Oleh: Shofiyyah El Kareem
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Secara fitrahnya, anak menyayangi kedua orang tuanya. Begitu pula sebaliknya. Namun, hal yang tak disangka saat kita mendengar berita yang hingga kini masih menjadi trending topic, yakni ada anak membunuh ayah dan menikam ibu kandungnya sendiri. Selain itu, sang nenek pun menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh cucunya sendiri.
Dilansir dari beritasatu.com, remaja berinisial MAS (14 tahun) telah membunuh ayah dan neneknya serta menikam ibu kandungnya. Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 01.00 WIB. Adapun lokasi kejadian berada di Perumahan Taman Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan (31/11/2024).
Kapolsek Cilandak Kompol Febriman Sarlase menyebutkan bahwa ayah dan nenek pelaku ditemukan tewas dalam kondisi bersimbah darah di lantai dasar rumah. Adapun motif pembunuhan tersebut hingga kini masih menjadi misteri dan terus ditelusuri (suara.com, 30/11/2024).
Sejatinya, kasus anak bunuh orang tua tidak hanya terjadi kali ini saja. Namun, beberapa kasus serupa pun pernah terjadi. Pada 2020 tercatat sekitar 1700-an kasus, sementara 2023 meningkat menjadi 2000-an kasus.
Merujuk pada fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kian menjadi-jadi. Bukan hanya kasus pembunuhan, tapi kasus-kasus lainnya pun kerap terjadi. Sebut saja, kasus pemerkosaan, pencurian, peredaran miras dan narkoba, serta masih banyak lagi yang lainnya. Yang jelas, fenomena ini layaknya bola salju yang terus menggelinding, semakin hari semakin besar.
Jika ditelusuri, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa perilaku generasi saat ini nampak kian tak terkendali, di antaranya: yang pertama, minim perhatian orang tua. Tidak dipungkiri bahwa kesibukan orang tua dalam sistem kapitalisme sungguh luar biasa. Dikarenakan mahalnya biaya hidup sehari-hari, maka kondisi ini memaksa para orang tua untuk bekerja, bekerja, dan terus bekerja. Dampaknya, kesibukan orang tua ini menyita energi yang sangat besar dan meminimalisir perhatiannya terhadap anak-anak. Jadi, wajar pada akhirnya generasi tumbuh tanpa perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Tingkatan parahnya, orang tua sampai-sampai tidak mengetahui apa saja yang sedang dan telah dilakukan oleh anak-anaknya tiap harinya.
Bagaimana bisa tercipta generasi dengan kepribadian unggul jika pondasinya saja lemah? Pondasi kuat tentunya diperoleh dari keluarga hebat, di mana suami-istri harmonis dan menunaikan peranannya dalam keluarga. Selain itu, ditunjang dengan visi-misi yang jelas dalam berkeluarga, termasuk bagaimana menciptakan anak-anak yang matang dalam kepribadian.
Faktor kedua adalah faktor lingkungan. Anak-anak yang kecenderungannya tidak mendapat perhatian, penghargaan, maupun kasih sayang dari keluarga, akan mencari sumber kebahagiaan dari tempat lain, yakni lingkungan pertemanan. Ia akan mencari circle yang sesuai dengan keinginannya. Masalahnya adalah saat anak menemukan circle yang justru mengantarkannya pada perbuatan-perbuatan yang unfaedah, seperti nongkrong sambil main bareng (mabar) hingga berjam-jam. Lupa waktu belajar dan beribadah. Terlebih lagi, lisannya menjadi lisan-lisan yang tidak terjaga. Sangat mudah mengucapkan kata-kata kasar hingga kata-kata sekebun binatang. Tidak berhenti di situ, pada akhirnya mereka mengenal miras, narkoba, dan free sex. Untuk dapat miras dan narkoba serta melakukan free sex, tentu harus ada pendapatan. Nah, sumber keuangannya ini bisa didapatkan dari orang tua karena kebetulan berlimpah materi atau bisa juga dari hasil ‘malak’, mencuri, judi, serta jualan miras dan narkoba.
Faktor ketiga adalah minimnya peran negara. Negara tidak memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi seluruh warga negaranya. Sandang, pangan, dan papan murah serta pendidikan dan kesehatan gratis, semuanya adalah hal-hal yang sangat sulit diperoleh masyarakat dalam sistem kapitalisme. Kenyataannya, rakyat harus berjuang dengan bersimbah peluh demi bisa makan sesuap nasi.
Lapangan pekerjaan tidak terbuka lebar untuk kaum Adam. Lahan pertanian tidak produktif, padahal negeri yang berada di zamrud khatulistiwa ini terkenal sebagai negara agraris. Faktor-faktor inilah yang akhirnya mendorong para istri ikut berjuang menjadi pahlawan pencari cuan. Dampak lebih lanjutnya, lagi-lagi adalah pada generasi. Generasi kian minim perhatian dan tak terkontrol.
Maka dari itu, kondisi di atas tidak boleh diabaikan. Lahirnya generasi lemah, bahkan sadis, yang merupakan buah penerapan sistem kapitalis harus segera dipangkas hingga tuntas. Adapun caranya adalah dengan menguatkan ketiga faktor di atas. Pertama, dengan cara menguatkan ketahanan keluarga berbasis akidah yang benar, yakni Islam. Kedua, menciptakan lingkungan pertemanan yang saling menguatkan dan mengarah kepada kebaikan.
Ketiga dan tak kalah pentingnya adalah ditopang oleh sistem sahih, yang menerapkan aturan secara menyeluruh dari Sang Pencipta semesta. Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, termasuk adalah segala aturan yang mengatur kehidupan manusia. Sehingga, sudah sepantasnya manusia memakai aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Insya Allah, dengan menggunakan aturan Allah kehidupan akan menjadi berkah. Mewujudkan generasi unggul akan sangat mudah diwujudkan. Endingnya, kehidupan yang tenang dan bahagia sangat mudah tercipta.
Views: 2
Comment here