wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah di berbagai negara dunia, tidak terkecuali Indonesia. Padahal, pengangguran berkorelasi positif dengan kemiskinan. Sedangkan kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.
Fenomena maraknya pengangguran di kalangan Gen Z ini menjadi ancaman serius bagi bonus demografi untuk menuju Indonesia Emas 2045. Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012. Pengangguran terjadi dikarenakan jumlah pekerja jauh lebih banyak dari pada lapangan pekerjaan yang disediakan. Selain itu, banyaknya lulusan yang tidak sesuai kebutuhan industri membuat para pemuda sulit menjemput rezeki. Kalau sudah seperti ini, bonus demografi akan berubah menjadi bencana demografi.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut ada sejumlah faktor yang membuat banyak anak muda alias Gen Z menganggur. Salah satu faktornya adalah salah memilih sekolah dan jurusan. Lantas apakah benar demikian? Faktor salah jurusan inilah, kata dia, yang menjadi banyak anak muda Indonesia masuk golongan pengangguran tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). Alasan-alasan yang membuat anak muda masuk ke dalam kategori NEET antara lain putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, dan kewajiban rumah tangga.
Di tengah polemik mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi atau universitas. biaya pendidikan menjadi salah satu tantangan yang harus dibenahi untuk mengatasi persoalan NEET. Dia mengatakan faktor biaya bisa menjadi salah satu pertimbangan lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.
Akar munculnya masalah ini sebagai akibat dari penerapan kapitalisme dan demokrasi. kapitalisme telah menjadikan fungsi negara hanya sebagai pengawas. Negara tidak turun tangan menyolusi masalah warganya. Negara secara liberal menyerahkan berbagai kekayaan yang melimpah kepada korporasi swasta, baik lokal maupun asing. Liberalisasi ekonomi ini menjadikan sumber daya alam dikuasai segelintir pemodal. Miris, setelah kekayaan alam diserahkan, anak bangsa pun kehilangan kesempatan untuk mengakses pekerjaan.
Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, dalam Islam, pemimpin atau negara menempatkan diri sebagai pengurus dan penjaga. Adanya dimensi akhirat pada kepemimpinan Islam membuat seorang penguasa akan takut jika zalim dan tidak adil kepada rakyat. Mereka akan berusaha maksimal mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam sebagai tuntunan kehidupan. Ajaran Islam menetapkan mekanisme jaminan kesejahteraan salah satunya berupa sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyat khususnya laki-laki memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni.
Negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor nonriil yang kerap membuat mandek, bahkan hancur perekonomian negara.
Yasyirah, S.P
Views: 19
Comment here