Opini

Garuda Terpuruk Akibat Kendali yang Buruk

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nilma Fitri S. Si. 

wacana-edukasi.com– Miris, Garuda Indonesia mengalami Krisis. Utang Rp70 triliun masih menggantung dan kerugian pun terus menggunung. Pendapatan demi menyelematkan kerugian, hanya menjadi angan-angan, nasib Garuda pun kini terancam.

Berdasarkan data kementrian BUMN pendapatan yang dimiliki Garuda Indonesia hanya 50 juta dollar AS perbulan, tetapi beban biaya yang harus ditanggung mencapai 150 juta dollar AS. Kerugian yang dialaminya adalah 100 juta dollar AS atau sekitar 1,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dollar AS) setiap bulannya (live TV metrotvnews.com, 30/10/2021)

Indonesia sebagai negara kepulauan yang banyak pegunungannya dan jumlah penduduknya yang sangat banyak juga, adalah hal strategis bagi kebutuhan jejaring perhubungan udara. Menghubungkan wilayah-wilayah di Indonesia sebagai penerbangan domestik, dan penerbangan mancanegara di luar Indonesia, membuat moda transportasi udara menjadi kebutuhan yang harus dimiliki. Pelayanan umrah dan haji bagi rakyat indonesia yang mayoritas islamnya terbesar di dunia, serta penyediaan logistik dengan cepat bagi kebutuhan masyarakat dan negara melalui pengiriman udara adalah suatu hal vital yang mendatangkan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat.

Peluang emas jejaring perhubungan udara menjadi bisnis yang menggiurkan, Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan utama di Indonesia, akhirnya menjadi rebutan banyak pihak. Kapitalisasi ekonomi di setiap lini, mensyaratkan privatisasi industri vital negara menjadi peluang investasi demi kepentingan pribadi. Tidaklah heran, jika inilah yang menjadi faktor yang turut berkontribusi sebagai penyebab kericuhan keuangan dalam tubuh Garuda Indonesia.

Sebagai maskapai penerbangan paling bergengsi, dengan harga tiket yang paling tinggi tetapi pesawatnya masih leasing, maka efisiensi yang diharapkan akan jauh dari perkiraan. Kesalahan pengelolaan keuangan yang terjadi dalam tubuh Garuda Indonesia, menjadi sorotan utama. Besar pasak daripada tiang, biaya operasional mulai dari sewa pesawat, perawatan pesawat, bahan bakar avtur,  dan gaji pegawai tidak sebanding dengan pendapatan perbulannya.

Belum lagi krisis hutang berjangka dan permasalahan dengan pihak lessor serta dugaan korupsi yang semakin memperparah kerugian, membuat keuangan Garuda semakin terpuruk. Memang tidak salah, jika pandemi dikatakan turut andil dalam penyebab masalah, tapi bukanlah sebagai permasalahan krusial yang harus dibesar-besarkan, karena terpuruknya Garuda sudah merebak sebelum wabah menjangkit.

Menurut pengamat penerbangan Ziva Narendra,  kondisi keuangan yang merugi sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda, akan membutuhkan waktu 20 tahun agar bisa kembali ke kondisi normal, sehingga opsi “flag carrier” atau ketiadaan maskapai penerbangan nasional tidak bisa dicegah. Sedangkan menurut Arya Sinulangga, Staf Mentri BUMN, pemerintah berharap melalui negosiasi dengan kreditur dapat membuat Garuda Indonesia bisa bertahan, sebab mustahil bagi pemerintah memberikan bantuan dana penyertaan modal oleh negara, karena prioritas kas negara adalah dampak pandemi. Dan opsi terakhir sebagai langkah realistis yang diambil pemerintah jika negosiasi buntu, adalah menutup Garuda Indonesia (bbc.com, 25/10/2021).

Kendali Buruk, Permasalahan Memburuk

Apabila penutupan Garuda Indonesia terjadi, maka flag carrier pun akan hilang dan tidak ada lagi maskapai penerbangan nasional di Indonesia. Menurut Ziva Narendra jika hal ini terjadi, bukan menjadi indikasi lemahnya industri penerbangan di Indonesia, seperti yang sudah terjadi di Amerika, semua maskapai penerbangan dikuasai oleh swasta. Padahal, maskapai penerbangan adalah industri vital negara yang wajib ada. Sehingga bukanlah suatu solusi jika industri vital negara harus berpindah tangan ke pihak swasta. Solusi perbaikan dengan merubah paradigma kendali pengelolaan yang benar, maka keberadaan industri vital penerbangan nasional akan terus hadir melayani masyarakat.

Pengelolaan yang terbuka kepada pihak swasta tentu saja sarat dengan tujuan komersial, inilah pinsip ekonomi kapitalisme yang akan memberikan kesejahteraan besar bagi kapitalis sebagai pemilik modal besar yang tentu saja melakukan bisnis ekonomi demi keuntungan pribadi. Padahal moda transportasi merupakan elemen penting bagi hajat hidup rakyat, sehingga keberadaan industri transportasi adalah hal yang vital dan penguasaannya wajib dikendalikan oleh negara dan dipakai sepenuhnya untuk kebutuhan rakyat. Perubahan paradigma inilah yang harus diterapkan bagi perbaikan permasalahan yang tengah dihadapi.

Kendali Islam untuk Kesejahteraan

Sayangnya, kendali negara ekonomi kapitalisme bukan untuk rakyat, dan fungsi negara hanya sebagai pemegang regulasi tanpa turut andil dalam pengembangan ekonomi. Sehingga kebutuhan strategis dan vital rakyat pemenuhannya berujung pada kepentingan bisnis investor. Lagi-lagi kesejahteraan rakyat ada di tangan investor, akankah tercapai?

Dalam Islam, negara bertanggung-jawab terhadap segala bentuk kebutuhan rakyat. Sabda Rasulullah : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Bagaimana bisa negara mengurus rakyat, dengan minimnya sumber pemasukan kas negara seperti yang kita rasakan saat ini. Sumber pemasukan utamanya berasal dari dana pajak yang ditarik dari rakyat, dan komersialisasi pengembangan ekonomi oleh pribadi pun tidak bisa dihindari.

Sedangkan dalam Islam, pendapatan ekonomi sebagai pemasukan negara berasal dari banyak sumber, seperti : kharaj, harta fa’i, ghanimah, jizyah, harta milik negara dan BUMN, pengelolaan kepemilikan umum seperti sumber daya alam dan fasilitas-fasilitas umum, serta zakat. Sehingga rakyat tidaklah khawatir kas negara menjadi kosong. Bahkan kekhawatiran hutang yang dilakukan oleh negara dengan alasan demi kepentingan rakyat tidak akan terjadi.

Banyaknya sumber pemasukan kas negara akan berbanding lurus dengan kemudahan pelayanan kesejahteraan untuk rakyat. Tidaklah sulit bagi negara menyediakan sarana dan prasarana demi kemudahan jangkauan perjalanan untuk rakyat, seperti pembangunan bandara, penyediaan pesawat terbang sebagai moda transportasi udara atau juga fasilitas-fasilitas moda transportasi lain.

Semua aset dan fasilitas yang berhubungan dengan hajat hidup rakyat yang berarti setiap aset yang yang fungsinya demi memenuhi kebutuhan rakyat banyak, maka terkategori dalam kepemilikan umum. Pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara sebagai aset milik rakyat, moda transporatsi inilah salah satunya. Sehingga sangat layak, jika biaya penggunaan moda transportasi yang dibebankan kepada rakyat adalah gratis atau bisa juga murah sebagai kompensasi biaya perawatan aset bukan komersialisasi.

Oleh sebab itu, sudah semestinya tali kendali sistem kapitalisme yang mengatur negara diserahkan kepada Islam agar cita-cita kesejahteraan untuk rakyat, tidak berhenti walau hanya untuk sesaat. Wallaahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here