Oleh: Mita Octaviani S.Pd
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Bak jatuh tertimpa tangga, rumah tangga dalam sistem kapitalisme menyajikan problematika berkepanjangan. Tidak sedikit perempuan menjadi korban dalam sistem rusak ini.
Mental perempuan sebagai seorang istri atau ibu rumah tangga seakan dihajar bertubi-tubi dari segala arah. Mulai dari segi pengasuhan: saat anak tantrum, anak kurang gizi, anak sakit, anak terjatuh, terkadang istri yang lebih dulu disalahkan.
Di iklim sistem kapitalisme-sekular, seorang perempuan yang memilih untuk tetap tinggal di rumah mengasuh buah hatinya, menjadi ibu rumah tangga seutuhnya, sering dipandang sebelah mata, dianggap beban sebab tidak menghasilkan cuan.
Beratnya perjuangan perempuan disaat mengandung selama 9 bulan lalu melahirkan dengan bertaruh nyawa, semakin terbebani ketika datang celah cibiran-cibiran kejam yang mengomentari fisik ibu, fisik sang buah hati dan cara pengasuhannya.
Kurangnya energi positif ataupun support system yang didapat dari keluarga ataupun lingkungan dapat menjadi celah bagi sang ibu mengalami gangguan mental yang berkepanjangan. Sindrom baby blues pun alhasil mudah menjangkiti ibu. Semakin diperpuruk ketika asupan makanan bergizi tidak didapat oleh sang ibu dengan optimal. Pada akhirnya ibu mudah terpuruk yang berujung masuk rumah sakit bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Dilansir dari KompasTv, seorang ibu di Kabupaten Jember Jawa Timur, nekat membuang bayinya ke dalam sumur hingga tewas karena sering dibully. Tersangka mengaku sakit hati karena sering diolok-olok sebagai ibu yang kurang sempurna akibat tidak bisa menyusui bayinya.
Hal itu terungkap setelah tim penyidik Satreskrim Polres Jember melakukan pemeriksaan kepada tersangka. Dari sana diketahui motif pembunuhan terhadap K-N, bayi yang baru berusia 30 hari.
Ironisnya, aksi keji itu dilakukan saat pelaku tengah menidurkan korban di rumahnya di Dusun Bregoh, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu. Pelaku tiba-tiba membawa korban, yang sedang tertidur, ke dapur dan menceburkannya ke sumur.
Pelaku merasa benci kepada anaknya, karena sering menjadi sasaran perundungan. Pelaku mengaku dirundung oleh orang sekitar karena memberi bayinya susu formula dan bukan ASI (air susu ibu).
Baby Blues merupakan sebagian contoh dari gangguan mental dan depresi sang ibu. Belum lagi masalah nafkah, perselingkungan, KDRT, dll. Dan yang lebih fatalnya lagi ketika istri/ibu mencari keadilan, mencari kebenaran, tidak jarang dalam stigma di masyarakat, istri lah yang diminta untuk mengalah dan sabar. Istri/ibu diminta untuk diam dan menerima segala perlakuan buruk dari suami dan orang-orang di sekitarnya. Istri/ibu diminta untuk diam selama ia mendapatkan nafkah materi sementara batinnya terus terluka.
Ironi, sistem kapitalisme-sekular terus merenggut peran ibu/istri untuk ikut masuk ke dalam sistem yang sakit. Ibu menjadi tidak berdaya, ibu ikut terjun mencari nafkah, ibu kehilangan jati dirinya dalam sistem rusak ini.
Sebaliknya ketika sang suami melakukan kesalahan atau melanggar syariat Islam, stigma yang ada di masyarakat ditambah keluarganya sering membenarkan meskipun nampak jelas ia salah/melanggar syariat. “Namanya juga laki-laki” itulah kalimat yang terlontar dari sebagian orang-orang yang kurang pemahaman ilmu syariat.
Hal ini ada kaitannya dengan budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat. Karena sejak kecil anak laki-laki yang seharusnya menjadi qawwam/pemimpin mendapat pola asuh yang salah dengan merajakan anak laki-laki dan menganggap pekerjaan rumah adalah tugas perempuan.
Layaknya burung jalak dan sang kerbau, terjadi simbiosis mutualisme antara patriarki dan kapitalisme. Bagaimana tidak, konstruksi sosial menempatkan perempuan di bawah kuasa laki-laki ternyata menguntungkan kapitalisme. Artinya pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dibayar dengan upah yang rendah, kapitalisme melirik gaya konsumtif yang paling tinggi adalah perempuan sehingga target pasar barang dagangan didominasi oleh perempuan.
Di sisi lain keadilan dan keamanan untuk perempuan masih sulit didapat. Kekerasan terhadap perempuan semakin merajalela. Melansir dari media Kompas, seorang suami berinisial BD (38) menganiaya istrinya berinisial TM (20), di perumahan Serpong Park Cluster Diamond, Kota Tangerang Selatan. Kejadian itu diketahui pada Rabu (12/7/2023) sekitar pukul 04.00 WIB. Korban diketahui mengalami luka lebam di bagian wajahnya.
Zaki, tetangga korban mengatakan bahwa Ketua Rw setempat menyuruhnya untuk melerai pertengkaran antara suami istri tersebut. Namun saat Zaki datang, korban sudah babak belur.
Berbagai tragedi KDRT yang terus-menerus berulang menandakan tidak sehatnya iklim hidup dalam sistem kapitalisme-sekular. Bentuk hukuman yang diberikan terbukti tidak memberikan efek jera bagi pelaku KDRT.
Faktor suami yang terkesan abai dan tidak memihak kepada istri menambah beban mental sang istri. Kurangnya pemahaman ilmu agama yang menjadi pondasi utama untuk membangun rumah tangga, tidak adanya keterbukaan, komunikasi yang buruk, dan pergaulan di luar rumah/interaksi antara laki-laki dan perempuan tidak dibatasi menjadikan celah ketidak harmonisan keluarga bisa terjadi. Semua itu menambah daftar panjang kasus permasalahan pihak istri/ibu yang menjadi korban dan rumah tangganya.
Dalam sistem kapitalisme-sekular kedudukan laki-laki lebih tinggi dan mendominasi hingga menjadi superior. Superior/unggul dalam artian tidak mau mendengarkan keluh kesah pasangan, tidak mau tahu kesulitan-kesulitan dan depresi yang dialami oleh pasangannya. Sehingga menyebabkan gangguan mental yang berkepanjangan.
Kembali ke Fitrah (Islam)
Rasulullah Saw. memerintahkan umatnya untuk memuliakan istri karena laki-laki mulia adalah yang menjaga dan memuliakan perempuan.
Mengutip buku Pahit Manis Rumah Tangga Rasul oleh A.R. Shohibul Ulum dan Agar Rumah Tangga Bahagia karangan Syaikh Sulaiman a-Ruhaili, berikut ayat Al Quran dan hadits tentang memuliakan istri:
1. Menjadi orang terbaik
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku (istriku).” (HR. Tirmidzi no. 3895)
2. Memiliki iman yang sempurna
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi no. 1172)
3. Larangan membenci istri
“Janganlah lelaki mukmin membenci seorang mukminah (istrinya), bila ia membenci suatu perangai padanya, niscaya, ia menyukai perangai yang lain.” (HR. Muslim)
4. Membantu pekerjaan rumah
Aisyah istri Rasulullah SAW menceritakan, “Ketika di rumah, beliau biasa membantu pekerjaan istrinya. Jika hadir waktu shalat, beliau keluar untuk menjalankan shalat.” (HR. Al Bukhari)
Menikah merupakan salah satu ibadah bagi umat Islam dengan menyatukan dua insan menjadi satu. Ada peran suami dan peran istri yang sama-sama harus ditunaikan kewajibannya agar perjalanan rumah tangga bisa harmonis dan mendapatkan sakinah, mawaddah, warohmah. Kebahagiaan mahligai rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama yang harus diperjuangkan.
Untuk menjadi keluarga yang harmonis, seorang istri harus memiliki kesadaran menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu serta menghormati suaminya sebagai qowwam keluarga. Begitu pula dengan suami yang berkewajiban untuk memuliakan dan menjaga serta mendidik istri agar paham agama.
“Dunia adalah perhiasan, sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah istri yang shalihah.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr)
5. Perintah menggauli istri dengan cara yang baik
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Surat An Nisa ayat 19)
Dengan demikian, hanya dengan kembali ke fitrah (Islam) perempuan mendapat keadilan, rasa aman dan mendapat perlindungan. Karena hukum yang dibuat langsung oleh Allah Swt adalah hukum yang sempurna.
Tidak hanya dalam lingkup individu/keluarga, peran terbesar yang dapat memberikan rasa aman hanya dengan menerapkan kembali sistem Islam dalam naungan institusi negara. Negara memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap warganya termasuk lingkup keluarga, hingga mental ibu/istri dapat terjaga, juga mengkondisikan lingkungan masyarakat dengan keimanan dan ketaqwaan.
Wallahu’alam bishowab
Views: 42
Comment here