Oleh: Ira Rahmatia
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Makin hari, tindakan sadis dan di luar nalar semakin banyak dilakukan oleh anak kepada orang tuanya.
Baru-baru ini, viral kasus remaja berusia 14 tahun yang tega membunuh ayah dan neneknya, serta menikam ibu kandungnya sendiri pada 30 November 2024. Kejadian ini terjadi di perumahan Bona Indah, Lebak Bulus Cilandak, Jakarta selatan tepat pada waktu 01.00 WIB dini hari (Beritasatu.com, 30/11/3024).
Kasus pembunuhan anak terhadap orang tua bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, dua orang anak berusia 17 dan 16 tahun membunuh ayahnya. Peristiwa ini terjadi di salah satu ruko pasar Kanal Banjir Timur, Duren Sawit, Jakarta timur pada tanggal 22 Juni2024. Keduanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara (tempo.com, 3/7/2024).
Dari berita-berita yang mengiris hati ini, kita mungkin bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? Kesakitan apa yang dipendam oleh seorang anak sehingga dengan tega menghabisi nyawa orang tua yang sudah membesarkannya. Sudah hilangkah akal dan hati nuraninya?
Faktor Sistem
Menurut data yang disampaikn oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional Bareskrim Polri, sepanjang tahun ini setiap bulan ada lebih 1.000 anak yang ditetapkan sebagai tersangka kejahatan anak. Disebutkan, Mei 2024 menjadi bulan dengan jumlah tersangka paling banyak yakni sebesar 1.481 anak (Scope.Sindonews.com, 30/9/2024).
Munculnya sikap anak yang berprilaku kasar, sadis bahkan berani melakukan tindakan kriminal dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola pengasuhan. Pola asuh yang dibangun dengan paradigma sekuler, yang mana mencukupkan hanya pada kebutuhan materi anak, tanpa diimbangi dengan pendidikan dan pemahaman Islam dari kedua orang tuanya.
Namun memang pelik hidup di bawah naungan sistem kapitalisme seperti saat ini. Kebutuhan biaya hidup yang semakin tinggi, biaya pendidikan yang mahal dan kesehatan yang terus naik menjadikan orang tua harus ekstra mencari cuan, banyak ayah harus pergi pagi dan pulang larut malam. Bahkan berdampak lebih besar lagi bagi anak jika ibu, sebagai madsarah pertama itu harus ikut keluar rumah mencari tambahan nafkah atau bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Pasalnya saat ini, kesediaan lapangan pekerjaan bagi perempuan lebih besar daripada laki-laki (Scope.Sindonews.com).
Jika sudah seperti ini dampaknya, sangat memprihatinkan. Sistem rusak ini menghilangkan hubungan dekat antara anak dan orang tua sehingga hilanglah kebersamaan yang mampu memunculkan rasa empati dan hubungan baik di antara anggota keluarga.
Begitu pun dengan anak yang seringkali dituntut untuk terus berprestasi tanpa melihat kemampuan sang anak. Orang tua berambisi menjadikannya sukses bagaimana pun caranya, walau harus mengurangi jam tidur anak, dan menambah jam belajar mereka. Akhirnya anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang penuh tekanan, stress dan frustasi yang akhirnya depresi yang dapat mengganggu kesehatan mentalnya.
Sistem pendidikan sekuler di negeri ini terbukti gagal dalam mencetak peserta didik yang berkepribadian Islam, mandiri dan kuat dari berbagai sisi. Generasi saat ini cenderung lemah secara mental, moral, materi apalagi spriritual.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya kontrol negara dalam membendung konten-konten negatif yang dapat merusak generasi, seperti konten porno, kekerasan, perundungan dan penyimpangan seksual, seks bebas dan sebagainya. Pemikiran asing yang mudah masuk seperti sikap individualis yang memunculkan keegoisan dalam diri anak juga turut membentuk karakter buruk pada anak.
Back to Islam Kafah
Islam menjadikan pemimpin sebagai raa’in, yang bertanggung jawab atas rakyatnya termasuk membangun generasi yang berkualitas melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan Islam. Kepemimpinan ini dimulai dengan sistem pendidikan yabg berasas akidah Islam sehingga mampu menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa, menguasai iptek, berjiwa pemimpin.
Sejarah panjang penerapan Islam telah membuktikan lahirnya banyak sosok ilmuwan yang juga menguasai ilmu agama dan optimal berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Ini didukung dengan sistem ekonomi Islam yang banyak bergerak dalam sektor riil. Lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga mudah didapatkan, sehingga kaum ibu bisa berfokus dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Sumber daya alam juga dikuasai dan dikelola secara mandiri oleh negara sehingga hasil produksinya dapat dibagikan langsung kepada rakyat ataupun hasil produksinya dijual dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis.
Begitupun sistem sanksi dalam Islam yang tegas, di mana dalam Islam, setiap orang yang sudah baligh tetaplah di pandang sama di mata hukum karna di anggap telah mukallaf (orang yang terbebani hukum syara’), dan tidak memandangnya sebagai seorang anak di bawah umur. Sistem sanksi dalam Islam bertujuan sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penghapus dosa) sehingga tak ada lagi terulang kasus yang sama.
Demikianlah cara Islam menjaga generasi yang tidak akan mungkin diterapkan dalam sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Hanya penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah yang mampu menerapkan syariat Islam secara sempurna.
Views: 1
Comment here