wacana-edukasi.com, OPINI– Dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, Hak Asasi Manusia ( HAM ) seolah pelindung terbaik bagi rakyat. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan HAM tersebut ? HAM yaitu pengakuan atas hak dan martabat dimana tidak dapat dicabut oleh siapapun terkait tentang kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia.
Setiap orang akan dilindungi haknya oleh seperangkat hukum, untuk menghindari berbagai pemberontakan yang dilakukan sebagai cara terakhir dalam menentang sebuah kezaliman serta penjajahan. Negara dalam sistem kapitalis sekuler akan menjamin hak kebebasan setiap individu, jika ini dilanggar maka negara wajib untuk melakukan upaya pemulihan.
HAM di Indonesia diatur dalam sejumlah peraturan, merupakan hak dasar yang melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng sehingga harus dipertahankan , dihormati dan dilindungi, maka tidak boleh dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Bertepatan dengan hari HAM sedunia, di Kota Bogor dilaksanakan selama sepekan, yang diisi dengan berbagai perhelatan. Dalam pembukaan pekan HAM, Kemenkumham mengapresiasi implementasi HAM atas isu gereja Yasmin yang mendunia bisa diselesaikan. Dalam hal ini HAM mampu menuntaskan agenda krusial mengenai masalah kepercayaan, khususnya polemik yang berkepanjangan gereja Yasmin, antara minoritas dan mayoritas bisa selesaikan dengan baik. Menurut Dirjen-HAM Kemenkumham RI, bahwa pemenuhan HAM menjadi tugas bersama antara pemerintah pusat, daerah dan elemen masyarakat. Menurut walkot Bogor, HAM memiliki bentuk unik, menarik dan penting karena mengandung definisi dan persepsi beragam. ( Bogor.News.id, 10/12/2022 )
HAM sering dipandang sebagai sebuah pemikiran yang tinggi dan agung, memanusiakan manusia ditengah kerusakan yang terjadi. Sejatinya HAM yang lahir dari rahim sekulerisme, yang merupakan produk akal manusia pastinya jauh dari nilai – nilai agama , bahkan bertentangan dengan prinsip agama, terbukti dengan diagungkanya nilai kebebasan bagi setiap individu. Ide HAM jika ditelisik secara seksama merupakan pernyataan yang indah namun kontradiksi dalam implementasinya, bagaimana tidak, HAM telah mendorong manusia untuk melakukan sesuatu atas nama kebebasan dalam menjalankan agamanya meski bertentangan dengan aturan yang berlaku. Hal ini menimbulkan polemik yang terus berulang selama sistem sekuler yang dijadikan sumber rujukan aturan.
Di Indonesia sebagai negara demokrasi, berdalih melakukan perlindungan HAM bagi rakyat, faktanya negeri mayoritas muslim yang menginginkan diberlakukan syariat sebagai hak dasar manusia justru menghadapi tantangan keras. Alasan yang disampaikan untuk menolaknya tidak lebih dari sikap islmaofobia belaka. Saat sedikit saja minoritas tertindas maka para pegiat HAM akan lantang bersuara, namun jika mayoritas tertindas, mereka akan meneriakan saling menghargai dan toleransi, dimana kaum mayoritas harus menghargai minoritas meski kesalahan ada dipihak minoritas.
HAM adalah pemikiran barat yang jelas bertentangan dengan syariat, sebagai bentuk penjajahan yang dilakukan barat di negeri – negeri kaum muslim melalui propoganda HAM untuk menghancurkan enititas kaum muslim yang memiliki identitas. Perlindungan hak asasi dan keadilan bagi kaum muslim yang ditawarkan HAM sampai kapan pun tidak akan dipenuhi, selama sistem demokrasi masih bercokol dan menjadi asas dalam mengatur jalannya roda pemerintahan.
Pemahaman bathil dan sesat saat ada yang berupaya mensejajarkan syariat Islam dengan HAM. Alquran dan hadist sebagai sumber dari ajaran Islam. Dalam Islam tidak ada kebebasan dalam setiap perbuatan, semua terikat dengan syariat dan konsekuensinya. Sedangkan HAM lahir daripada sekulerisme, dimana agama tidak berhak untuk mengatur urusan manusia dalam kehidupan dan negara, kecuali masalah ibadah ritual semata.
Bahaya, saat nilai yang terkandung dalam HAM dijadikan spirit dalam pembuatan hukum dan kebijakan negara, akan menimbulkan konflik dan pertentangan antara umat yang menginginkan penerapan syariat dan yang merasa ekpresinya dihambat syariat. Dan yang berusaha taat syariat akan dilabeli kaum intoleran atau antikeberagaman.
*Toleransi dalam Islam*
Toleransi dalam Islam bukanlah toleransi yang bebas tanpa batas atau toleransi yang mencampurkan yang haq dengan bathil. Islam menghargai perbedaan dan menerima keberagaman. Kebebasan dalam Islam mengandung makna :
Pertama, Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memeluk agamanya masing – masing tanpa ada paksaan, tekanan dan ancaman. Islam juga tidak memaksa non muslim untuk memeluk Islam.
Kedua, Jika seorang menjadi muslim ada konsekuensi yang harus dilakukan, dan tidak boleh mengganti dengan agama selain Islam, karena syariat melarangnya dan ada sanksi yang diterima. Larangan itu bukan untuk mengekang tetapi sebagai penjagaan atas aqidah umat.
Ketiga, Islam memberikan kebebasan kepada kaum muslim untuk menjalankan agamanya selama tidak bertentangan dengan syariat.
Contoh toleransi ditunjukan Rosululloh pada saat menerima delegasi Najran membiarkan mereka menjalankan ibadahnya. Dan toleransi yang ditunjukan Muhammad Alfatih saat menaklukan Konstatinopel saat memasuki rumah ibadah kaum kristen yang terdiri dari wanita dan anak – anak, seraya berkata ” kalian bebas menjaga agama kalian “.
Islam adalah agama toleran, mengakui keberagaman suku, bangsa, agama juga bahasa. Daulah Islam saat dipimpin oleh rosululloh sebagai contoh penerapan Islam dalam sebuah institusi negara .
Wallhu’alam
Eni Yani
( Aktifis Dakwah)
Views: 7
Comment here