Oleh Ronita Pabeta, S.Pd ( Ibu Rumah Tangga & Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kabar menikahnya putra bungsu presiden, Kaesang Pangarep dengan wanita pujaannya Erina Gudono membuat semua bersuka cita. Puncak perhelatan yang digelar Sabtu (10/12/2022) disebut sebagai “the royal wedding”. Pasalnya, pesta itu diselenggarakan dengan sangat mewah, dengan anggaran yang fantastis. Sejumlah menteri tampak sibuk mempersiapkan pernikahan putra bungsu presiden tersebut. Bahkan ribuan personel TNI dan Polri diturunkan untuk membantu pengamanan lokasi pesta yang berada di kota Solo, Jawa Tengah. Diprediksi, biaya pernikahan anak bungsu presiden tersebut mencapai angka miliaran rupiah. Terlihat dari acara yang digelar mulai acara lamaran, siraman, aqad nikah hingga resepsi mewah. Tamu undangan pun nampak dari kalangan pejabat sampai selebriti. Jumlah tamu yang datang pada pesta resepsi mencapai ribuan orang. Tak pelak, pasukan gabungan TNI dan Polri ikut terlibat dalam pengamanan perhelatan akbar ini.
Tempat yang digunakan untuk acara lamaran tak tanggung-tanggung, hotel bintang lima di Yogyakarta, Royal Ambarukmo. Tentu saja untuk mendapatkan fasilitas paket wedding dari hotel ini harus merogoh kocek dalam-dalam. Pasalnya, paket wedding hanya ada dua, yang pertama paket dengan harga 428 ribu/pack. Minimal tamu 200 orang. Paket ini sudah lengkap dengan berbagai fasilitas. Sementara paket kedua adalah paket senilai Rp 2.588.000 nett per table/meja. Dengan minimal pemesanan 25 meja. Satu meja bisa untuk delapan orang. Maka, jika ditotal secara keseluruhan, pernikahan ini jelas mengeluarkan biaya miliaran rupiah.
Sebenarnya pesta pernikahan layak digelar oleh siapa saja termasuk anak presiden sekalipun. Tetapi, dalam kondisi yang membuat empati kita terusik tentu bukanlah pilihan bijaksana jika menyelenggarakan pesta yang mewah, bahkan dijuluki pernikahan termewah tahun ini. Mulai dari terlibatnya sejumlah menteri, pengamanan gabungan TNI dan Polri yang berjumlah belasan ribu personel, hingga menu yang dihidangkan. Acara tasyakuran “ngunduh mantu” digelar di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah pada hari Minggu (11/12/2022). Acara ini digelar dengan sangat mewah dan unik. Tamu undangan sebelum memasuki kawasan pesta, akan dijemput dengan bus, becak dan andong yang jumlahnya banyak. Mirip pesta rakyat karena melibatkan ratusan becak dan puluhan andong. Menu makanan yang banyak dan beragam pun dihidangkan. Mulai dari makanan tradisional sampai makanan modern, dengan 16.000 porsi tersedia.
Pagelaran pesta ini mengusik nurani rakyat yang saat ini dilanda susah. Apakah layak seorang presiden, pemimpin rakyat, pemegang amanah urusan rakyat menggelar pesta pernikahan mewah dan terkesan tak merasakan kesusahan yang melanda rakyatnya saat ini?
Berbagai macam persoalan, mulai dari PHK besar-besaran akibat wabah covid yang membuat banyak para pencari nafkah menjadi pengangguran, dan ini berdampak kepada masalah sosial. Meningkatnya angka kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bunuh diri dan dampak sosial lainnya merupakan dampak terjadinya banyak pengangguran. Begitu juga saat ini, rakyat di beberapa daerah diterpa dengan berbagai bencana; banjir, tanah longsor, gempa bumi dan erupsi gunung. Dan dampak bencana ini tentunya meninggalkan berbagai masalah, rusaknya infrastruktur umum dan perumahan tempat tinggal masing-masing keluarga. Belum lagi kerugian materi yang dialami warga terdampak bencana bahkan sampai korban jiwa. Dilansir dari Republika.co.id, dikabarkan gempa bumi yang terjadi di Cianjur pada 21 November 2022 lalu dengan kekuatan 5,6 SR merusak 53 ribu rumah warga, korban yang meninggal berjumlah 334 jiwa. Jumlah pengungsi saat ini mencapai 114.683 jiwa yang berasal dari 41.166 KK. Begitu juga dilansir dari Merdeka.com, pada Rabu (14/12/2022) terjadi banjir lahar dingin disertai letusan sekunder. Hal ini mengakibatkan ditutupnya beberapa akses jalan dan penyeberangan. Disebutkan oleh Kabid Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Lumajang, Wawan Hadi Siswoyo, meskipun belum ada dampak serius yang terjadi akibat lahar dingin dari letusan merapi, tetapi tetap dihimbau warga untuk tetap meningkatkan kewaspadaan dan tidak beraktivitas di wilayah yang dilalui aliran lahar dingin Semeru. Berturut-turut gempa bumi terjadi di beberapa wilayah, meski tidak ada dampak korban. Karena gempanya hanya terjadi beberapa saat meski dengan magnitudo getaran yang cukup meresahkan.
Sebagai kepala negara, tentunya presiden harus bijak menempatkan momentum agenda yang akan dilakukan, apalagi jika hanya menyangkut urusan pribadi. Pagelaran pesta mewah bak seorang raja, tentulah tidak bijak dilakukan di tengah ekonomi sulit yang dialami rakyat selama beberapa tahun sejak pandemi mewabah di negeri ini.
Seharusnya, seorang kepala negara berikut staf menterinya tidak disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya bisa disederhanakan jika masih punya nurani. Pesta pernikahan tetap bisa dilaksanakan dengan penuh kesahajaan. Meskipun tak mewah, pesta bisa tetap berlangsung khidmat. Hal ini justru akan mengundang simpati rakyat dan kecintaan mereka kepada pemimpin mereka.
Kesederhanaan dan kesahajaan nampak dihadirkan dalam kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wasallam. Bagaimana Rasulullah sebagai seorang pemimpin ketika itu menikahkan putri kesayangannya, Fatimah binti Muhammad dengan sahabatnya Ali bin Abi Thalib. Tanpa kemewahan tetapi dengan kesahajaan dan penuh khidmat. Keberkahan pun tercurah pada pernikahan mereka.
Melihat keindahan Islam akan terwakili dengan melihat kepemimpinannya. Sebagaimana pula diperlihatkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika menolak memberikan permintaan anaknya untuk mencicipi makan daging. Umar mengatakan pada putranya, bagaimana mungkin kita makan enak sementara rakyat ada yang tidak bisa makan daging. Demikian juga yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Azis ketika hendak berbicara dengan putranya, beliau menanyakan terlebih dahulu apakah pembicaraan tersebut terkait kepentingan umum/rakyat atau hanya kepentingan pribadi. Maka ketika anaknya mengatakan urusan pribadi maka lampu di istana pun dipadamkan. Hal itu dilakukan oleh khalifah karena lampu dan segala fasilitas di istana adalah milik rakyat bukan milik pribadi.
Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki tanggung jawab besar terkait keaejahteraan dan keamanan rakyatnya. Dijelaskan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang imam/pemimpin itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang dibelakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil maka dia akan mendapat pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem sekulerisme hari ini yang menganggap agama tak perlu dibawa ketika mengurus masalah dunia tentu sikap individualistik, materialistik dan konsumeristik tak bisa jauh. Karena pada dasarnya setiap manusia punya kecenderungan atau keinginan. Jika kecenderungan itu diarahkan ke arah yang baik maka tentu saja akan maslahat, begitupun sebaliknya.
Model kepemimpinan yang sebagaimana digambarkan dalam sejarah peradaban umat selama 13 abad inilah yang menjadi dambaan umat. Apakah masih ada sosok kepemimpinan seperti itu? Tentunya masih ada, jika sistem kehidupan hari ini dikembalikan kepada sistem mulia yang bersumber dari Al Qur’an dan As sunnah.
Wallahu a’lam bishawwab
Views: 53
Comment here