Oleh : Rosmaida
wacana-edukasi.com, OPINI– Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menggerebek sejumlah gudang tempat importasi pakaian bekas atau thrifting di Pasar Senen Jakarta Pusat hingga Bekasi. Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyebut pimpinan Polri telah memberi instruksi untuk menindak tegas importasi pakaian bekas ilegal. Ada sembilan ruko yang digerebek, dengan ditemukan 513 ball press di dalamnya. Namun, tidak ada penangkapan dalam penggerebekan tersebut. (Kompas.com, 20/3/2023)
Baru-baru ini Aktivitas thrifting sedang ramai dibicarakan, terkait dengan adanya larangan jual beli pakaian bekas impor. Karena disebut merugikan industri tekstil termasuk UMKM dan berdampak pada penurunan pendapatan daerah. thrifting ini juga disebut berpotensi mengganggu kesehatan, karena tidak ada jaminan kebersihan dan terbebas dari ancaman penyakit . Banyak dari masyarakat yang menolak hal tersebut bahkan para UMKM pun banyak yang tidak setuju.
Pengaruh dunia digital menjadikan semakin berkembangnya dunia fasion dan meningkatnya budaya konsumerisme di kalangan masyarakat. Tak bisa dipungkiri hal ini juga menyebabkan masyarakat yang lebih suka belanja barang bekas impor. Aktivitas thrifting ini juga di jadikan sebagai alternatif masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, berbelanja barang bekas yang berkualitas dengan mendapatkan harga yang murah dan terjangkau bagi kantong mereka.
*Kapitalisme Akar Konsumerisme*
Sistem kapitalisme menghasilkan masyarakat yang konsumerisme,tidak mampu membedakan kebutuhan dan keinginan. Sebenarnya asal muasal thrifting merupakan solusi atas masalah pencemaran lingkungan. Thrifting dilakukan oleh suatu organisasi penggalang dana untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan, baju bekas tersebut dikumpulkan bisa untuk dijual murah atau langsung dibagikan kepada mereka korban bencana banjir, longsor, kebakaran dan lainnya.
Namun, saat ini budaya thrifting justru digunakan masyarakat untuk memenuhi gaya fashion dengan harga murah. Sehingga hal ini menjadikan masyarakat bersifat konsumerisme yang berlebihan. Tentu ini sangat jauh dari fungsi thrifting itu sendiri. Belum lagi perusahan-perusahan yang terus meningkat dan berkembang dalam produksi tekstil.
*Thrifting Menjebak Generasi pada Budaya Konsumerisme*
Fenomena thrifting ini tidak bisa dilepaskan dari masyarakat, dimana budaya ini juga sangat digemari oleh generasi muda saat ini. Karena dengan itu, mereka bisa memenuhi gaya hidup fasion yang sedang tren saat ini. Generasi muslim terjebak dalam budaya konsumerisme yang tidak mencerminkan dirinya sebagai seorang muslim.
Sebagai seorang muslim, tentunya harus paham bahwa ada aturan disetiap perbuatan. Ketika kita berbelanja untuk kebutuhan maka itu boleh saja, bukan untuk pamer apalagi untuk mengkoleksinya. Jangan sampai kita berada pada tingkat berbelanja yang berlebihan.
Begitupun dalam membelanjakan harta, digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan secukupnya. jangan sampai hanya untuk kepuasan nafsu semata. jual beli baju barang bekas layak pakai, tidak ada larangan akan hal ini. Kembali kepada hukum jual beli yaitu adanya penjual, pembeli dan akad ketika transaksi. Dan juga barang yang dijual harus jelas bukan barang yang diharamkan, kondisi barangnya harus bagus, jika ada yang cacat maka harus ditunjukan.
Disini yang tidak tepat adalah budaya konsumerisme yang merasuk pada masyarakat. khususnya generasi muda yang mereka setiap hari disibukan dengan gaya fasion OOTD (outfit of the day) nya, yang harus nyentrik setiap hari. Gaya hidup konsumerisme ini menjadi kebiasaan yang terus ada dalam kehidupannya.
Minimnya pemahaman agama membuat pemuda muslim kehilangan identitas nya. Keinginan yang tinggi menjadikan mereka lupa apa yang harus menjadi prioritas. Karena sejatinya tujuan hidup ini bukan hanya mencari kebahagiaan semata, akan tetapi bagaimana cara kita untuk mendapatkan ridhonya allah.
Didalam islam kita diajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, apa lagi itu dilakukan untuk berbelanja barang yang bukan menjadi prioritas kebutuhan saat itu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاٰ تِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَا لْمِسْكِيْنَ وَا بْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَا نُوْۤا اِخْوَا نَ الشَّيٰطِيْنِ ۗ وَكَا نَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 26-27)
Didalam Islam juga tidak boleh menimbun barang yang tidak dipakai lagi. Misalnya Seperti mengkoleksi pakaian sampai satu lemari penuh. karena itu semua akan dipertanggungjawabkan akan ada dhisab disana. Semakin banyak semakin lama hisabnya, Maka harus berhati-hati.
Bagaimana seseorang bisa merubah diri agar terjauh dari budaya konsumerisme. Jalan pertama itu dengan mengubah pola pikir sebagai muslim tentang hakikat hidup ini. Karena dengan pola pikir akan mengubah pola sikap seseorang, Tentunya dengan pola pikir islam.
Terus mengupgrade diri dengan menambah pemahaman Islam yang utuh dan sempurna. Karena dengan pemahaman ini, adalah penentu bagi seseorang dalam berbuat. Bukan hanya dengan dasar kepuasaan dan keinginan semata.
Dengan islamlah semuanya akan terjaga, maka satu-satunya jalan yang harus ditempuh saat ini, adalah penerapan syariat islam secara kaffah. Dengan itu generasi muda akan terselamatkan dari budaya konsumerisme yang merajalela.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 42
Comment here