wacana-edukasi.com– Presiden RI Joko Widodo secara resmi telah melantik Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara di Istana Negara, Kamis, 10 Maret 2022. Presiden melalui Keputusan Presiden RI Nomor 9/M Tahun 2022 tentang Pengangkatan Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menunjuk Bambang Susantono sebagai Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Dhony Rahajoe sebagai Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. Bambang Susantono terakhir memiliki jabatan Vice President di Asian Development Bank. Dhony Rahajoe memiliki pengalaman panjang di bidang property, Managing Director President Office Sinarmas Land (kalbar.antaranews.com, 13/03/2022).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, disebutkan bahwa Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kewenangan khusus otorita ini adalah kewenangan pemberian perizinan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra.
Sebagai bentuk simbolisasi keseriusan Pemerintah memindahkan IKN ke Kalimantan Timur, Presiden RI Joko Widodo dijadwalkan untuk berkemah di titik nol kawasan IKN, Senin, 14 Maret 2022. Juga diundang gubernur seluruh Indonesia dan setiap gubernur yang hadir diwajibkan memakai pakaian adat masing-masing provinsi. Namun, hanya lima gubernur yang ikut menginap bersama Presiden, lima gubernur se-Kalimantan. Dalam kegiatan kemah tersebut, rencananya Presiden Jokowi juga akan melakukan ritual Kendi Nusantara bersama 33 gubernur se-Indonesia. Para gubernur yang hadir diinstruksikan membawa air dan tanah dari masing-masing daerah asal, kemudian disatukan dalam Kendi Nusantara yang disimpan di titik nol IKN Indonesia baru bernama Nusantara tersebut.
Berdasarkan sistem perundang-undangan dalam demokrasi, pemerintah di daerah hanya ada pemerintah propinsi, kabupaten dan kota. Dibarengi dengan adanya perangkat legislatif hingga daerah. Jika katanya memegang demokrasi secara tegas, sementara di konstitusi tidak ada terkait daerah otorita IKN ini, akhirnya keluar regulasi baru untuk membenarkan keberadaannya meski bertentangan dengan regulasi diatasnya. Makin nampak demokrasi hanya melahirkan aturan yang mengikuti ambisi penguasa semata.
Belum lagi kita miris dengan simbolisasi mengawali sejarah IKN ini di titik nol dengan aktivitas syirik. Mempercayai budaya namun tidak memfilternya dari pandangan norma agama khususnya Islam. Mengingat negeri ini mayoritas Islam yang wajar seharusnya aware dengan simbolisasi ini, yang justru akan mengundang ‘kemarahan’ sang Pencipta, dalam bentuk yang tidak dapat kita duga. Demokrasi lagi-lagi menyuburkan kesyirikan untuk memperindah memori pemindahan IKN.
Sejak awal Pemindahan IKN menuai kritik. Mulai dari proses pembuatan UU IKN, permasalahan lingkungan, anggaran sampai desain istana negara. Termasuk terkait waktunya dikala negara sedang dililit hutang yang super besar dan kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat yang terpukul sejak pandemi. Demokrasi makin membuat jarak lebar antara rakyat dan penguasa. Mubazir dalam menata negara, tidak memandang koalisi sipil dan rakyat sendiri banyak yang menolak pemindahan IKN tersebut. Entar dimana lagi suara rakyat akan didengar dalam demokrasi yang hipokrit ini.
Maka jelas sistem demokrasi muara dari semua kekacauan ini. Jangan lagi kita terbuai dengan kemasan indah ‘demi rakyat’ kala penguasa ingin menetapkan sesuatu. Karena nyatanya demi investor, korporat atau kapitalils. Korporatokrasi berbasis kapitalisme yang haram hukumnya dalam Islam ini sudah saatnya digantikan dengan kepemimpinan umum yang dituntun agama.
Zawanah FN
Pontianak-Kalbar
Views: 3
Comment here