Opini

Gen Z Harus Melek Politik Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ilma Mahali Asuyuti

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Pesta demokrasi memang akan selalu ada “titipan-titipan” pesan untuk memuluskan jalannya pesta. Salah satu sasarannya tentu kalangan milenial dan gen Z. Masa muda merupakan fase ketika manusia berada di titik produktivitas yang tinggi, semangat mereka membara dengan dukungan fisik yang tangguh. Sayangnya, potensi besar pemuda ini menyatu dengan berbagai problem akut yang justru membajak potensi mereka.

Mengutip tribunnews.com, calon Wakil Bupati (Cawabup) Bandung nomor urut 2, Ali Syakieb mengajak anak-anak muda terutama kaum milenial dan gen Z agar berani berperan dan berkontribusi aktif dalam pembangunan di Kabupaten Bandung.

Hal itu sejalan dengan semangat dan makna Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Ia berharap peringatan Hari Sumpah Pemuda tidak lagi hanya seremonial, namun dapat menjadi tonggak kebangkitan para pemuda Indonesia, khususnya di Kabupaten Bandung.

Dalam rangka Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober ini, Ali Syakieb menyerukan dan mengajak generasi milenial dan gen Z agar mulai melek politik dan dapat berkontribusi dalam membangun Kabupaten Bandung yang lebih baik di masa depan.

Oleh karena itu, ia mengajak milenial dan gen Z untuk tidak bersikap cuek dan apatis terhadap dunia politik, khususnya di masa Pilkada Serentak 2024 ini.

Sebab, kata Ali, suara milenial dan gen Z yang berada di kisaran 56 persen dari total pemilih, akan sangat menentukan masa depan Kabupaten Bandung ke depannya. Ia menyebut, dengan melek politik anak-anak muda dapat memilih calon pemimpin mereka dengan mendasarkan pada track record atau rekam jejak calon, kinerja dan prestasi, kebermanfaatan program yang digulirkan untuk masyarakat, serta visi misi dan program calon pemimpin.
(Tribunnews.com, Senin, 28 Oktober 2024)

Menjelang Pilkada 2024, para calon kepala daerah mencoba mendulang suara gen Z dengan berbagai cara dan juga berbagai tawaran ‘menarik’ dengan janji hidup gen Z akan menjadi lebih baik dalam kepemimpinan mereka.

Gen Z tidak boleh lupa bahwa dalam sistem demokrasi yang diterapkan hari ini, mereka hanya dibutuhkan suaranya saja untuk memenangkan pilkada. Suara pemilih hanyalah permainan saja untuk kepentingan elite politik, bukan demi rakyat. Ujung-ujungnya pemuda hanya akan menjadi korban dari perhelatan politik untuk mendulang suara mereka tanpa penjelasan aktivitas politik yang benar.

Setelah masa Pilkada selesai, nasib pemuda tidak akan ada perubahan sebagaimana masa-masa sebelumnya, karena dalam negara sekuler demokrasi gen Z hanya dipandang sebagai aset ekonomi. Padahal pemuda merupakan yang berharga, karena semangat mereka membara dengan dukungan fisik yang tangguh. Tapi dalam sistem demokrasi sekuler, para pemuda malah harus bergelut dengan berbagai problem politik yang justru membajak potensi mereka.

Seharusnya para pemuda diarahkan pada tujuan hidup yang benar melalui proses pendidikan yang benar juga, sehingga mengarahkan potensi diri mereka dalam bidang-bidang tertentu yang kelak akan bermanfaat bagi dirinya, agama serta bangsa dan negaranya. Tetapi dengan adanya kepentingan para elite politik, malah mengaburkan karakter mereka sebagai agent of change.

Pemuda yang seharusnya menjadi agen perubahan, dalam sistem demokrasi malah dimanfaatkan untuk melanggengkan hegemoni oligarki kapitalis, karena definisi politik dalam sistem demokrasi adalah kekuasaan untuk kepentingan para kapitalis, bukan untuk kemaslahatan rakyat.

Pada dasarnya, dalam sistem demokrasi kapitalis peran pemuda tidak dibutuhkan dalam urusan politik, karena pada faktanya ketika para pemuda menyuarakan perubahan dan mengkritik kebijakan demi kepentingan rakyat, demokrasi tidak akan menyebutnya sebagai peran politik. Semua tuntutan yang diajukan para pemuda (demo mahasiswa) tidak didengar oleh para penguasa, padahal sudah berkali-kali mahasiswa turun untuk demo, tetapi Kebijakan-kebijakan yang menguntungkan segelintir elite politik tetap disahkan tanpa persetujuan rakyat.

Janji-janji yang ditawarkan saat Pemilu atau Pilkada sejatinya hanya bualan, karena pada faktanya janji yang disebutkan mereka, ketika sudah mendapatkan jabatan janji itu seolah-olah tidak pernah diucapkan. Apalagi saat ini yang menjadi sasaran mereka adalah gen Z dengan menjamin hidup mereka menjadi lebih baik.

Padahal yang dibutuhkan hari ini bukan pemimpin baru, tetapi sistem baru yang akan mengubah kehidupan dan memberdayakan potensi pemuda sesuai dengan apa yang mereka miliki. Karena jika sistemnya tidak berubah, siapa pun yang akan memimpin, jaminan hidup rakyat tetap tidak akan terpenuhi dan tidak akan mewujudkan kesejahteraan. Karena negara kapitalis selalu mendahulukan kepentingan dan keuntungan daripada keadilan.

Yang diperlukan pemuda saat ini adalah politik yang benar, bukan hanya sekedar janji-janji palsu yang tidak pernah terwujud. Pemuda juga perlu diarahkan agar hak pilihnya menjadi sebuah kekuatan, dimana hak pilihnya bukan hanya sekedar alat legitimasi dalam memilih Wakil Rakyat yang tidak memiliki tanggung jawab dalam mengurusi rakyat.

Pemuda tidak lagi butuh sistem demokrasi, karena kerusakan kehidupan saat ini justru lahir dari sistem politik demokrasi. Demokrasi tidak mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat maupun pemuda. Problematika terus bermunculan akibat sistem yang rusak, kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kelaparan, bahkan kriminalitas angkanya terus naik. Ini bukti bahwa sistem demokrasi tidak layak untuk diperjuangkan.

Oleh karena itu, solusi dalam hal ini bukan dengan memperbaiki sistem, tetapi membuang dan menggantinya dengan sistem politik Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan pada umat. Begitu pula gen Z, pemuda seharusnya menjadi agen perubahan yang mampu membawa perubahan dari politik demokrasi menjadi politik Islam yang menjadikan kedaulatan ada pada syara’, bukan pada manusia.

Politik Islam mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Sebab, politik dalam Islam adalah mengurus urusan umat dengan sebaik-baik pengurusan dari penguasa yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Maka politik Islam adalah satu-satunya pilihan bagi gen Z untuk belajar politik dan menjadikan mereka layak untuk menjadi duta Islam yang menyampaikan syiar Islam ke tengah-tengah umat.

Spirit pemuda dalam kesadaran politik, bila kita telaah perjuangan Rasulullah saw, maka para pemuda adalah penopang dakwah Rasul. Mereka begitu tertarik dengan realistisnya ajaran Nabi, dan pemikiran mereka terbuka karena selama itu mereka hidup dalam kejahiliahan. Seperti Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin Umair, Zubair bin Awwam, Ammar bin Yasir dan masih banyak lagi dari kalangan pemuda yang tercerahkan dengan dakwah Nabi.

Benar saja, di masa-masa setelah Islam memiliki kekuasaan di Madinah dan semakin luas kekuasaannya, para pemuda binaan Rasulullah saw adalah para pelaku politik Islam yang bisa mengubah kondisi dunia dari pengaruh negara adi kuasa yang kufur. Artinya, kesadaran politik para pemuda tentu adalah sebagai aset keberlangsungan kondisi di masa yang akan datang, dan tentunya harus dibangun dengan landasan ideologi yang benar, yaitu Islam, yang akan membangkitkan mereka untuk mencapai kesadaran politik yang hakiki.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here