Oleh : Nisa Agustina
(Muslimah Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com– Kasus Gangguan Ginjal Akut (GGA) pada anak akhir-akhir ini sangat membuat para orang tua khawatir. Miris memang, di tengah musim pancaroba di mana anak-anak rentan sakit dan akhirnya diberi obat pereda demam atau pereda sakit, ternyata obat yang beredar disinyalir mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan anak-anak.
Kementrian Kesehatan mengumumkan penambahan jumlah pasien gagal ginjal akut pada anak dari yang sebelumnya 251 kasus kini bertambah menjadi 269 kasus dengan angka kematian anak sebanyak 157 orang (tempo.co, 27/10/2022). Tentu ini adalah tragedi dan seharusnya menjadi landasan untuk pemerintah menetapkan adanya kejadian luar biasa, dengan segala konsekuensinya.
Menurut Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, kasus gagal ginjal akut anak terjadi karena adanya senyawa kimia yang mencemari obat-obatan sirup, yakni mengandung ethylen glycol (EG), dhyethylen glycol (DEG) dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). Senyawa ini jika masuk ke dalam tubuh seseorang bisa berubah menjadi asam oksalat. Bila asam oksalat masuk ke ginjal, maka akan berubah menjadi kristal tajam kecil yang bisa merusak ginjal (kompas.com, 21/10/2022).
Dilansir dari halodoc.com, ethylen glycol (EG) dan dhyethylen glycol (DEG) adalah senyawa glikol (alkohol) yang salah satu fungsinya sebagai pelarut. Namun sebenarnya senyawa ini biasa digunakan untuk industri berat, otomotif, dan kosmetik, bukan untuk dikonsumsi. Tak hanya gagal ginjal akut, efek senyawa ini juga bisa menyebabkan gangguan fungsi hati, paru-paru, dan cacat kelahiran jika cemaran EG dan DEG masuk ke dalam tubuh.
Kasus GGA pada anak ternyata bukan pertama kali ini saja terjadi. Pada tahun 1937, tercatat kematian massal sejumlah 100 orang di Amerika Serikat karena keracunan dhyethylen glycol (DEG) yang terkandung dalam obat antibiotik. Kemudian tahun 1972 di India dengan menelan korban sebanyak 70 orang anak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan 12 pelanggaran dalam produksi obat yang salah satunya mengadung EG dan DEG yang melebihi batas. Lalu diikuti dengan kematian sejumlah 15 anak di Madras dan 14 anak di Mumbai pada tahun 1986, dan 11 anak di Bihar pada tahun 1988. Satu dekade kemudian, di Gurgaon 33 anak meninggal dunia karena gagal ginjal akut pada 1998. Terbaru, di Gambia, sebanyak 70 anak meninggal setelah konsumsi obat sirup terkontaminasi (cnnindonesia.com, 20/10/2022).
Sungguh mengherankan, jika sudah sejak lama terjadi di Amerika dan India dan penyebabnya sudah jelas yaitu kandungan berbahaya ethylen glycol (EG) dan dhyethylen glycol (DEG), lalu mengapa di Indonesia sendiri tetap memakai bahan obat sirup tersebut?
Dalam bahasa bisnis (karena industri farmasi sekarang memang dijadikan lahan bisnis), penggunaan ethylene glycol (EG) maupun dhyethylen glycol (DEG) berkaitan dengan strategi pasar atau disebut pricing strategy (strategi harga). Bahan tersebut tetap digunakan karena harga bahan lebih murah dibandingkan bahan lain yang lebih mahal dan aman.
Sistem ekonomi kapitalisme memang memberi kebebasan kepada siapa saja untuk melakukan kegiatan ekonomi. Prinsip ekonomi mereka yaitu mengeluarkan modal atau pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Adanya temuan kembali kasus EG dan DEG pada obat sirup anak menambah bukti industri kapitalis begitu jahat. Mereka menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan. Terlebih di era globalisasi, persaingan antar kekuatan kapital makin ketat dan masing-masing berusaha mencari pangsa pasar seluas-luasnya.
Di sisi lain, ciri yang menonjol dari sistem ekonomi kapitalis adalah minimnya intervensi negara. Kelalaian pemerintah hingga ditemukannya beberapa obat sirup anak yang disinyalir mengandung zat berbahaya merupakan salah satu imbas penerapan sistem yang rusak. Bisa jadi, negara sangat loyal kepada para pengusaha atau para kapitalis, karena nyatanya obat-obat itu secara resmi sudah terdaftar ijin BPOM, meskipun akhirnya ditarik dari peredaran.
Begitu juga sudut pandang masyarakat yang membutuhkan harga yang murah karena perekonomian masyarakat yang masih jauh dari kata sejahtera ditambah kebiasaan masyarakat yang cenderung abai membaca komposisi, ingin harga murah dan cepat sembuh. Hal ini semua dimanfaatkan oleh pemilik modal atau industri farmasi bagaimana agar tetap mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya.
Kasus hilangnya ratusan nyawa akibat obat yang sedianya menyelamatkan nyawa menjadi sebuah bukti memilukan akan tidak adanya jaminan kesehatan dan keamanan untuk rakyat. Negara abai dan tidak bertanggung jawab dengan kesehatan rakyat serta tidak memandang kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi negara.
Masyarakat berjuang sendiri untuk kehidupannya termasuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kesehatannya. Seperti yang kita ketahui bersama, pelayanan kesehatan di Indonesia tidak sepenuhnya gratis dan bisa dirasakan masyarakat luas. Birokrasi yang berjenjang jika ingin menggunakan fasilitas jaminan kesehatan gratis pun sangat menyulitkan masyarakat.
Berbeda dengan sistem Islam, pemenuhan kebutuhan pokok dan jaminan kebutuhan dasar masyarakat yang salah satunya bidang kesehatan menjadi tugas negara dan hukumnya wajib.
Solusi yang Islam berikan bukan sekadar tentang penanggulangan, namun juga memberi pencegahan. Penerapan aturan Islam yang sempurna dan menyeluruh akan melahirkan individu-individu yang taat dan tunduk dengan aturan Allah swt.. Para pelaku bisnis tidak sekadar memikirkan untung rugi, melainkan halal haram, surga atau neraka. Jauh berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan kesehatan dan nyawa manusia sebagai komoditas bisnis.
Islam sebagai satu-satunya sistem penyelenggara pelayanan kesehatan terbaik merupakan solusi tak terbantahkan untuk menjaga keberlangsungan hidup umat manusia.
Dalam Islam, seluruh biaya pengobatan dan kesehatan setiap individu adalah gratis dan menjadi tanggungjawab negara sebagai pengayom rakyatnya tanpa melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat. Baik yang kaya maupun fakir, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang setara dan negara tidak boleh membebankan sedikitpun kepada rakyat untuk pembiayaan pengobatan.
Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus diutamakan. Oleh karena itu, menjaga keselamatan hidup adalah satu perkara pokok yang harus menjadi perhatian negara apalagi negara ibarat junnah, atau perisai bagi rakyatnya. Rasulullah saw. dalam riwayat An-Nasa’i dan Tirmidzi, bersabda, “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa hak.”
Negara dalam Islam juga memiliki tanggung jawab besar dalam melayani kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan pokok komunal seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Dalam kasus gagal ginjal akut ini, negara akan menyelesaikan hal-hal yang menjadi penyebabnya. Dengan memenuhi gizi yang cukup pada anak, memastikan produk kesehatan yang akan dikonsumsi, juga memberi edukasi kepada masyarakat untuk deteksi dini dan mencegah keterlambatan upaya pengobatan.
Untuk langkah kuratif atau pengobatannya, negara akan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, tenaga medis yang mumpuni, industri farmasi yang kuat, dan dengan mudah dijangkau oleh rakyat dengan murah atau bahkan gratis. Pembiayaan kesehatan diperoleh dari baitul mal dalam pos kepemilikan umum yaitu hasil pengelolaan bahan tambang, hutan, dan laut.
Seperti itulah aturan Islam yang menjadi bukti bagaimana Islam sangat mengutamakan kesehatan masyarakat dan wajib dipenuhi negara. Akan tetapi ini semua hanya bisa dilakukan jika sistem Islam diterapkan di negeri ini.
Wallahu a’lam bish showab
Views: 19
Comment here