Opini

Food Estate Teluk Keluang, Riwayatmu Kini

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Agustina Kurniawati, S.Pd.
(Tokoh Muslimah Ketapang. Kalbar)

wacana-edukasi. Com, OPINI– Target Indonesia swasembada pangan pada tahun 2045 ibarat peribahasa jauh panggang dari api. Betapa tidak, proyek food estate yang digadang-gadang dapat menjadi misi terwujudnya swasembada pangan kini kembali terganjal masalah. Fakta terganjalnya food estate ini telah terjadi sejak awal proyek food estate digulirkan. Namun, seolah tak belajar dari pengalaman, rezim justru meneruskan proyek food estate. Hal ini semakin menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan sebagaimana yang digembar-gemborkan dalam awal perencanaan food estate. Selanjutnya fakta bahwa Indonesia masih saja melakukan impor bahan pangan seperti beras dan gula semakin menambah panjang daftar bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur masalah kebutuhan pangan rakyatnya.

Fokus pemerintah pada food estate telah menjadikan masyarakat sebagai korban. Bagaimana tidak, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat yang sejatinya lebih penting justru terbuang sia-sia pada proyek yang bahkan izinnya pun belum jelas alias tidak sah. Dana senilai puluhan milyar digelontorkan untuk sebuah Proyek yang disebut Food Estate di Teluk Keluang Dusun Panca Bhakti Desa Pesaguan Kanan Kec. MHS (Matan Hilir Selatan) Kab. Ketapang Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) (rajawalinews.online/2022/06/18) dan sampai saat ini masih juga bermasalah izinnya.

Pertanyaan lainnya pun muncul, dengan kebutuhan dana yang sedemikian banyaknya akan didapat dari mana? Potensi adanya investor baik swasta maupun asing pun disinyalir besar adanya. Lantas jika sudah investor yang bermain maka bisa dipastikan bahwa food estate tidak mungkin dilakukan demi kepentingan rakyat. Jika sudah demikian maka adanya masalah baru pun bisa dipastikan akan timbul dalam proyek food estate ini.

Pada dasarnya masalah utama pangan yang terjadi di Ketapang khususnya dan Indonesia pada umumnya bukan soal ketersediaan melainkan distribusinya sehingga solusi food estate pun menjadi tidak tepat karena dalam food estate merupakan upaya mencukupi ketersediaan pangan masyarakat dan tidak membahas bagaimana pendistribusiannya. Masalah keterbatasan akses terhadap pangan yang sehat akan terus ada dalam proyek food estate, terlebih proyek ini dilakukan dalam mekanisme sistem kapitalisme sekuler yang tidak akan pernah menjadikan keimanan dan kepentingan masyarakat sebagai landasan dan tujuan. Jika ditelisik lebih dalam, penyebab utama dari masalah pangan di negeri kita adalah rendahnya daya beli masyarakat. Rata-rata masyarakat indonesia memiliki tingkat kesejahteraan menengah ke bawah yang berdampak pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Fakta bahwa Indonesia merupakan negara agraris semakin memperkuat keyakinan bahwa kelangkaan atau kekurangan bahan pangan adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi apabila dikelola dengan tepat.

Jika ditelisik lebih dalam, kita akan menjumpai bahwa penyebab dari sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat adalah adanya penerapan aturan kapitalisme di negeri ini. Aturan Kapitalisme yang bertumpu pada kekuatan modal dan menjadikan sistem pasar bebasnya sebagai alat penjajahan gaya baru adalah merupakan biang kerok krisis pangan. Bahkan menjadi akar krisis di berbagai bidang kehidupan lainnya. Food estate adalah salah satu program yang digalakkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah pemenuhan pangan masyarakat. Hal ini tentu memicu terjadinya berbagai macam benturan kepentingan yang dalam sistem kapitalisme adalah sesuatu yang niscaya. Dalam proyek food estate terdapat begitu banyak kepentingan baik rakyat, investor maupun negara. Namun sayangnya, dalam tatanan kehidupan negara saat ini rakyat selalu menjadi korban, negara hanya mampu menjadi fasilitator, dan pemenangnya adalah para pemilik modal (kapitalis). Sistem kapitalisme menjadikan para pemilik modal (perusahaan swasta dan asing) akan mendapatkan keuntungan besar, sementara seluruh dampak yang ditimbulkan rakyat yang membayar. Bahkan kerusakan alam dan masa depan kehidupan dalam ancaman yang jauh lebih besar.

Allah subhanahu wa ta’alaa berfirman “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [TQS Ar Ruum : 21].

Food estate dalam sistem kapitalisme tidak memberi akses tanah bagi petani untuk kedaulatan pangan bangsa, dan pemerintah sekarang justru memberikan lampu hijau kepada swasta baik dalam negeri dan asing menanamkan modalnya pada usaha pengembangan food estate, maka semua ini akan menjadi sumber kegagalan dan kerusakan program ini.

Maka sudah seharusnya memahami apakah yang sebenarnya harus dilakuka agar masalah tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat terselesaikan. Sebagai seorang hamba kita memahami dan meyakini bahwa Allah SWT telah menciptakan alam, kehidupan dan manusia lengkap dengan petunjuk untuk menjalaninya. Islam merupakan sebuah agama yang memiliki petunjuk yang terpadu dan komprehensif untuk membantu manusia dan menyelesaikan seluruh persoalannya. Termasuk didalamnya permasalahan pemenuhan pangan masyarakat. Islam memiliki mekanisme yang sempurna dan dijalankan melalui kepemimpinan seorang kepala negara yang disebut Khalifah sebagaimana yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW.

Terkait tata kelola pangan, khalifah dengan seluruh paradigma dan konsepnya berupa sistem yang memiliki ketahanan dan kedaulatan pangan yang kuat baik di masa normal maupun pandemi. Terlebih anugerah Allah Indonesia dengan berbagai potensi sumber daya pertanian baik lahan subur, keanekaragaman sumber pangan, iklim yang mendukung, hingga SDM petani dan para ahli. Semua potensi ini jika dikelola dengan Islam akan mampu membangun ketahanan dan kedaulatan pangan sehingga membawa kesejahteraan bagi rakyat serta akan mengeluarkan rakyat dari krisis dengan segera. Terdapat sejumlah konsep unggul khilafah yang memampukannya mengatasi ancaman krisis pangan pada masa wabah. Diantaranya peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola pangan yang berada di tangan negara/khilafah sebagai penanggung jawab utama dalam mengurusi kebutuhan rakyat.

Dengan fungsi politik ini, maka seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai negara. Meskipun swasta boleh memiliki usaha pertanian, namun penguasaan tetap di tangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Negaralah yang menguasai produksi sebagai cadangan pangan negara. Jika penguasaan negara secara penuh terhadap produksi dan stok pangan, maka negara akan leluasa melakukan intervensi dalam keadaan apa pun. Khilafah juga menutup seluruh pintu bagi para spekulan, mafia atau kartel pangan untuk melakukan distorsi pasar. Adanya penguasaan stok di bawah pengawasan negara, hal ini akan berdampak pada stabilitas harga di pasar. Semua itu dilakukan bukan karena dorongan ambisi apalagi arogansi, namun semata dorongan misi negara Khilafah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Imam (khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad). Dalam hadis lainnya Rasulullah menegaskan, “khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya….” (HR Muslim).

Selain itu, khilafah juga memiliki visi ketahanan dan kedaulatan pangan yang diarahkan oleh ideologi Islam. Kewajiban Khilafah mewujudkan kedaulatan pangan berasal dari seruan Allah SWT : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” [TQS An Nisaa:141]. Oleh karena itu Khilafah tidak diperkenankan memiliki ketergantungan pangan pada impor. Di samping itu visi ketahanan pangannya diarahkan pada tiga target yaitu pertama, ketahanan pangan untuk konsumsi harian, kedua, ketahanan pangan untuk kondisi krisis (termasuk bencana, wabah), serta ketiga, ketahanan pangan untuk kebutuhan jihad.

Kedaulatan pangan dapat diwujudkan oleh khilafah dengan tiga cara. Pertama, meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian melalui ekstensifikasi pertanian, salah satunya adalah dengan menghidupkan tanah-tanah mati. Kedua, melakukan intensifikasi pertanian dengan mengoptimalkan lahan pertanian. Ketiga, Kebijakan mekanisme pasar yang sehat, yakni larangan penimbunan, penipuan, transaksi ribawi, monopoli, dan mematok harga.

Untuk mewujudkan visi dan target ketahanan dan kedaulatan pangan, khilafah memiliki konsep anggaran negara yang unik, sangat berbeda dengan kapitalisme yang mengandalkan pada hutang. Konsep APBN Khilafah baik pemasukan dan pengeluaran diatur berdasarkan syariah. Di antara sumber pemasukan APBN khilafah adalah harta milik umum dan juga harta milik negara yang sangat berlimpah. Sehingga untuk menjaga kecukupan stok pangan, khilafah akan melakukan peningkatkan produksi pangan dengan cara memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian. Negara akan men-support dengan berbagai subsidi yang dibutuhkan berupa modal, sarana produksi pertanian atau teknologi pendukung. Lahan-lahan yang dimiliki negara pun bisa diproduktifkan untuk memenuhi cadangan pangan. Adapun untuk pemenuhan jangka pendek, khilafah bisa membeli produksi pertanian yang diusahakan petani atau swasta sebagai kebutuhan cadangan.

Dalam hal distribusi, khilafah akan menyiapkan sarana dan prasarana logistik yang memadai untuk mendistribusikan pangan ke seluruh daerah yang terkena wabah. Tentu tanpa adanya sekat otonomi daerah bahkan batas wilayah. Dan semua ini dilakukan oleh SDM aparatur Khilafah yang memiliki kompetensi juga amanah menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, serta memiliki kesadaran ruhiyah tinggi bahwa tugas yang dijalankan ialah bagian amal saleh yang akan mendapat ganjaran yang sangat besar di sisi Allah SWT.

Keshahihan visi negara dan konsep politik ekonomi pertanian pangan akan menjadikan Khilafah mampu mengatasi krisis secara cepat dengan dampak yang seminim mungkin. Hal ini juga telah terbukti di berbagai masa ketika Khilafah pernah tegak. Dengan visi inilah khilafah akan serius memaksimalkan semua potensi pertanian yang dimiliki di dalam negeri untuk membangun ketahanan pangan tanpa tergantung pada negara asing. Dalam sistem khilafah, tidak akan pula ditemui proyek yang mangkrak karena kendala dana ataupun izin sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme hari ini. Dengan pengelolaan sistem ekonomi Islam maka swasembada pangan akan terealisasi. Mewujudkan lumbung pangan bukanlah sebuah ilusi. Swasembada pangan akan sempurna terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.

Wallahua’lam bishshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 65

Comment here