Oleh Anastasia, S.Pd.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Revolusi 4.0, memang telah memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap tatanan kehidupan. hal ini tentu, sangat memberikan dampak kemudahan terhadap informasi dan teknologi. Akibatnya, banyak sekali berbagai penemuan aplikasi sosial media, sebagai sarana eksistensi seseorang. Tentu menjadi sangat menarik, karena faktanya penggunaan sosial media di Indonesia sangat digandrungi oleh Gen Z, Databoks.com (09/02/2024).
Mereka adalah generasi yang lahir antara tahun 1997-2012). Tepat, di mana teknologi informasi tengah berkembang pesat. Hadirnya teknologi gawai pun telah memengaruhi Gen Z, dalam mengakses media sosial, mereka menjadikan sosial media sebagai wadah untuk menyalurkan eksistensinya.
Hal demikianlah, yang kini melahirkan istilah Flexing dan FOMO (Fear Of Missing Out). FOMO atau Fear of Missing Out, secara lebih spesifik adalah, perasaan cemas atau rasa takut yang ditimbulkan akibat kehilangan kesempatan berinteraksi dengan sosial media atau kekhawatiran melewatkan sesuai yang sedang viral di sosial media. Sehingga, membentuk perilaku yang ingin selalu staytune mengikuti perkembangan zaman. Detik.com (24/07/2024).
Sedangkan flexing adalah, perilaku yang ingin selalu eksis. Yaitu menampakkan pencapaian dirinya, baik dalam bentuk materi pun keinginan untuk selalu berbagi kegiatan ke sosial media, agar dilihat oleh orang lain.
Jeretan Hedonisme
FOMO atau pun flexing, merupakan pengaruh dari pesatnya perkembangan teknologi, namun apabila pengaruh tersebut tidak dibentengi pemahaman Islam yang cerdas, maka Gen Z hidup terjerat dalam budaya hedonisme dan konsumerisme. Dari kedua fenomena ini, sejatinya telah merubah konsep berfikir, yaitu mereka membangun konsep diri berdasarkan sesuatu yang mereka lihat dari sosial media. Penggunaan sosial media, tidak lepas dari sosok selebritis yang senantiasa memperlihatkan kehidupan mewah dan bebas, karena perilaku flexing awalnya diinsiatif oleh pesohor dunia hiburan.
Akibatnya, Gen Z termotivasi untuk membangun karakter seperti apa mereka lihat. Kita memahami, cara pandang bebas dan hedonisme senantiasa ditampakan melalui sosial media, secara otomatis telah memberikan efek negatif terhadap Gen Z. Yaitu, mereka selalu dikejar untuk memenuhi kebutuhan hidup yang serba mewah, adanya keinginan untuk terus mengikuti hawa nafsu yang bersifat materi.
Seperti kebutuhan merawat diri dengan skincare, memakai barang yang branded, atau hanya sekedar berburu kuliner viral. Gaya hidup, seperti ini tanpa disadari menciptakan rasa tidak puas, dan ingin selalu dipuji karena ingin dilihat oleh orang lain.
Mereka telah masuk ke dalam jeratan hedonisme. Jeratan ini telah mendominasi perilaku Gen Z untuk mengejar urusan dan kebahagiaan dunia. Tanpa, melihat halal dan haram.
Melihat kecenderungan Gen Z yang sudah semakin luntur dengan identitas Islamnya, memang tidak bisa dipisahkan dari sistem kehidupan yang saat ini diterapkan. Yaitu, sistem kapitalis yang memandang kehidupan ini, sebagai sarana mengejar kebahagiaan dunia. Kapitalis memliki konsep remaja, sebagai masa bergejolak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya saja. Melihat fase remaja sebagai perubahan biologis, hanya bersifat materi.
Wajar, apabila Gen Z di masa sekarang, tidak berfikir kritis dalam menjalankan kehidupannya. Kecenderungan gaya hedonisme, telah menjajah akal berpikir tumpul . Padahal, keberadaan akal semestinya digunakan untuk mencari jalan kebenaran. Namun, faktanya potensi akal, seharusnya melahirkan proses berpikir cemerlang, potensinya menjadi tidak bekerja secara optimal, terkontaminasi mengejar kesenangan kehidupan duniawi. Akibatnya, Gen Z kehilangan daya berpikir kritisnya terhadap penyelesaian hidup yang seharusnya bersandar kepada Islam. Lemahnya kesadaran ini, mengakibatkan tidak mau terikat dengan perintah Allah. Justru, Gen Z beranggapan bahwa, aturan Islam hanya penghalang mereka untuk berperilaku bebas. Mereka sama sekali, tidak mengetahui syariat Islam sebagai aturan hidup. Hegomoni pandangan kapitalis telah, membajak potensi Gen Z yang seharus usia mereka disibukan dengan prestasi, namun mereka teralihkan mengejar dunia tanpa menjadikan Allah sebagai tujuan.
Remaja Islam, Remaja Produktif
Islam memandang penting generasi, karena mereka adalah aset pengisi kejayaan di masa depan. Tentu para musuh Islam, melihat potensi tersebut adalah bentuk ancaman yang bisa mengalahkan eksistensi mereka. Sehingga, detik ini mereka terus-menerus menjajah. Penjajah pemikiran ini, bertujuan untuk membangun karakter generasi Islam smaa dengan kepribadian mereka.
Islam sesungguhnya, mempunyai cara jitu untuk melahirkan dan melindungi generasi supaya memilik daya kritis dan juang yang tangguh. Masa remaja adalah masa di mana, seseorang sudah siap dengan tanggung jawab besar terhadap dirinya sendiri, yaitu untuk menjalankan perintah Allah, dan memahami berbagai konsekuensinya. Apabila kesadaran ini muncul, tentu akan lahir individu sholeh, dan menciptakan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, virus pemahaman yang bertentangan dengan Islam, akan mudah diatasi.
Islam sangat menekankan pendidikan aqidah sedini mungkin. Supaya, ketika usia balig akan muncul kecendrungan untuk taat syariat. Rasulullah menyebut fase ini, sebagai syabaab (الشَّبَاب) yang mempunyai akar makna: kekuatan, baru, indah, tumbuh, awal segala sesuatu, yang positif dan penuh dengan optimisme meraih masa depan untuk kejayaan Islam.
Islam, memberikan kewajiban kepada orang tua untuk menjalankan perannya mengasuh, dan mendidik anak, dengan sebaik-baiknya penjagaan.
Rasulullah saw bersabda:
مَا نَحِلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ اَفْضَلُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
Tidak ada pemberian seorang ayah (orangtua) yang lebih utama dari pada pendidikan yang baik (HR at-Tirmidzi).
Wajar, apabila Islam dijadikan acuan dalam mendidik, maka lahir para ilmuwan yang hebat, dan telah yang memberikan sumbangan pada peradaban Islam dan dunia. Peran negara pun memberikan andil, yaitu negara menjamin kebutuhan dasar, seperti akses pendidikan berkualitas dan gratis, karena pendidikan hal yang sangat penting dalam mencetak generasi. Negara adalah sensor utama dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari segala bentuk pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Wallahu’alam
Views: 13
Comment here