Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Wacana-edukasi.com, OPINI–– Ketika kabar gencatan senjata antara Israel dan Hamas diumumkan, umat Islam menyambutnya dengan euforia. Bagi banyak orang, ini dianggap sebagai jeda dari penderitaan panjang rakyat Palestina. Namun, apakah gencatan senjata ini benar-benar jalan menuju perdamaian, ataukah hanya tipu daya yang memperpanjang penderitaan?
Gencatan Senjata: Mengulur Waktu Penindasan
Sejarah telah berulang kali membuktikan bahwa gencatan senjata sering digunakan pihak kuat untuk mengamankan kepentingannya, bukan untuk keadilan. Dalam konteks Palestina, jeda ini seringkali menjadi kesempatan bagi Zionis Yahudi untuk memperkuat cengkeraman mereka di tanah Palestina. Sementara itu, rakyat Palestina tetap harus menghadapi pelanggaran yang terus terjadi di balik layar.
Baru-baru ini, serangan di Tepi Barat memaksa ribuan warga Palestina mengungsi (CNBC Indonesia, 24/1/2025). Amerika Serikat, sebagai pendukung utama Israel, bahkan secara terbuka memutuskan untuk memasok lebih banyak bom ke Israel (Tirto, 25/1/2025). Fakta ini menunjukkan bahwa gencatan senjata hanyalah alat politik untuk melanggengkan penjajahan, sementara kekuatan besar terus mendukung Israel secara militer dan ekonomi.
Sejarah konflik antara Israel dan Palestina menunjukkan bahwa gencatan senjata yang disepakati sering kali dilanggar, oleh pihak Israel. Berikut beberapa contoh pelanggaran tersebut:
Pertama, Operasi Cast Lead (2008-2009): Pada 19 Juni 2008, Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata yang dimediasi oleh Mesir. Namun, Israel melanggar kesepakatan ini dengan melakukan serangan militer yang dikenal sebagai Operasi Cast Lead pada akhir 2008 hingga awal 2009. Serangan ini menyebabkan sekitar 1.500 warga Palestina tewas, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil (VOI, 21/5/2021).
Kedua, Operasi Pilar Pertahanan (2012): Setelah gencatan senjata disepakati pada November 2012, hanya beberapa hari kemudian terjadi insiden di mana pasukan Israel menembak seorang petani Palestina di dekat perbatasan Gaza, yang memicu ketegangan baru dan dianggap sebagai pelanggaran terhadap gencatan senjata yang baru saja disepakati (Antaranews, 7/12/2012).
Ketiga, Operasi Protective Edge (2014): Pada Agustus 2014, setelah konflik selama 50 hari, Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata yang dimediasi oleh Mesir. Akan tetapi, meskipun gencatan senjata telah disepakati, laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa Israel tetap melakukan serangan udara di Gaza dengan dalih menargetkan kelompok militan (transformasiglobal.ub.ac.id).
Masalah Utama: Hilangnya Perisai Umat
Akar masalah Palestina sebenarnya bukan sekadar konflik antara dua negara. Ini adalah bukti nyata dari ketidakmampuan umat Islam untuk melindungi kehormatan tanah suci mereka. Allah SWT telah menyebutkan kemuliaan tanah Palestina dalam Al-Qur’an:
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya…” (QS. Al-Isra: 1)
Kemuliaan ini terabaikan karena umat Islam kehilangan perisai mereka, yaitu Khilafah. Setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, umat Islam terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil yang mudah dikendalikan oleh kekuatan asing. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kenapa penjajahan atas Palestina terus berlangsung.
Solusi Hakiki: Jihad dan Tegaknya Khilafah
Sejarah Islam menunjukkan bahwa hanya dengan persatuan umat di bawah kepemimpinan yang kuat, penjajahan dapat dihentikan. Solusi hakiki untuk masalah Palestina adalah jihad dan perjuangan untuk mengembalikan Islam sebagai sistem kehidupan. Allah SWT berfirman:
“Dan perangilah mereka, sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata…” (QS. Al-Baqarah: 193).
Jihad akan menghilangkan dan menghancurkan musuh- musuh Islam. Namun, hal itu hanya dapat terlaksana maksimal ketika Institusi khilafah Islam tegak. Maka Jihad dan Khilafah seperti dua sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan.
Bangkitnya Kesadaran Umat
Momentum bulan Rajab, yang mengingatkan kita pada peristiwa Isra Mikraj dan runtuhnya Khilafah, adalah waktu yang tepat untuk membangun kesadaran umat Islam. Kita perlu mengingatkan umat bahwa tanah Palestina bukan sekadar tanah biasa, melainkan tanah suci yang diberkahi oleh Allah.
Kesadaran ini harus diwujudkan dalam aksi nyata. Aksi Bela Palestina yang digelar 26 Januari 2025 adalah salah satu langkah awal untuk menyatukan suara umat Islam. Mengutip ungkapan Kyai Rohmat S Labib, dalam orasinya pada aksi bela Palestina, ia menjelaskan bahwa jihad saat ini belum memungkinkan untuk dilakukan. Sebagai langkah minimal, masirah dapat dilakukan untuk menunjukkan kepada saudara-saudara Muslim di Palestina bahwa umat Islam di Indonesia peduli terhadap perjuangan jihad dan turut memikirkan keadaan mereka.
Aksi masirah ini mencerminkan ketidakterimaan kaum Muslim terhadap penjajahan dan pendudukan Masjid Al-Aqsa oleh kaum Yahudi. “Keberadaan seorang pemimpin atau khalifah sangatlah penting, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fikih. Tugas untuk memimpin jihad seharusnya berada di bawah tanggung jawab khalifah, yang idealnya sekarang dilakukan oleh para pemimpin negeri-negeri Islam,” ungkapnya.
Peran Kepemimpinan Jamaah Dakwah
Untuk mengarahkan umat menuju solusi hakiki atas masalah Palestina dan berbagai persoalan umat lainnya, diperlukan kepemimpinan jamaah dakwah yang berideologi Islam. Kepemimpinan ini bertugas menyatukan potensi umat, mengarahkan perjuangan, serta menjaga agar perjuangan ini tetap berada di jalan yang benar. Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104).
Ayat ini menegaskan pentingnya adanya segolongan umat (jamaah) yang berperan aktif dalam menyeru kepada kebaikan, yaitu Islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Jamaah ini harus memiliki visi yang jelas, yaitu menegakkan syariat Islam dan membebaskan umat dari segala bentuk penjajahan dan penindasan. Rasulullah SAW juga telah mencontohkan bagaimana pentingnya sebuah jamaah yang terorganisasi. Sejak awal dakwahnya di Makkah, Rasulullah membangun barisan jamaah yang kuat, yang kemudian menjadi cikal bakal negara Islam pertama di Madinah.
Tugas Jamaah Dakwah
1. Membangun Kesadaran Umat
Jamaah dakwah harus mengedukasi umat tentang akar masalah yang dihadapi, termasuk penjajahan atas Palestina. Umat perlu disadarkan bahwa solusi tidak akan datang dari diplomasi atau gencatan senjata, melainkan dari perjuangan kolektif berdasarkan ajaran Islam.
2. Menggerakkan Perjuangan Ideologis
Jamaah dakwah harus menjadi motor penggerak perjuangan yang ideologis, bukan perjuangan yang pragmatis atau emosional semata. Perjuangan ini harus didasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah, dengan tujuan menegakkan kembali Khilafah sebagai perisai umat.
3. Menyatukan Umat Islam
Umat Islam saat ini terpecah-belah oleh sekat-sekat nasionalisme dan kepentingan politik. Jamaah dakwah memiliki tugas untuk menyatukan umat di bawah panji Islam, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah:
“Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya: 92).
Khatimah
Perjuangan umat Islam tidak akan berhasil tanpa adanya kepemimpinan yang kuat, terorganisir, dan berideologi Islam. Jamaah dakwah adalah pihak yang berperan penting dalam mengarahkan perjuangan ini. Dengan berpegang pada firman Allah dalam QS. Ali Imran: 104, mari kita dukung keberadaan jamaah yang menyeru kepada kebaikan dan memperjuangkan tegaknya syariat Islam, sehingga umat Islam dapat bersatu dan meraih kembali kejayaan mereka di bawah naungan Khilafah.
Views: 7
Comment here