Oleh : Zulhilda Nurwulan, S. Pd (Member WCWH Kendari)
Wacana-edukasi.com — Budaya mencerminkan jati diri suatu bangsa. Sikap dan prilaku bangsa tercermin dari budaya yang mereka ikuti. Mencintai budaya merupakan tindakan yang wajar namun bukan berarti mengambil serta merta budaya yang tersaji tanpa menimbang akibat dari budaya tersebut. Terlebih, sesuatu yang sangat fatal jika budaya itu bukan milik kita melainkan mengadopsi budaya bangsa lain apalagi dari bangsa yang tidak meyakini tuhan.
Budaya sangat mudah merasuki jiwa masyarakat yang minim ilmu agama sehingga memaksakan agama untuk ikut kedalam budaya. Selain itu, budaya yang mencolok mampu menarik perhatian masyarakat terutama kaum millenials(red generasi) sehingga ketika salah mengajarkan budaya pada kaum millenials (red generasi) akan berakibat fatal pada kepribadian mereka.
Kutipan dari Cordell Hull atau yang lebih akrab dengan sebutan “Bapak PBB” yaitu “jika ingin memusnahkan sebuah peradaban, mulailah dengan menghilangkan memori sejarah mereka, lalu rusaklah bahasa dan budaya mereka dan bangunlah dengan budaya baru diatasnya. Kemudian tulislah buat mereka sejarah lain yang buka sejarah mereka. Jika sudah begitu, masyarakat tersebut akan lupa siapa diri merek dan koyaklah tonggak-tonggak peradabannya.” Kutipan lama ini bisa kita ambil untuk pelajaran. Sehingga, generasi tidak mudah terkoyahkan dengan budaya lain dan tidak melupakan jati diri mereka sebagai tonggak peradaban.
Sayangnya, negeri ini bahkan mendukung budaya bangsa lain untuk diadopsi oleh para generasinya. Dilansir dari Tirto.id, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin dalam acara peringatan 100 tahun kedatangan orang Korea di Indonesia, Ahad (20/9/2020), mengungkapkan dukungannya terhadap langkah generasi yang semakin atraktif dalam menggandrungi budaya korea sehingga Ia berharap jika kegandrungan para millenials terhadap budaya ini mampu mendorong mereka untuk ikut berkreasi dalam memamerkan budaya Indonesia ke dunia internasional.
Seperti yang diketahui, Korea adalah salah satu negara yang mendorong kemajuan budayanya agar bisa menguasai wajah internasional. Seperti yang diungkapkan Kim Gu, presiden ke-13 sementara Republik Korea, “ Aku ingin negara kita menjadi negara yang terindah di dunia. Namun bukan sebagai negara yang terkuat karena Aku tidak ingin negara kita menjadi penjajah bagi negara lain. Cukuplah kita kaya dari apa yang kita miliki melalui sumber daya kita. Cukuplah kekuatan kita untuk bertahan dari serangan negara lain sehingga tidak perlu menggunakannya untuk menajajah negara lain. Yang perlu kita miliki secara tak terbatas adalah kekuatan budaya. Karena kekuatan budaya mampu membahagiakan kita dan membahagiakan orang lain.” Dari sini bisa kita menarik kesimpulan bahwa sebenarnya Korea pun ingin menjajah bangsa lain namun bukan dengan kekuatan militer melainkan dengan invasi budaya sehingga terasa nikmat namun ternyata terjajah.
Pemerintahan Korea menyadari betul jika budaya Korea mempunyai peluang besar untuk mempengaruhi budaya negara-negara lain. Sehingga budaya menjadi salah satu sektor yang mendapat perhatian khusus dari pemerintahan Korea. Bahkan, pemerintahan Korea menyediakan anggaran khusus untuk membangkitkan industri dalam negeri. Untuk hal ini, pemerintahan Korea mendorong universitas-universitas di seluruh Korea untuk membuka jurusan industri kebudayaan serta memfasilitasi jurusan-jurusan tersebut dengan menyediakan beasiswa dan juga alat-alat yang dibutuhkan jurusan tersebut. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa Korea memang tidak main-main dalam menggolkan tujuan mereka untuk menjajah negara lain melalui budaya yang mereka miliki.
Hedonisme Budaya Asing Berjaya di Negeri Muslim
Ketertarikan generasi terhadap budaya Korea memang tak bisa lagi dielakkan. Bahkan, budaya ini seolah telah menjadi bagian dari budaya yang berkembang di negeri muslim. Budaya Korea seketika menjelma jadi primadona di hati para generasi muslim di seluruh dunia. Pada tahun 2019 lalu, BTS dan Super Junior, boy band asal Korea berhasil menggelar konser di Arab Saudi untuk pertama kalinya. Seperti yang diketahui, Arab Saudi merupakan salah satu negara mayoritas muslim di dunia. Bahkan, negara ini masih menerapkan hukum syariat islam sekalipun tidak secara menyeluruh. Namun, gaya hidup hedonis ternyata tidak lepas dari kehidupan masyarakat Arab Saudi terutama para generasi mudanya. Padahal, Arab Saudi menjadi kiblat kehidupan muslim di dunia dalam mengabil contoh pribadi muslim. Namun, berlatar belakang negeri muslim nampaknya tidak cukup untuk menghapuskan budaya hedonis dari negeri muslim jika peraturan dan sistem yang diterapkan masih menggunakan hukum dan sistem buatan manusia.
Masuknya budaya Korea juga budaya asing ke negeri muslim tidak lepas dari dukungan pemerintah negeri muslim. Arab Saudi bahkan mengeluarkan kebijakan yang membuka diri terhadap dunia luar salah satunya dengan mengizinkan para seniman asing masuk membawa budaya mereka. Tidak hanya Arab Saudi, Indonesia bahkan terlihat sangat welcome dengan budaya-budaya asing yang sudah mewarnai budaya bangsa. Terbukti dengan kemurahan hati pemerintah Indonesia yang menyambut dengan baik Korean wave atau gelombang Korea yang sudah lama menjangkiti para milenials Indonesia. Namun, hal ini bukan tanpa alasan. Jika dilihat dari siapa yang menyampaikan dukungan yakni bapak wapres KH. Ma’ruf Amin, beliau bukanlah orang yang paham akan seluk-beluk Korean Wafe. Akan tetapi, ada makna terselubung dibalik pernyataaan ini yakni upaya promosi budaya serta kreativitas bangsa yang sekuler.
Selanjutnya, kebolehan mengakses video, musik, artikel dan bacaan yang lain di berbagai sosial media semakin memudahkan para generasi muda untuk membebek pada budaya kafir. Sehingga, wajar jika generasi muda Indonesia lebih mencintai budaya hedonis Korea dibandingkan dengan budaya Indonesia yang muslim. Pecinta jelas akan berkiblat terhadap apa yang dia cintai. Mulai dari makanan, pakaian, hingga gaya hidup pun turut mereka contoh agar turut merasakan kehidupan para idola. Akibatnya, ketertarikan generasi muslim terhadap budaya asing membuat mereka menjadi sosok yang krisis mental dan akhlak islam. Untuk hal itu, dibutuhkan tindakan pemerintah dalam menyaring budaya-budaya yang boleh masuk ke negara muslim agar masyarakat tidak terbawa masuk ke dalam kehidupan kafir barat.
Generasi Muslim, Generasi Terbaik Sepanjang Zaman
Generasi muslim adalah generasi yang lahir dari bibit terbaik. Bahkan, mereka telah ditanami dengan nutrisi islam jauh sebelum mereka terlahir di dunia. Hal ini diawali dengan orang tua yang hidup dengan kehidupan islam, berkepribadian islam. Generasi terbaik tidak mungkin lahir dari orang tua yang jauh dari aturan Allah. Sehingga, penting bagi calon orang tua menyediakan nutrisi terbaik bagi anak dengan senantiasa bergantung pada iman.
Generasi islam bukanlah generasi latah yang gampang mewek dengan zaman apalagi sampai membebek pada budaya kafir. Terbukti, begitu banyak pemuda di masa kejayaan islam yang sudah memberikan kontribusi besar untuk keagungan islam. Contohnya, Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu. Kemudian, Sa’ad bin Abi Waqqash pada usia 17 tahun merupakan pemuda yangpertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syuro. Selanjutnya, Zubair bin Awwam pada usia 15 tahun merupakan pemuda pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai hawari-nya. Lalu, Zaid bin Tsabit, seorang penulis wahyu berusia 13 tahun. Dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penterjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an dan beberapa pemuda islam lainnya yang berhasil menorehkan nama terbaik mereka sepanjang sejarah.
Generasi semacam ini jelaslah generasi yang terbentuk dengan benteng iman yang kokoh, generasi yang berorientasi pada islam bertindak sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Karakter mereka bukan baru dibentuk kala meranjak remaja namun jauh sebelum mereka mengalami akil baligh.
Disamping itu, mereka dibesarkan dengan budaya islam yang kental jauh dari hiruk pikuk dunia sekuler. Bahkan, untuk menghasilkan generasi seperti ini para orang tua rela membawa anaknya untuk berguru langsung pada ulama untuk diajarkan ilmu agama seperti hafalan quran, hadist juga belajar adab. Sehingga, tidak heran jika generasi di zaman kejayaan islam adalah generasi yang takut hanya pada Allah Swt dan yakin terhadap janji Rasulullah Saw.
Wallualam biishowwab
Views: 21
Comment here