Oleh: Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)
wacana-edukasi.com, OPINI– “Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” Sepenggal kalimat menggelora yang disampaikan oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, menggambarkan betapa pemuda memiliki peranan penting dalam menciptakan perubahan. Idealisme dan kreativitas memang menjadi kemewahan tersendiri dalam diri para pemuda.
Namun, apa jadinya jika potensi besar itu justru disalurkan pada hal yang berakhir pada aksi amoral bahkan brutal? Tentu hal ini sangat menyesakkan dada.
Sebagaimana, berita viral beberapa waktu belakangan ini. Kasus penganiayaan anak pejabat pajak Mario Dandy Satriyo, terhadap putra petinggi GP Ansor Jonathan Latumahina, David, memasuki babak baru. Penganiayaan secara brutal oleh Mario ini terjadi di sebuah perumahan di Pesanggarahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2) sekitar pukul 20.30 WIB. Hanya karena persoalan asmara, pemuda usia 20 tahun tersebut tak dapat menahan emosi kemudian memukul korban yang masih berusia 17 tahun, hingga koma. (CNN Indonesia, 25/2/2023)
Tak kalah memilukan, J (14), siswi SMP di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan meninggal usai menjadi korban pemerkosaan beberapa rekannya. Kasus tersebut terungkap saat korban mengaku kesakitan di alat vital hingga kesulitan duduk. Awalnya korban tak mau berbicara, namun setelah dibujuk oleh orang tuanya, J mengaku diperkosa secara beramai-ramai oleh empat rekan sekolahnya. (Kompas.com, 24/2/2023)
Masih tentang pemuda, beberapa waktu lalu Polsek Pasawahan, Polres Purwakarta amankan lima orang pemuda yang melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan dan atau penganiayaan. Diketahui, para pemuda tersebut masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Purwakarta. (JURNALPOLRI.COM, 22/2/2023)
Buah Sekularisme
Sejatinya pemuda merupakan generasi emas calon pemimpin negara bahkan dunia di masa depan. Di pundaknyalah bangsa ini menaruh harapan besar untuk menciptakan peradaban nan gemilang. Sayang sungguh sayang, fakta di atas justru menciutkan harapan tersebut. Meski tak semuanya demikian, namun mayoritas fakta pemuda hari ini memang sangat memprihatinkan.
Ini menjadi bukti, bahwa peran keluarga yang menjadi pondasi pertama pembentukan moral generasi hari ini sedang bermasalah. Nyatanya peran orang tua khususnya ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya memang mulai bergeser sebagai pencari nafkah akibat dorongan gaya hidup hingga desakan ekonomi.
Mirisnya pendidikan hari ini juga seolah turut andil atas persoalan tersebut. Meski telah berulang kali berganti kurikulum, tetap saja output yang dilahirkan masih jauh dari harapan. Hal ini sebab pondasi dari sistem pendidikan tersebut masih berlandaskan pada pandangan hidup sekularime-kapitalisme. Agama dianggap sebagai aktivitas ritual ibadah semata dan dipisahkan dari aktivitas kehidupan.
Pelajaran agama yang lebih dalam bahkan hanya di jumpai di sekolah madrasah sedangkan sekolah umum hanya sebagian kecil dari tata cara ibadah saja, itupun hanya sebagai ilmu teoritis belaka, bukan bersifat praktikal yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, tujuan dari pendidikan saat ini memang hanya untuk mencetak generasi siap kerja, bukan generasi bertakwa dan berakhlak mulia. Sehingga wajar hanya karena persoalan remeh, emosional pemuda hari ini begitu mudah terpancing, lalu melampiaskannya sesuai kehendak hati tanpa peduli terhadap hukum perbuatan halal/haram.
Islam Sebagai Solusi
Pada dasarnya yang menjadi akar persoalan dari kerusakan moral pemuda hari ini terletak pada pandangan hidup sekulerisme. Pandangan inilah yang diemban oleh negara yang melahirkan penyebab-penyebab cabang pada aspek yang lain, seperti keluarga, masyarakat, hingga sistem pendidikan. Sehingga untuk menyelesaikan persoalan ini tak cukup dengan memperbaiki salah satu aspek cabangnya saja, tetapi mencabut akar permasalahannya yakni mengganti sistem sekulerisme saat ini menjadi sistem islam.
Sebab dalam Islam, kehidupan di dunia dipandang sebagai tempat menanam kebaikan untuk memanen hasilnya di kemudian hari (akhirat). Sehingga dengan pandangan seperti ini, tiap manusia tentu dapat memahami dan mengontrol dirinya untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Pamahaman seperti ini kemudian akan didukung oleh penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam oleh negara yang bertujuan melahirkan generasi yang tak hanya menguasai ilmu IPTEK tetapi juga berkepribadian Islam.
Telah banyak terukir dalam sejarah peradaban Islam nama para pemuda yang telah berhasil menjadi generasi emas pembawa perubahan. Misalnya saja 4 Imam Mazhab (Imam Malik, As-syafi’i, Hanafi, dan hanbali), Al-Biruni (ahli fisika), Jabir bin Hayyan (Pakar Kimia), Al-Khawarizmi (ahli matematika), Al-Kindi (pakar filsafat), Ibnu Sina (ahli kedokteran), Ibnu Rusyd (ahli filsafat), Ibnu Khaldun (Pakar Sejarah dan Sosiologi), serta masih banyak lagi para pemuda influencer kebaikan yang lahir dari sistem pendidikan Islam pada masa itu.
Selain itu negara juga memiliki tanggung jawab untuk mengatur media agar tidak menyebarkan konten-konten amoral, seperti kekerasan maupun pornografi yang menjadi salah satu pemicu kuat remaja dapat melakukan aksi serupa. Negara juga wajib menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang lain seperti sosial (pergaulan), ekonomi, politik, sanksi, termasuk pemerintahan Islam. Dengan penerapan sistem Islam secara Kaffah (menyeluruh), akan sangat mungkin lahir kembali generasi-generasi emas pemimpin peradaban gemilang.
Wallahu’alam Bisshawab
Views: 14
Comment here