Oleh: Anisa Rahmi Tania
wacana-edukasi.com, OPINI– Kata aborsi saat ini tidak lagi menjadi kata yang tabu. Seiring maraknya berita tentang aborsi, masyarakat seakan telah terbiasa dengan kejadian tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri, semakin hari praktik aborsi semakin sering terjadi. Pelakunya bukanlah orang dewasa saja namun juga remaja dengan rentang usia SMP-SMA.
Sebagaimana berita yang sempat viral beberapa waktu yang lalu, pihak berwajib melakukan penangkapan terhadap lima perempuan terduga melakukan praktik aborsi di klinik ilegal. Lokasinya berada di salah satu apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara. Mirisnya, mereka hanyalah lulusan SMA dan SMP. Tanpa latar belakang medis. Berdasar pada hasil penyelidikan aparat berwenang, praktik tersebut telah dilakukan selama dua bulan. Tarif untuk pasien beragam dengan kisaran Rp10 juta sampai dengan Rp12 juta. (www.rri.co.id, 21/12/2023)
Mengapa Aborsi Semakin Marak?
Tindakan aborsi tidaklah terjadi begitu saja. Sebagaimana pepatah, tidak akan ada asap jika tidak ada api. Tidak akan terjadi aborsi tanpa adanya sesuatu sebelumnya. Dilansir dari solopos.com (4/8/2023), menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebanyak 60 persen remaja di Indonesia usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual. Sementara usia 14-15 tahun sebanyak 20 persen, dan 20 persen lainnya di rentang usia 19-20 tahun.
Sungguh miris, usia remaja yang merupakan usia emas untuk mengasah potensi. Usia dimana segala kemampuan bisa dilejitkan dengan optimal, justru malah terjebak dalam arus pergaulan bebas. Inilah gaya hidup barat yang telah merangsek masuk ke pergaulan remaja di tanah air. Dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam, norma-norma agama mudah saja ditabrak dan ditinggalkan.
Sehingga perilaku remaja seperti nongkrong di malam minggu dengan berpasang-pasangan, tidak lagi dianggap salah. Muda mudi yang bergandengan tangan atau bahkan berpelukan di taman atau tempat-tempat sepi seakan menjadi pemandangan biasa.
Sebagaimana diutarakan sosialog Musni Umar, selain dampak dari ekonomi sulit yang dihadapi masyarakat, kasus aborsi juga merupakan dampak dari pergaulan bebas. Menurutnya perlu untuk membangun kesadaran moral dan spiritual di masyarakat. Kolaborasi guru di sekolah dan orang tua di rumah untuk terus menyampaikan pesan-pesan moral salah satu upaya untuk mencegah terjerumusnya anak-anak dalam pergaulan bebas. (www.rri.co.id, 21/12/2023)
Jika menelaah dari pendapat tersebut, jelaslah jika aborsi merupakan dampak nyata dari ditinggalkannya aturan agama dari kehidupan. Artinya tanpa sadar sistem sekularisme telah berhasil menjauhkan agama dari kehidupan masyarakat. Sistem ini pula yang melahirkan liberalisme. Yakni kebebasan dari berbagai hal. Sehingga masyarakat seakan terlindungi untuk melakukan hal tertentu tanpa peduli aturan agama.
Maka, salah satu efeknya yang fatal terasa sekarang ini adalah maraknya aborsi. Bermula dari digaungkannya kebebasan berperilaku dan berpendapat. Seiring dengan semakin disempitkannya materi agama dalam kurikulum pendidikan. Maka akhirnya pergaulan bebas menjadi life style. Bahkan dianggap kuno bagi sebagian orang yang masih menjaga batas-batas pergaulan.
Kini negara kelimpungan. Generasi hari ini membawa banyak masalah bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat, bangsa serta negara. Mereka seakan sudah terperosok jauh ke dalam kubangan lumpur yang pekat.
Islam Menjawab Persoalan Aborsi
Islam mengharamkan praktik aborsi. Aborsi dalam Islam hanya boleh dilakukan saat diputuskan tim medis janin dalam rahim sang ibu membahayakan nyawa ibu. Itu pun saat usia kandungan belum menginjak 40 hari.
Karena tindakan aborsi di atas usia 40 hari sama saja dengan tindakan kriminalitas. Konsekuensinya harus membayar diyat sesuai dengan yang ditetapkan hukum syara. Dari segi ini saja, Islam telah memperlihatkan ketegasannya dalam menjaga nyawa.
Islam juga telah memberikan berbagai bentuk pencegahan seperti larangan tegas bagi laki-laki dan perempuan dalam berkhalwat (berdua-duaan). Islam mengharamkan ikhtilat yakni campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya keperluan yang diperbolehkan syara. Begitu pula dengan tabaruj, yakni berhias yang berlebihan bagi perempuan termasuk tindakan yang tidak boleh dalam Islam. Karena hal tersebut akan memalingkan pandangan lawan jenis.
Maka negara dalam Islam wajib memberikan fasilitas yang cukup dalam kehidupan umum. Supaya tidak terjadi aktivitas-aktivitas terlarang tadi. Seperti pendidikan yang terpisah. Negara memberikan edukasi tentang keharamannya melalui pendidikan maupun edukasi kepada masyarakat secara langsung melalui para alim ulama. Juga menerapkan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.
Tempat-tempat umum seperti taman, hotel, tempat makan, tempat pariwisata diawasi oleh polisi syariah untuk memastikan tidak ada maksiat di tempat-tempat tersebut. Selain itu, masyarakat pun sigap dalam mengontrol satu sama lain. Menjalankan amar makruf nahi munkar. Sehingga setiap anggota masyarakat sama-sama berupaya menerapkan hukum syariah dan terus menjaga keberlangsungannya. Adapun setiap individu senantiasa dibina keimanan dan ketakwaannya. Baik dari keluarga, pendidikan formal maupun nonformal, atau program pemerintah lain.
Oleh karena itu, budaya liberal tidak akan masuk dalam sistem pergaulan masyarakat, dewasa maupun remaja. Ketika negara telah menerapkan sistem Islam secara kaffah dan merealisasikan hukum-hukum Allah di tengah masyarakat. Bukan malah menjauhkannya dan menggantinya dengan hukum manusia yang penuh dengan kekurangan, kelemahan, dan kesalahan.
Wallahu’alam bisshawab.
Views: 18
Comment here