wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Di zaman modern dan teknologi maju saat ini, untuk menunjukkan eksistensi dirinya, ada sebagian kalangan milenial yang melakukan flexing. Membuat mereka relatif ingin terus mengikuti tren yang tidak ada habisnya, beauty standard yang terus berubah, fashion trend yang terus berganti dan keinginan untuk memperlihatkannya ke dunia maya dengan posting, update story tentang lifestyle mereka yang high class, bahkan kekayaan mereka diumbar-umbar.
Untuk menunjang lifestyle mereka, banyak kalangan khususnya anak muda milenial yang berburu pakaian dengan berbagai cara meskipun memiliki keterbatasan ekonomi, salah satunya melalui aktivitas thrifting. Thrifting seakan-akan menjadi budaya baru yang digemari oleh anak muda di Indonesia, karena virus FOMO (Fear Of Missing Out) ini sudah menyebar ke seluruh kalangan masyarakat.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki bahwa maraknya bisnis thrifting yang menjual pakaian bekas, termasuk impor, salah satunya disebabkan adanya peminat. Menurutnya, ada banyak peminat pakaian dan barang bekas impor ilegal, terutama kalangan muda. Menggunakan pakaian yang menarik apalagi bermerek menjadi kebutuhan sendiri bagi sebagian warga milenial.
Thrifting pun menjadi polemik, bahkan ada yang berkomentar bahwa thrifting tidak sekadar gaya hidup rakyat kecil untuk menyiasati mahalnya harga busana, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap kaum kaya dan pejabat yang tega mengumbar kekayaan di media sosial.
Adapun faktor penyebab fenomena ini adalah karena masyarakat saat ini yang sekuler cenderung serba materialistis, mengukur segala sesuatu dengan uang/harta termasuk kebahagiaan, menjadikannya tidak percaya diri (insecure). Selain itu, pemisahkan agama dari kancah kehidupan membuat jiwa masyarakat gersang dan kering, selanjutnya melahirkan kondisi masyarakat rentan depresi/stres, seperti hari ini.
Secara sederhana, flexing adalah perilaku pamer harta kekayaan. Jika sebelumnya tindakan pamer tersebut dianggap tidak pantas dan harus ditutup dengan rapat, tetapi dengan adanya media sosial membuat flexing menjadi fenomena umum. Sudah tidak mengagetkan kalau pola pikir mereka ini ingin menggapai dunia sebanyak-banyaknya. Padahal itulah kebahagiaan semu.
Sejatinya kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan ketakwaan, keimanan, dan amal saleh. Bukan dengan tumpukan harta, kebesaran takhta, ataupun kecantikan wanita sebab semua itu semu. Oleh sebab itu, sungguh celakalah orang yang menjual agamanya demi kebahagiaan yang tidak hakiki ataupun menjual akhiratnya demi kepuasan hawa nafsu. Hanya kegundahan, kesedihan, dan kesempitanlah yang akan didapatkannya.
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS Thâhâ: 124)
Yasyirah, S.P
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Views: 37
Comment here