Opini

Gen Z Terbajak Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Iffah Komalasari (Pengajar di STT Hagia Sophia Sumedang)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Tidak bisa dimungkiri bila keberadaan generasi Z saat ini memang sedang menjadi sorotan. Terlebih keadaan mereka selaku pemilih muda dalam momentum pesta demokrasi. Potensi mereka cukup diperhitungkan dalam membentuk dan memandang masa depan politik (antaranews.com, 7/11/2024).

Dengan potensi ini KPU Provinsi Jawa Tengah menggelar Goes To Campus untuk sosialisasi Pilkada serentak 2024. Tujuannya agar mahasiswa khususnya pemilih pemula dan pemilih muda mempergunakan hak pilihnya (www.rri.co.id, 9/11/2024). Tidak hanya itu, menjelang Pilkada 2024 ini para calon kepala daerah mencoba berupaya dengan berbagai cara untuk mendulang suara gen Z. Di antaranya dengan memberikan berbagai tawaran menarik dengan janji hidup gen Z ke depan akan menjadi lebih baik dalam kepemimpinan mereka. Mulai dengan afirmasi menyayangi gen Z layaknya anak sendiri hingga dengan open sharing pengalamannya (megapolitan.okezone.com, 7/11/2024).

Gen Z Jangan Sampai Terbajak Politik Demokrasi (Lagi)

Kehadiran sosok pemimpin yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan memang menjadi harapan tersendiri di tengah kehidupan yang serba kacau hari ini. Namun, gen Z hendaknya harus memerhatikan track record euforia pilkada yang selama ini sudah berlangsung. Faktanya suara rakyat hanya dibutuhkan untuk memenangkan pilkada. Sementara, jika para penguasa ini sudah menjabat, mereka akan lupa dengan janji mereka kepada rakyat.

Hal itu niscaya terjadi lantaran legalisasi kekuasaan dalam sistem politik demokrasi hanya dihitung dari suara mayoritas. Cara seperti ini menuntut para calon penguasa akan sibuk mengumpulkan modal mencari koalisi dan merayu rakyat untuk memilihnya. Akhirnya kekuasaan yang ada pasti melahirkan politik dinasti, politik balas budi, politik mahar, ataupun politik gentong babi.

Sebagai bukti adanya politik dinasti, gen Z tidak boleh lupa peristiwa RUU Pilkada yang sampai memunculkan statemen pernyataan darurat beberapa waktu lalu. Kisruh itu bisa terjadi karena memang hasil dari sistem politik demokrasi itu sendiri. Sementara rakyat terus hidup dalam himpitan ekonomi yang semakin mencekik, PHK dimana-mana, kebutuhan hidup yang semakin mahal, fasilitas publik yang semakin tidak terjangkau. Jadi, gen Z tidak boleh lupa bahwa dalam sistem demokrasi suara mereka hanya dibutuhkan untuk memenangkan pilkada. Namun mirisnya, setelah itu nasib mereka dipastikan tidak akan ada perubahan sebagaimana masa-masa sebelumnya.

Selain itu, Gen Z harus menyadari bahwa dalam negara kapitalisme-demokrasi, gen Z hanya dipandang sebagai aset ekonomi. Penasehat Senior Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Raden Pardede, menyatakan salah satu faktor penerimaan pajak Indonesia lebih rendah dari negara lain karena banyaknya gen Z yang bekerja di sektor informal. (tempo.co, 22/5/2024). Jadi seandainya pun kelak kepemimpinan baru pilkada membuka sektor lapangan kerja yang luas, di balik itu semua penguasa akan memeras gen Z dengan regulasi pajak. Hal itu adalah keniscayaan karena dalam kondisi ekonomi hari ini yang sedang chaos saja, rakyat termasuk gen Z tetapi dibebani pajak.

Gen Z Seharusnya Melek Politik Islam

Harapan mendapat kehidupan yang lebih baik sebenarnya tidak mustahil diwujudkan, asalkan umat termasuk gen Z hidup dalam peri’ayahan (pengurusan) sistem Islam. Sistem Islam yang disebut Khilafah, memosisikan kekuasaan sebagai thoriqoh (metode) untuk menerapkan syariat Islam. Maka seorang pemimpin (Khalifah) dipilih untuk melaksanakan amanah ini. Untuk menegaskan hal ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda di dalam HR Al-Bukhari bahwa seorang Imam/khalifah adalah raa’in (yakni pengurus rakyat) dan dialah bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.

Konsep politik demikian tidak akan melahirkan politik dinasti dan sejenisnya seperti dalam politik demokrasi. Khalifah adalah raa’in (pengurus) yang memastikan urusan rakyatnya sebagaimana hukum syariat. Jadi rakyat tidak akan diberi janji-janji manis. Jaminan kesejahteraan bisa diwujudkan dalam penerapan sistem ekonomi Islam oleh negara Khilafah. Jaminan pendidikan juga bisa diwujudkan dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Sehingga ada banyak perbedaan mendasar pengelolaan urusan umat termasuk gen Z dalam sistem demokrasi dengan sistem Islam. Oleh karena itu, agar bisa merasakan kesejahteraan hidup maka gen Z juga membutuhkan tegaknya negara yang berasaskan aqidah shahih.

Negara seperti ini hanya akan terwujud melalui penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah. Sudah waktunya gen Z sebagai pemuda hari ini, berpikir mendalam dan cemerlang dalam memahami persoalan. Sistem demokrasi hanya akan menjadi rumah bagi orang-orang tertentu, bukan untuk rakyat. Janji kesejahteraan hanya ilusi, karena sistem demokrasi memang tidak dirancang untuk kemaslahatan umat.

Sementara sistem politik Islam memberikan jaminan kesejahteraan hidup sebagai wujud taatnya pemimpin pada hukum syariah. Hanya saja, Khilafah saat ini belum ada karena telah diruntuhkan oleh musuh Islam pada tahun 1924 M. Karena itu, gen Z harus menyadari jalan perjuangan yang benar yakni memutar haluan untuk ikut memperjuangkan tegaknya Islam kafah dan tidak membiarkan potensi dirinya dibajak oleh sistem demokrasi.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here