Oleh: Ummu Jifa (Anggota Komunitas Muslimah Indramayu Menulis)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Serangan berkepanjangan yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza Palestina telah mengantarkan kepada derita tiada akhir. Genosida terjadi di sana, dengan menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Data per April, korbannya sudah mencapai lebih dari 51.200 jiwa sejak serangan Oktober 2023 silam (www.aljazeera.com).
Bahkan, dikabarkan oleh WFP (Program Pangan Dunia PBB), Gaza telah memasuki kondisi memprihatinkan. Di mana mereka menghadapi krisis kemanusiaan yang paling mengerikan, dengan kekurangan akut sumber daya penting untuk menopang kehidupan. Sangat menyedihkan, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudahlah mereka kehilangan sanak keluarga, harta, serta rumah, sekarang mereka harus siap menghadapi badai kelaparan yang menimpa.
Namun lebih menyakitkan lagi, meski bukti-bukti penderitaan saudara kita sudah amat jelas dan gamblang, namun nampaknya belum cukup juga untuk membukakan mata dunia. Sampai detik ini tentara umat Muslim belum turun serempak melakukan pembelaan secara fisik.
Bagian Tubuh Yang Tak Peka
Jika dalam istilah medis ada pasien dengan penderita CIPA ( Congenital Insensitivity to Pain with Anhydrosis) di mana penderita tidak bisa merasakan bahwa tubuhnya sakit, demikianlah mungkin perumpamaan umat Islam saat ini. Di saat bagian tubuhnya sedang sakit, ternyata malah mati rasa, tidak bisa merasakan rasa sakit yang sedang dialami bagian tubuh tersebut.
Tentu ini berbahaya bagi umat Islam, karena ruh umat Islam adalah sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling menyayangi, saling mencintai, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Bukhari dan Muslim)
Tentu seharusnya, saat saudara-saudara di Gaza begitu menderita atas kekejaman Zionis Israel, seluruh umat Islam harusnya merasakan pula hal itu. Dan tidak berdiam diri, karena turut merasa kesakitan. Bukankah orang yang sakit pasti akan bersusah payah menyembuhkan penyakitnya, terlepas di bagian manapun dari tubuhnya.
Sayangnya ini tidak terjadi, umat Islam nyatanya masih banyak membisu, berupaya tidak merasakan sakitnya. Terutama hal ini terjadi pada penguasa-penguasa Muslim. Mereka bergeming, bahkan cenderung berlari menjauhi, berlepas tangan, dengan berbagai dalih. Mereka hanya mencukupkan diri dengan mengecam, ataupun sekadar lip service.
Nasionalisme Biang Matinya Rasa Satu Tubuh
Mati rasa yang dialami umat Islam, terutama para penguasa Muslim, tentu bukan tanpa sebab dan datang begitu saja. Dulu umat Islam begitu peduli dengan sesama saudaranya, bahkan satu orang yang dilecehkan saja maka sang Pemimpin, tidak segan-segan menurunkan pasukannya untuk membuat perhitungan. Tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang.
Mati rasa ini terjadi sejak umat kehilangan pemersatunya, yaitu sistem Khilafah. Sejak keruntuhanya pada tanggal 3 Maret 1924 sejak itu pula umat Islam tercabik-cabik, terpisah-pisah menjadi potongan-potongan kecil berbaju nasionalisme. Negeri-negeri Muslim menyibukkan diri dengan masalah negerinya masing-masing. Dan berlanjut hingga saat ini. Sehingga apa yang dirasakan saudaranya di Gaza tidak lagi menjadi perasaannya karena tersekat jurang nasion-state yang berbeda.
Umat Harus Menyatukan Rasa
Berbagai negosiasi, perjanjian damai, gencatan senjata selalu tumpul dan gagal. Maka, tidak ada solusi lain. Saudara kita di Gaza hanya bisa dibebaskan dengan melenyapkan sumber penderitaannya, yaitu mengusir kehadiran penjajah zionis Israel laknatullah alaih. Dan ini tidak akan mungkin dilakukan, jika umat Muslim tidak menyatukan kekuatan melawan penjajah Israel itu.
Rasa satu tubuh harus dibangkitkan. Umat harus rida untuk segera mencampakkan nasionalisme yang telah memecah-mecah persatuan. Karena hakikatnya penjajahan bisa dihentikan dengan persatuan umat dalam satu kepemimpinan global. Sehingga kepemimpinan global ini akan menyeru semua muslim di seluruh dunia dengan seruan yang sama.
Oleh sebab itu, ketika kepemimpinan global tersebut belum ada, maka umat harus disadarkan dengan sentuhan dakwah pemikiran. Berupa seruan-seruan yang mengarahkan umat agar mau memperjuangkan hadirnya kepemimpinan global itu. Sehingga umat menyadari bahwa tidak ada solusi lain bagi masalah Palestina, melainkan hanya dengan hadirnya kepemimpinan global bagi kaum Muslim. Kepemimpinan global yang dimaksud adalah Khilafah sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Ajhizatu ad-Daulah Al-Khilafah, Karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. [WE/IK].
Views: 2
Comment here