Oleh: Yulweri Vovi Safitria
wacana-edukasi.com– Fenomena ‘jatah mantan’ menjadi perbincangan hangat dalam pekan terakhir, dan viral di media sosial. Istilah ‘jatah mantan’ berawal dari akun Twitter seorang penulis berinisial Br. Melalui akun Twitternya, –setelah melakukan wawancara–, Br menuliskan dan mengibaratkan bahwa fenomena ini sebagai ‘investasi jangka panjang’, tapi tidak tahu siapa investor aslinya.
Awalnya saya tidak paham dengan fenomena ini. Namun ketika muncul di beranda saya, saya pun tergelitik untuk mencari tahu.
‘Jatah mantan’ adalah istilah yang digunakan bagi mereka yang berhubungan intim dengan mantan pacarnya (baca:zina), sebelum menikah dengan orang yang tidak dicintai atau dijodohkan. Sontak akun Twitter Br diserbu banyak komentar,dan beberapa komentar menyebutkan bahwa fenomena tersebut benar adanya, bahkan disebutkan ada yang melakukannya sebelum hari H pernikahan mereka.
Ide Liberalisme
Berbagai fenomena tak lazim hari ini berawal dari ide atau paham yang diadopsi. Pemisahan agama dari kehidupan membuka ruang kebebasan seluas-luasnya bagi individu. Paham liberalisme dimulai sejak masa Renaissance yang memperjuangkan kebebasan dari kungkungan gereja/agama.
Rakyat pun merasa tertekan karena tidak memiliki kebebasa dalam bertindak dan berpendapat, karena pada masa itu kekuasaan raja, bangsawan, dan gereja mendominasi seluruh kehidupan masyarakat.
Paham liberalisme tentu saja sangat berbahaya. Di mana seseorang bebas melakukan apa saja, dan jika itu zina, sah saja selama suka sama suka. Mereka pun menuntut berbagai ide, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan wanita untuk mendapatkan posisi yang sama dengan laki-laki, pasar bebas, dan lain-lain.
Berbagai perilaku kebebasan pun dipertontonkan di tengah-tengah umat, seperti pacaran, pergaulan bebas, tidak menutup aurat, tanpa peduli dampak yang ditimbulkan dari ide kebebasan ini. Sebagai umat Islam tentu kita prihatin.
Pandangan Islam
Dari istilahnya, ‘jatah mantan’ dan juga aktivitasnya jelas haram. Karena merupakan perbuatan zina. Jangankan melakukan kontak fisik (baca: zina), mendekatinya saja dilarang keras oleh Islam.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (TQS Al Isra ayat 32)
Menurut Tafsir Fi Zilalil Quran, Ibnu Katsir mengatakan: “Allah melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadinya perzinaan.”
Dalam hal ini Al Quran tidak hanya melarang berbuat zina, tetapi juga melarang mendekati perbuatan yang mengarah kepada zina, seperti pacaran.
“Setiap anak Adam telah menghargai bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata dengan melihat. Zina kedua telinga mendengar. Zina lisan adalah berbicara. Zina tangan dengan meraba (menyentuh). Zina kaki dengan melangkah. Zina hati dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu, amalanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian. ” (HR.Muslim)
Zina merupakan perbuatan keji dan mungkar, menjijikkan, pelanggaran terhadap kehormatan, dan merusak nasab, walhasil terjadi kekacauan di masyarakat. Fenomena perbuatan zina juga merupakan tanda kehancuran alam semesta, sekaligus satu diantara tanda-tanda hari Kiamat.
Dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, dia berkata: “Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah hilangnya ilmu, tampaknya kebodohan, banyak diminumnya khamr, maraknya (banyaknya) perzinaan, perginya (sedikitnya) pria, dan tersisa (banyaknya) wanita. Sampai-sampai, lima puluh orang wanita diurus oleh seorang pria.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya Islam memberikan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya zina, dengan menerapkan hukum Islam.
Islam melarang ikhtilath, yaitu campur baur antara laki-laki dan perempuan. Islam melarang laki-laki berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Islam juga melarang membuka aurat dan memberi batasan aurat dengan mahramnya, dan melarang pacaran. Islam mengajarkan agar selalu menjaga pandangan. Islam perintahkan menikah bagi yang sudah mampu menikah, dan berpuasa sunah bagi yang belum.
“Barangsiapa mampu membiayai pernikahan hendaklah menikah, karena nikah lebih menahan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah wija’ (mengendurkan gejolak syahwat) baginya.” (HR. Al-Bukhari).
Sanksi Islam untuk Pelaku Zina
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan manusia yang pada hari Kiamat kelak, Allâh tidak akan berbicara kepada mereka, tidak akan mensucikan mereka (tidak akan memandang mereka), dan mereka mendapatkan siksa yang pedih, yaitu orang lanjut usia yang berzina, penguasa yang pendusta, orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim, an-Nasa-‘i, Ahmad)
Islam adalah agama tauhid yang menjaga kehormatan umatnya dengan berbagai aturan, agar mereka selamat di dunia dan akhirat. Oleh karena itu maka Islam memberikan sanksi bagi para pelaku zina dengan tujuan tidak hanya memberikan efek jera, namun juga untuk menyelamatkan nasab/keturunan.
Bisa dibayangkan bagaimana anak keturunan, jika perilaku zina dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi pernikahan sedarah, yang jelas itu diharamkan. Nauzubillahi minzalik.
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (TQS An Nur ayat 2).
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan laki-laki yang sudah pernah menikah (yang berzina) dengan perempuan yang sudah pernah menikah (hukumannya) adalah dirajam.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi).
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat menyatukan kekuatan, bersama beramar makruf nahi mungkar, dengan satu kekuatan politik, dengan satu pemikiran, satu perasaan, untuk bersama kembali menegakkan aturan Islam secara kafah di dalam seluruh aspek kehidupan.
wallahu’allam
Views: 120
Comment here