Opini

Haji Batal Berangkat, Polemik dalam Asuhan Sistem Kapitalisme?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ika Fibriani, S.Pd.I

(Pendidik dan Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com — Ketika seseorang sudah mampu untuk menunaikan ibadah haji, maka berhajilah dengan niat untuk mengharap rida dari Allah SWT dan menunaikan rukun Islam yang kelima sebagai penyempurna ibadah kaum muslim. Akan tetapi, apa jadinya jika banyak orang yang sudah menabung untuk berhaji malah gagal berangkat berhaji. Ini adalah sesuatu hal yang pahit bagi semua masyarakat yang sudah meniatkan untuk berhaji.

Hal ini pula menimbulkan kontroversil, di mana pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait pembatalan memberangkatkan haji di tahun 2021 ini.

Dikutip dari Sindo.news, Kamis (3/6/2021) Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan bahwa pelaksanaan haji 2021 dibatalkan. Hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Haji 1442 Hijriah/ 2021 Masehi.

Yaqut juga menambahkan, hal ini dikarenakan seluruh dunia sedang mengalami pandemi. Jadi keselamatan nyawa jamaah harus diutamakan. Hal lain adalah belum adanya berita tentang kuota jamaah haji Indonesia dari Duta Besar Arab Saudi untuk tahun ini Kompas.com (4/6/2021).

Terkait apa yang dikeluarkan oleh Kemenag merupakan kebijakan yang belum bisa dikatakan benar, pasalnya dengan melihat pengalaman tahun 2020 Indonesia juga batal memberangkatkan haji karena alasan adanya pandemi.

Padahal dari pemerintah Arab Saudi untuk jamaah Indonesia masih dimungkinkan mendapat kuota dengan kesungguhan melobi raja Arab Saudi.

Kesiapan terhadap keberangkatan haji yang dirasa belum bisa dilakukan dengan baik oleh pihak pemerintah dalam keselamatan jamaah haji menjadi salah satu faktor penyebab batalnya berangkat haji. Vaksin juga harus disesuaikan dari WHO yang akan diberikan oleh jamaah.

Belum lagi masalah pengurusan protokol kesehatan selama jamaah berada di Indonesia dalam masa karantina sampai tiba di Arab Saudi, lalu calon jamaah juga harus mempunyai sertifikat kesehatan bebas covid, persiapan tersebut masih jauh dari kata “siap”, ketimbang dari negara-negara berkembang lainnya yang mereka sudah dikatakan siap untuk memberangkatkan calon haji tahun ini.

Kapasitas penumpang pesawat, yang biasa menampung sekitar 150 orang, kini harus menampung 100 orang. Hal demikian yang menyebabkan biaya operasional meninggi, sehingga Kemenag memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan haji tahun ini.

Jika melihat demikian karena keselamatan calon haji diutamakan, tetapi kenapa pasar, mal, atau tempat-tempat hiburan masih dibuka yang jelas-jelas menimbulkan kerumunan banyak orang yang tentu penyebaran Covid-19 makin menambah kasus?

Malah calon jamaah haji yang jelas mengikuti protokol kesehatan Internasional WHO di Makkah dibatalkan berangkat.

Padahal ibadah haji wajib dilakukan, dan bila penyebab utama untuk keselamtan calon haji, kenapa tidak dipersiapkan dengan matang.

Sehingga pemerintah dalam hal ini tidak usah takut dalam memberangkatkan calon jamaah haji, ketika belum adanya keputusan otoritas dari pihak Arab Saudi akan jadi berangkat atau tidak.

Dari segi pertimbangan di atas, jelas saat ini keuangan negara sedang mengalami morat-marit. Pengeluaran yang membengkak ditambah lagi dalam masalah penanganan pandemik yang belum usai. Rupiah melemah serta utang negara bertambah.

Terutama dana haji, akankah dikembalikan seratus persen ataukah tidak bisa dikembalikan dengan alasan masih bisa dipakai untuk haji antrean berikutnya? Hal Ini mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam setiap kebijakan apa pun yang dikeluarkan.

Dana haji yang tidak bisa diambil kemungkinan akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur di daerah-daerah seperti jalan tol atau pelabuhan. Bukan pertama kalinya dana haji menjadi polemik, karena jumlah dana haji yang menggiurkan bisa dioptimalkan untuk pembangunan dalam negeri.

Diakui atau tidak, negara sekuler ini memang memisahkan agama dari kehidupan dengan urusan bernegara. Sehingga semua hal yang berbau uang, bisa dimanfaatkan terutama untuk menutup utang (ULN), tidak peduli dana yang digunakan adalah dana untuk ibadah, dana milik umat.

Seperti zakat dan dana haji, sampai negara membentuk badan dalam kepengurusannya agar bisa digunakan untuk pembangunan yang diambil dari umat.

Dalam Islam, haji adalah sebuah kewajiban hamba, maka negara dalam pengaturan penyelanggaraanya harus bisa memfasilitasi haji tersebut. Bukan malah dijadikan ajang pengumpulan rente para penguasa yang dengan berbagai seribu alasan.

Pemimpin atau penguasa sebagai pelayan umat, mulai dari fasilitas dalam negeri para calon jamaah mendapat pelatihan cara ibadah haji dengan baik sampai pada masa karantina hingga kepengurusan surat-surat kelengkapan haji.

Dalam menanggulangi tingginya pengeluaran dalam haji ini, negara seharusnya tidak melakukan impor, karena kebijakan imporlah yang akan menyerap dana APBN begitu besar, karena negara kita bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan pengatuaran dan tata kelola yang baik. Sehingga dana haji tidak akan diganggu gugat apalagi untuk alasan pembangunan.

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali ‘Imran: 97).

Sehingga pembatalan haji seperti sistem sekuler ini yang tata kelolanya berdasarkan kepentingan segelintir orang saja, itu tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Haji akan tetap terlaksana dengan baik walau pada masa wabah dengan mengacu pada protokol kesehatan yang baik dengan berasaskan Islam tentunya.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here