga mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada istri dan anak-anaknya.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (h.r. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, sungguh kelirulah masyarakat yang mengatakan bahwa lelaki tidak pantas melakukan pekerjaan rumah tangga. Karena Rasulullah sendiri sebagai manusia yang paling mulia melakukannya sebagai wujud cintanya kepada keluarganya. Jika para suami peduli dan empati, kata depresi tidak akan ada dibenak istri, jika itu terjadi, anaklah yang menjadi korban. Maka, sungguh Islam menjaga kejiwaan para ibu atau istri dengan terwujudnya keluarga yang sakinah mawadah warahmah, nuansa masyarakat yang islami pun akan senantiasa dihadirkan.
Maka, sungguh indahnya Islam dalam mengatur kehidupan, agama yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis yang berisi tuntunan agar manusia berjalan sesuai fitrahnya. Dengan peraturan ini semua, maka akan terwujudlah masyarakat yang adil dan sejahtera. semoga segera terwujud kehidupan yang berlandaskan Islam, sehingga tak ada lagi kasus ibu depresi yang menghilangkan nyawa buah hatinya sendiri. Untuk itu, mari sama-sama kita bergerak untuk mewujudkannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرٰىٓ ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. Al-A’raf [7]: 96).
Wallahualam bissawab.
Views: 7
Comment here