Opini

Gencatan Senjata, Mampukah Menyelesaikan Persoalan Palestina?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nana Juwita, S.Si.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Gencatan senjata dipandang sebagai kabar gembira oleh sebagian besar umat Islam, karena setidaknya dapat menghentikan penderitaan mereka di Palestina. Namun, hal ini hanya bersifat sementara, karena gencatan senjata yang direncanakan berlangsung hanya sekitar 42 hari, itupun jika pihak Israel tidak melanggar kesepakatan.

Belum genap 42 hari sejak gencatan senjata yang direncanakan, pada Kamis, 23 Januari 2025, ratusan warga Jenin di Tepi Barat Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah menerima pesan peringatan dari drone yang meminta mereka untuk mengungsi. Hussam Saadi, seorang remaja berusia 16 tahun, mengatakan, “Kemarin, kami tidak ingin pergi. Kami tetap di rumah. Tapi hari ini, mereka mengirim drone ke lingkungan kami dan menyuruh kami meninggalkan kamp, mereka bilang akan meledakkannya.”( cnbcindonesia.com, 24/01/25)

Sekali lagi, Israel gagal menepati janjinya, dengan berbuat curang dan mengingkari komitmennya untuk mengakhiri perang. Sifat bangsa Israel ini serupa dengan sifat Bani Israil yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah: 13). Hingga Allah SWT pun memperingatkan Nabi Muhammad Saw agar berhati-hati dengan Bani Israil, karena ke depan Nabi dan anak cucunya akan menghadapi bermacam-macam tipu daya dan pengkhianatan Bani Israil. Seharusnya, peringatan Allah SWT dalam Al-Qur’an sudah cukup bagi umat Islam untuk tidak lagi mempercayai janji-janji kesepakatan yang dibuat oleh Israel. Oleh karena itu masihkah umat berharap pada gencatan senjata?

Akar Persoalan: Umat Tidak Memiliki Pelindung

Umat Islam seharusnya memahami bahwa gencatan senjata bukanlah solusi yang tepat untuk persoalan Palestina. Akar permasalahan sesungguhnya terletak pada keinginan Israel, bersama negara pendukungnya, AS, untuk menguasai tanah Palestina. Sementara Umat Islam memahami bahwa tanah Palestina adalah Tanah yang diberkahi merupakan tanah suci yang memang harus dilindungi dan dipertahankan oleh umat. Namun, umat Islam saat ini tidak memiliki kekuatan karena terpecah sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah.

Jelaslah tanpa Khilafah, umat Islam yang berjumlah lebih kurang 2 miliar bagai anak ayam kehilangan induknya. Terpecah belah menjadi lebih dari 50 negara kecil-kecil. Lemah secara politik, ekonomi dan militer. Kini wilayah-wilayah bekas kekuasaan Khilafah dalam genggaman para penjajahan Barat dan Timur. Para penguasanya menjadi kaki tangan penjajah. Penjajahan, kedzaliman, penistaan dan eksploitasi kekayaan sumber daya alam dan lainnya terus menerus terjadi, hingga kini. Hilang wibawa umat. Tak tampak lagi wajah yang semestinya terwujud dari umat yang disebut Allah Swt sebagai khairu ummat.

Sebagian besar kaum muslim, meskipun jumlah mereka sangat banyak, hidup dalam kemiskinan. Mereka dipaksa hidup dengan ideologi Barat yaitu kapitalisme. Islam tidak lagi jadi landasan hidup. Umat Islam di berbagai negeri bukan hanya Palestina, tetapi juga di suriah, Uighur di Xinjiang, Rohingya di Myanmar, Kashmir, Yaman, Afghanistan dan masih banyak negeri muslim lainnya jadi bulan-bulanan musuh- musuh Islam.

Solusi: Dakwah, Jihad dan Khilafah

Oleh karena itu, persoalan Palestina hanya akan tuntas melalui jihad dan tegaknya Khilafah. Gencatan senjata atau kesepakatan antara kedua belah pihak hanyalah tipu daya Israel yang akan semakin melemahkan Palestina. Umat Islam di Indonesia melakukan aksi bela Palestina pada 26 Januari 2025 sebagai dorongan iman, untuk menyeru umat Islam dan penguasa negara-negara Islam agar membebaskan Palestina dengan tuntunan syariah, yakni melalui jihad dan Khilafah.

Aksi ini juga bertujuan untuk menunjukkan kepedulian umat Islam terhadap Palestina melalui aktivitas jihad, yang merupakan kewajiban untuk mempertahankan tanah Palestina. Karena untuk saat ini Jihad belum memungkinkan untuk dapat dilakukan oleh setiap individu yang ada di dunia.

Jihad dan Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berdasarkan nash Al-Quran dan Al-hadist. Makna jihad yang sebenarnya sesuai dengan Islam juga harus dipahamkan ke umat, karena sebagian umat Islam saat ini menganggap bahwa makna jihad adalah sekedar bersungguh-sungguh dalam melakukan amal perbuatan, baik itu shalat, menuntut ilmu ataupun yang lainnya.

Padahal, makna jihad yang syar’i adalah aktivitas memerangi pihak manapun yang menentang dakwah Islam, baik yang menyerang Islam terlebih dahulu (jihad defensif) maupun yang tidak (jihad ofensif). Jihad merupakan fikroh Islam akan tetapi jihad tidak mungkin dapat dilakukan secara individu per individu, namun umat butuh keberadaan sebuah negara sebagai thariqah, yang menerapkan Islam kafah, agar negeri-negeri muslim bebas dari tekanan negara-negara adidaya saat ini, sehingga benar-benar mampu memberikan perlawanan terhadap Israel.

Oleh karena itu, aktivitas dakwah Islam harus terus dilakukan oleh partai ideologis yang konsisten memperjuangkan Islam, dengan cara memberikan pemahaman kepada umat agar mereka mendukung penerapan Islam kaffah oleh negara, sehingga jihad dapat dilakukan dengan sempurna di bawah naungan Khilafah. Semua ini akan terwujud ketika masyarakat telah memiliki pemikiran dan perasaan juga aturan yang sama yaitu hanya Islam yang dijadikan sandaran bagi solusi terhadap segala persoalan termasuk persoalan Palestina. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here