Opini

Hacker Bjorka : Nyata atau Rekayasa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis Nurmilati

wacana-edukasi.com– Sejak kemunculannya pada Agustus lalu, sosok anonymous yang berlindung di balik topeng Bjorka, berhasil mencuri perhatian sekaligus menjadi perdebatan sengit hampir seluruh rakyat Indonesia, baik dari kalangan pejabat, masyarakat, maupun kepolisian. Sebagian warga menyanjung dan mendukung aksi sang hacker, ada yang mencibir dengan menyebut bahwa Bjorka tukang ngarang, bahkan tak sedikit para ahli Informasi Teknologi (IT) yang meragukan jika sosok anonymous tersebut adalah hacker.

Diberitakan sebelumnya, beberapa aksi pembobolan data yang dilakukan Bjorka di antaranya adalah peretasan situs Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pembobolan dokumen rahasia milik Badan Intelejen Negara (BIN) yang dikirimkan ke Presiden Joko Widodo, Ia juga mengeklaim telah menjual 105juta data warga negara Indonesia (WNI) yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu, hacker yang disinyalir berada di Warsawa Polandia ini juga mengaku memiliki 1,3 Miliar data registrasi SIM card prabayar Indonesia yang berisi NIK, nomor handphone, dan operator seluler. Tak cukup sampai di situ, dalam aksinya peretas juga berhasil membocorkan data Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate, kemudian ia mengancam meretas data MyPertamina, sekaligus mengaku telah membocorkan dokumen rahasia Presiden Republik Indonesia. CNBC Indonesia (11/9/2022).

Meski demikian, pembobolan data dibantah oleh Kepala Sekretariat Kepresidenan RI Heru Budi Hartono, ia menegaskan tak ada dokumen maupun surat negara yang bocor di Internet. Heru menilai, tindakan peretasan tersebut sudah melanggar hukum UU ITE, sehingga aparat kepolisian harus memburu pelakunya sekaligus memrosesnya secara hukum.

Ulah sang hacker mendorong pemerintah untuk segera membentuk tim cepat tanggap dengan menggandeng Badan Siber Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan DPR yang akan memprioritaskan bahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Meski demikian, adanya upaya responsif yang dilakukan pemerintah terhadap hacker Bjorka, justru dinilai publik sebagai pengalihan isu dari berbagai kasus nasional yang tengah mencuat ke permukaan. Misalkan kasus mantan Kadiv Propam Polri Ferdi Sambo yang terlibat kasus pembunuhan Brigadir J, kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang membebani masyarakat, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang tengah digarap pemerintah.

Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Digital Entrepreneur Pompi Syaiful. Menurutnya, data yang diretas Bjorka sebenarnya bersifat umum, sehingga siapapun bisa memperoleh data itu, sebut saja dari Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) maupun akun medsos yang mengharuskan penggunanya menyertakan data pribadi. YouTube Khilafah News (15/9/2022).

*Bjorka, Pengalihan Isu?*

Dengan demikian, berdasarkan data yang ada, benarkah mencuatnya sosok anonymous Bjorka ke permukaan sekadar pengalihan isu yang sengaja diciptakan oleh pihak tertentu guna menutupi kasus-kasus besar yang tengah terjadi di Tanah Air? Sehingga perhatian masyarakat Indonesia dialihkan dan difokuskan kepada berita lainnya. Walhasil, tatkala ada berita baru dan viral masyarakat pun lupa dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh bangsa dan negaranya.

Pengalihan isu merupakan suatu cara mengalihkan fokus masyarakat pada suatu pemberitaan. Manakala mereka sibuk mengikuti pemberitaan suatu kasus besar tetapi lambat laun berita viral itu, baik disengaja maupun tidak akan ditenggelamkan dan digantikan dengan berita lain yang lebih menggemparkan, bahkan tak jarang berita tersebut terus menerus disiarkan setiap waktu oleh berbagai platform media sosial. Walhasil, muncullah kecurigaan publik adanya sesuatu yang disebut sebagai pengalihan isu.

Wajar adanya jika publik menilai demikian sebab jika diperhatikan setiap ada kasus besar yang menyeret pemangku kekuasaan acapkali diimbangi dengan isu yang menggegerkan rakyat, dalam hal ini fenomena Bjorka. Padahal, jika kita lebih jeli dan peduli, sebenarnya banyak kasus yang tengah menghantui negeri ini, artinya kasus-kasus tersebut membutuhkan perhatian lebih dan penyelesaian secepatnya oleh negara. Misalkan ditemukannya dana mencurigakan hingga ratusan miliar yang ada di rekening Gubernur Papua Lukas Enembe, pembunuhan keji terhadap saksi korupsi di Semarang, meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, maraknya kasus bunuh diri karena faktor ekonomi, seks bebas merajalela, penghapusan honorer, dan banyak lagi.

Sehingga jelas sekali bahwa isu yang mencuat saat ini menunjukkan kondisi masyarakat yang mulai tidak peduli dengan isu sosial politik yang tidak dimungkiri berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ketertarikan yang muncul sekarang adalah berkaitan dengan hal-hal yang sebetulnya tidak penting tetapi diberitakan sedemikian rupa sehingga membuat orang-orang merasa harus mengikuti berita tersebut, dan inilah keberhasilan media massa dalam pembentukan isu opini pada masyarakat. Tak peduli apakah isu ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau ada kepentingan pihak tertentu. Padahal ketidakbijaksanaan kita dalam mengikuti isu yang sedang berkembang tidak semuanya akan berdampak baik bagi kehidupan sosial masyarakat.

*Andil Sekularisme Kapitalisme, dan Liberalisme*

Adanya fakta pengalihan isu, wajar adanya di negeri yang tengah ada dalam kungkungan demokrasi kapitalisme liberalisme, dalam sistem ini siapapun, baik individu, kelompok, bahkan pemerintah boleh melakukan tindakan yang dapat menutupi kezalimannya. Seorang warga negara Indonesia, baik sebagai pejabat maupun rakyat dan memiliki harta berlimpah bisa menyewa jasa orang lain sekaligus membeli suara media massa demi menggiring opini publik supaya kasus besar yang tengah menjeratnya diabaikan oleh masyarakat. Melakukan tindakan apapun dinilai suatu kebolehan dan dibenarkan dalam sistem kapitalisme liberalisme, ide kebebasan yang diusungnya menjadikan siapapun lazim bertindak sesuka hati demi keperluan pribadi maupun kelompoknya, tak peduli jika perbuatannya merugikan masyarakat luas.

Begitupun dengan yang dilakukan sebuah negara, pemerintah dianggap normal melakukan hal-hal yang tak semestinya dilakukan, seperti memunculkan Bjorka di tengah berbagai persoalan yang tengah membelit rakyatnya, sebut saja kesulitan memenuhi kebutuhan hidup imbas kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), demo buruh yang menuntut kenaikan upah, korupsi yang seakan tak henti dilakukan pejabat, dan beragam persoalan lainnya. Alih-alih pemerintah memberikan solusi atas permasalahan yang ada supaya rakyat bisa terbebas dari kesusahan dan hidup sejahtera justru sebaliknya, mereka disibukkan dengan pemberitaan yang tak penting sehingga tanpa sadar rakyat tak peduli lagi dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tak pernah berpihak kepadanya.

Sungguh, demokrasi telah berhasil menyebarkan racun ke dalam benak para pemimpin sebuah negeri yang berpijak pada asas kapitalisme liberalisme hingga tak ada aturan yang jelas dan tegas, mana aturan yang benar dan mana yang salah. Seluruhnya diukur berdasarkan asas manfaat yang menguntungkan sepihak yakni penguasa dan orang-orang yang terlibat didalamnya, sebut saja kaum oligarki. Sehingga kekuasaan yang tengah ada dalam genggamannya tak lagi mempertimbangkan halal haram sebab bagi penganut sistem ini, Sang Mahakuasa tak berhak mengatur aktivitas manusia termasuk aktivitas menyebarkan berita bohong, menzalimi rakyatnya, bertindak tak adil, dan lainnya. Bahkan kerap kali aturan dan kebijakan yang dikeluarkannya sangat sarat dengan kepentingan. Terlebih, dalam ideologi kapitalisme, yang berhak mengatur adalah mereka yang memiliki kekuatan materi.

Walhasil sistem seperti ini akan melahirkan pemimpin yang abai terhadap rakyat bahkan bukan tak mungkin minim empati. Maka dengan demikian, jangan berekspektasi bahwa sistem demokrasi akan memberi kebaikan, keamanan, kesejahteraan, dan keadilan sebab sejatinya dalam sistem buatan manusia, aturan Allah Subhanahu wa ta’ala akan dipinggirkan dan dicampakkan bahkan dihilangkan. Sehingga aktivitas yang dilakukan cenderung menghalalkan segala cara.

*Solusi Tepat*

Indonesia dengan mayoritas penduduk dan pemimpinnya kaum Muslim, seharusnya diatur oleh aturan yang sejalan dengan akidah yang dianutnya yakni Islam sebab dengan aqidah Islamiyah berarti mengimani sekaligus melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya. Maka dari itu, ketika mereka mengimani Islam sebagai jalan hidupnya, tentu segala perilaku dan aktivitasnya, baik dalam ranah individu, kehidupan sosial, maupun bernegara ingin diatur dengan sistem yang berasal dari Allah Subhana wa ta’ala sesuai arahan Al-Qur’an dan hadits. Dalam Islam hanya mengambil hukum-hukum sesuai syariah sebagai pemecahannya yang digali dari dalil-dalil syarak.

Sesungguhnya gambaran kehidupan dunia yang diharapkan oleh manusia manapun dan di manapun ada dalam kehidupan yang ditata dengan syariah Islam yang diterapkan oleh Daulah Islam, Al- Khilafah. Syariah Islam diturunkan secara lengkap dan sempurna oleh pencipta langit dan bumi untuk mengatur kehidupan manusia. Peraturan ini selaras dengan peradaban manusia di wilayah manapun manakala Khilafah Islam memimpin hingga dua pertiga bagian dunia. Oleh karena itu sudah saatnya kita menerapkan Islam secara totalitas.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here