Oleh Nurmilati
wacana-edukasi.com — Al-Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Rasulullah Saw sebagai petunjuk bagi manusia, mengeluarkan mereka dari gelapnya kekufuran dan kebodohan menuju cahaya iman dan ilmu. Al-Qur’an memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Sebagaimana Firman-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an QS. Ibrahim :1
“Ini adalah Kitab yang Kami turunkan supaya manusia keluar dari kegelapan kepada cahaya terang benderang menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
Berdasarkan ayat tersebut, jelas membuktikan kasih sayang Allah Swt kepada manusia yang sepatutnya disyukuri dengan cara memenuhi hak-hak kitab-Nya, mengikuti petunjuk lurus yang terkandung di dalamnya, menerapkan seluruh isinya baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Sebab sejatinya Al-Qur’an diturunkan agar menjadi rahmat bagi seluruh manusia. Selain itu, Al-Qur’an juga meliputi segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat yakni sejarah terdahulu yang terjadi, pengetahuan tentang berita yang akan datang, hukum halal haram, serta segala sesuatu yang dibutuhkan manusia dalam urusan agama, dunia hingga akhirat.
Namun, pada faktanya kebanyakan manusia justru mengabaikan dan berpaling dari Al-Qur’an. Itulah fenomena hajrul Qur’an (berpaling dari Al-Qur’an). Pada zaman Rasulullah Saw, nabi menemukan kaum musyrikin Quraisy berpaling dari Kitabullah dan enggan mendengarkan ayat-ayat yang beliau bacakan kepada mereka, dalam lembar surah Fushshilat 41:26 diceritakan
Orang Kafir mengajak kaumnya agar tidak mendengarkan Al-Qur’an dengan seksama dan membuat kegaduhan agar dapat mengalahkannya.
Fenomena hajrul Qur’an sudah ada sejak zaman Rosulullah Saw, kaum Kafir enggan mendengarkan apa yang disampaikan nabi sesuai yang terkandung dalam kitabullah dan mereka melakukan penentangan. Terjadinya penolakan kaum Kafir kepada Al-Qur’an sangat jelas, sebab mereka tidak mengimani Allah Swt sebagai dzat yang menurunkan Al-Qur’an. Namun, ironinya fakta hajrul Qur’an yang terjadi di zaman sekarang, justru ada pada orang-orang yang menyatakan dirinya kaum Muslim, yakni tidak mengimaninya, tidak membacanya, tidak mengamalkannya, enggan mendengarkannya, tidak mau memahaminya dan lain-lain. Umat Islam di era sekarang lebih tertarik kepada nyanyian, pendapat dan perkataan manusia, perbuatan sia-sia, mengambil jalan lain selain Al-Qur’an dan tidak menjadikannya sumber hukum tetapi berhukum pada hukum buatan manusia.
Sungguh disayangkan, meski Allah Swt sudah begitu jelas memberikan petunjuk dan penyelesaian atas semua problematika yang dihadapi manusia di dalam kehidupannya. Baik persoalan ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, pemerintahan, politik dan lainnya kepada manusia melalui Al-Qur’an di mana bersamanya menjamin manusia bisa hidup selamat dunia dan akhirat.
Akan tetapi, justru kabar gembira tersebut dianggap angin lalu oleh sebagian umat Islam. Fenomena ini terjadi tidak lepas karena sistem yang diemban negara saat ini adalah demokrasi dengan pijakannya sekulerisme liberalisme. Dalam pandangan liberalisme setiap individu diperbolehkan berbuat sekehendaknya meski itu bertentangan dengan ajaran Islam sedangkan sekulerisme berpandangan bahwa agama tidak diberikan ruang untuk mengatur jalan hidup seseorang, sehingga tak ayal maraknya pengabaian Al- Qur’an terjadi di setiap lini kehidupan. Dalam kitabullah diceritakan
Rasul mengadu pada Rabb nya, kaumku menjadikan Al Quran sesuatu yang tidak diacuhkan. [QS. Al-Furqan:30]
Lalu, apakah kaum Muslim akan terus dalam jebakan fenomena hajrul Qur’an sehingga jalan hidupnya tak memiliki arah dan tujuan? Tentu kita tidak ingin tersesat di dunia fana ini, sebab tujuan akhir kehidupan adalah akhirat yang kekal. Dengan demikian, sudah selayaknya umat Islam kembali pada aturan agamanya yakni Islam dengan pedoman hidupnya Al-Qur’an Karim, sehingga bersamanya kaum Muslim bisa meraih kebahagiaan dunia akhirat.
Views: 126
Comment here