Surat Pembaca

HAN, Selebrasi Sekadar Resolusi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sri Sumiyatun (Pelajar)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pada 23 Juli yang lalu merupakan peringatan hari Anak yang dilakukan setiap tahunnya. Dalam rangka peringatan hari anak tersebut, Kementerian PPPA mengadakan acara selebrasi dan menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 kepada 360 kabupaten/kota yang terdiri atas 19 Kategori Utama, 76 Kategori Nindya, 130 Kategori Madya, dan 135 Kategori Pratama, (antaranews.com, 23/07/2023).

Namun sayangnya, selebrasi hari anak saat ini hanya sekadar acara seremonial dengan slogan-slogan hebat sebagai resolusinya. Tapi fakta yang ada di lapangan, tingkat stunting, pelecehan seksual, dan kekerasan pada anak sangatlah tinggi. Acara semacam ini tidak terbukti memberikan solusi bagi permasalahan anak di negeri ini. Pasalnya, selebrasi tidak diikuti dengan tindakan nyata yang mampu menumpas akar permasalahannya.

Dilansir dari antaranews.com (23/07/2023), Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, menyebutkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan SSGI 2019 dan 2021 dengan prevalensi balita stunting yakni 27,7 persen dan 24,4 persen. Walapun mengalami penurunan, tetapi dengan angka 21,6 persen bukanlah angka yang rendah. Angka tersebut masih terbilang tinggi mengingat kasus pada anak bahkan tidak hanya masalah stunting saja.

Tercatat bahwa ada 21.241 anak menjadi korban kekerasan pada 2022 lalu, melalui data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Jumlah tersebut mencakup kekerasan yang ada di dalam rumah tangga maupun di luar seperti tempat pendidikan, lingkungan, dan lainnya, (tempo.com, 16/05/2023).

Bukan hanya kasus kekerasan saja yang mencuat, kekerasan seksual bahkan banyak terjadi pada anak-anak di bawah umur. Dilansir dari databoks.katadata.co.id (20/06/2023), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melaporkan, sejak 1 Januari hingga 20 Juni 2023 tercatat ada 11.292 kasus kekerasan yang terjadi. Jumlah kasus tersebut didominasi oleh korban perempuan sebanyak 10.098 orang, dan 2.173 korban kekerasan lainnya berasal dari korban laki-laki. Sebanyak 32% korban berasal dari kelompok usia 13-17 tahun, dan jenis kekerasan yang paling banyak dialami korban adalah kekerasan seksual yaitu sebanyak 5.053 kasus.

Angka kasus pergaulan bebas juga terus melonjak setiap tahunnya. Hal ini membentuk anak-anak yang mulai menormalisasi bahkan nyaman melakukan tindak amoral bahkan kriminal. Seperti yang banyak terjadi yakni, _bullying_ , perzinahan, narkoba, kekerasan, pelecehan dan kasus sejenisnya.

Tingginya kasus yang melibatkan anak-anak di dalamnya, serta buruknya penanganan masalah tersebut menjadi dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme liberal. Sistem yang dibangun berdasarkan pemisahan agama dari kehidupan ini menjadikan anak-anak tumbuh dengan sudut pandang yang berlandaskan pada materi semata. Berdampak pada kepribadian anak-anak yang berani melakukan tindak kriminal demi memenuhi kepuasan materinya.

Lebih parahnya, sistem ini pula menjadikan anak sebagai objek kekerasan seksual semata. Sehingga tidak jarang kasus kekerasan hingga pelecehan seksual sering terjadi bahkan pelakunya adalah orang-orang di sekitar mereka. Dengan mengatas namakan kebebasan, anak-anak akhirnya tumbuh dengan menikmati pergaulan bebas.

Sistem ini juga ikut serta menciptakan kemiskinan di masyarakat. Sehingga kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup anak-anak mereka. Bahan pokok mahal, menyebabkan banyak anak kekurangan gizi bahkan mengalami stunting. Pendidikan yang sulit dijangkau seluruh anak, kesehatan yang sama sulitnya untuk didapatkan, menjadi akar dari banyaknya kerusakan yang terus bermunculan.

Lalu bagaimana dalam Islam? Tentunya Islam datang bukan hanya sebagai sebuah agama, melainkan juga sebagai sistem hidup manusia. Di dalam Islam, anak merupakan amanah besarterutama bagi setiap orang tua. Amanah yang sangat penting ini tidak luput dari jangkauan sistem Islam dalam pengaturannya. Sebab orang tua, lingkungan masyarakat sekitar dan negara punya tanggung jawab dalam menjaga amanah tersebut.

Dalam sistem Islam orang tua berperan dalam menjadi contoh yang baikuntuk anaknya, memenuhi kebutuhan hidup hingga memilihkan teman yang baik untuk anak-anak mereka. Seorang perempuan juga akan memahami perannya sebagai _ummu warabatul bait_ yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Serta sebagai _al ummu madrasatul ula_ , yakni sebagai pendidik pertama anaknya. Atas kesadaran ini maka setiap ibu akan mendidik anak-anak mereka sesuai pencipta anak tersebut itu inginkan. Sebagai kepala keluarga, seorang laki-laki akan diberikan lapangan pekerjaan untuk memenuhi nafkah keluarganya. Sehingga kebutuhan pokok anak tersebut dapat dipenuhi dengan baik. mulai dari gizinya, pendidikannya, kesehatannya dan kebutuhan lainnya.

Negara juga ikut andil dalam menjaga keselamatan, menghindari adanya pembullyan, pelecehan, kekerasan anak dan lain sebagainya. Negara bertanggung jawab menjaga mental, psikis, fisik, ekonomi, gizi yang dibutuhkan setiap anak. Serta negara akan mengatur media yang akan dikonsusmsi masyarakat, dengan menyaring media yang hanya akan memberikan kebaikan dan manfaat untuk umat. Dalam sistem Islam anak-anak akan dijaga sebaik mungkin, sebab mereka adalah generasi yang akan meneruskan Islam selanjutnya,

wallahu a’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here