Oleh: Yosi E. Purwanti, S. E (Aktivis Dakwah)
wacana-edukasi.com— Beberapa waktu terakhir ini, publik kembali di berikan “tayangan menarik” oleh penguasa. Negeri dengan jumlah pasokan batubara terbesar ketiga di dunia dikabarkan tengah mengalami krisis batubara. Penggunaan batubara memang masih menjadi bahan baku andalan dalam industri PLTU PLN, karena harganya yang lebih terjangkau daripada bahan baku lain. Industri PLTU PLN pun sangat bergantung pada ketersediaan batubara.
Cadangan batubara Indonesia yang sangat melimpah, bahkan terbesar ketiga di dunia ini, tidak hanya untuk memenuhi ketersediaan dalam negeri, namun juga diekspor ke negeri lain. Namun sayangnya, negeri pertiwi ini menilai bahwa cadangan batu bara semakin menipis, bahkan krisis. Kebijakan larangan ekspor batubara pun diberlakukan. Mulai tanggal 1 Januari hingga 31 Januari 2022, Pemerintah resmi memberlakukan kebijakan larangan ekspor batubara terhadap seluruh perusahaan tambang batubara di Indonesia.
Kebijakan larangan ekspor tersebut diberlakukan agar pasokan batubara di PLTU PLN tidak semakin mengalami defisit. Menipisnya pasokan batubara untuk pembangkit listrik dikhawatirkan akan mengancam pasokan listrik bagi 10 juta pelanggan PLN, baik masyarakat umum maupun industri.
Cadangan batubara Indonesia yang berada di bawah batas aman menandakan ketahanan energi negeri diambang krisis. Salah satu pemicu defisitnya pasokan batubara dalam negeri dikarenakan adanya pelanggaran kewajiban pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).
Kementerian ESDM menetapkan bahwa setiap perusahaan tambang batubara di Indonesia wajib memasok 25% dari jumlah produksinya ke dalam negeri. Sayangnya, perusahaan tambang batubara di Indonesia tidak mengindahkan aturan tersebut. Surat pelanggaran yang dikirimkan oleh pemerintah terhadap perusahaan tidak membuat perusahaan menyadari kesalahannya. Alih-alih patuh dan jera, perusahaan lebih memilih ekspor daripada memasok batubara ke dalam negeri.
Kendala pasok DMO ini disebabkan oleh disparitas harga. Perusahaan batubara di Indonesia lebih memilih mengekspor batubara karena nilainya jauh lebih besar dibandingkan harga supply batubara kepada PLN yang dinilai kecil.
Harga ekspor batu bara mencapai lebih dari US$ 200 per ton, sementara khusus untuk PLN sebagaimana ketentuan Menteri ESDM sebesar US$ 70 per ton dengan harga final sesuai kualitas yang diperlukan dihitung sesuai formula pada Permen ESDM (cnbcindonesia.com 13/01/22).
Swastanisasi Sumber Daya Alam
Pemerintah menetapkan kebijakan larangan ekspor batubara guna menjaga keamanan dan stabilitas kelistrikan serta perekonomian nasional. Diharapkan saat pasokan batu bara dalam negeri sudah terpenuhi, maka akan kembali bisa ekspor. Ironisnya, kebijakan tersebut akhirnya kandas setelah pemerintah melakukan rapat koordinasi evaluasi selama 5 hari.
Hasil dari rapat koordinasi tersebut, pemerintah menyepakati bahwa mulai 12 Januari 2022 ekspor batubara kembali dibuka secara bertahap. Hal tersebut dikarenakan banyak negara dan pengusaha batubara yang memprotes kebijakan larangan ekspor tersebut, sehingga pemerintah akhirnya menganulir kebijakan tersebut. Seperti isapan jempol, pemerintah pun berdalih bahwa dicabutnya kebijakan larangan ekspor batubara yang baru seumur jagung itu murni karena krisis pasokan batubara ke PLN telah teratasi (Kompas.com, 13/01/22).
Sungguh miris, nampak jelas bahwa penguasa negeri ini sangat memihak kepada para kapital (pengusaha besar) daripada hak rakyat. Kebijakan-kebijakan yang diambil penguasa menomorsatukan kepentingan para pengusaha. Sistem kapitalis telah mengubah oknum-oknum penguasa menjadi badut serakah yang menelantarkan hak-hak rakyat. Drama pelarangan ekspor batubara berakhir Happy ending bagi pengusaha batubara. Drama itu dari awal tak pernah benar-benar menjadikan rakyat sebagai lakon yang menang.
Tersanderanya pemanfaatan SDA (termasuk barang tambang batubara) merupakan imbas dari kapitalisasi SDA yang sudah lama mengakar di negeri ini. Rakyat tidak bisa menikmati kesejahteraan karena kapitalis mengeksploitasi kekayaan alam negeri ini dengan rakus.
PLN mengalami krisis batu bara juga karena berjibaku dengan para kapitalis demi mendapat pasokan batu bara dalam negeri. Sementara di sisi lain, pemerintah sangat “ringan tangan” membuat regulasi yang menguntungkan kapitalis. Benarkah tujuan adanya negara ini untuk mensejahterakan rakyat? Realitasnya, penguasa bekerja hanya untuk kesejahteraan pemodal dan korporasi. Inilah sejumlah dampak akibat mengadopsi ideologi kapitalisme liberal. Negara ngos-ngosan memenuhi kebutuhan energinya sendiri.
Kekayaan Alam adalah Harta Milik Umum
Dalam Islam, semua kekayaan alam yang menguasai hajat hidup masyarakat, termasuk di dalamnya mineral dan batubara, terkategori sebagai harta milik umum. Negara dilarang menyerahkan pengelolaannya baik dari aspek eksplorasi, eksploitasi, hingga distribusi kepada individu, swasta, apalagi asing. Negara lah pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola harta milik umum tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.
Sebagaimana sabda Nabi SAW : “Kaum muslim berserikat pada tiga hal yaitu air, api dan padang gembalaan.” (HR. Abu Dawud)
Setiap individu dilarang menguasai atau memiliki tambang yang memiliki deposit melimpah seperti batu bara, gas alam, minyak bumi, emas, dan lainnya. Negara tidak boleh memberi izin kepada perusahaan atau perorangan untuk menguasai dan mengeksploitasinya. Negara wajib mengelolanya agar rakyat dapat memanfaatkan hasilnya.
Begitulah Islam memerinci harta milik umum yang wajib dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketika syariat Islam terterapkan secara sempurna, tidak akan ada celah bagi individu atau swasta menguasai kekayaan milik publik untuk kepentingan dirinya sendiri. Penguasaan harta atas segelintir orang hanya terjadi di sistem kapitalisme. Sementara di sistem Islam, pembagian harta hingga distribusinya akan ditetapkan secara adil berdasarkan penilaian syariat, bukan hukum buatan manusia.
Pun seharusnya tugas penguasa adalah sebagai ra’in dan junnah. Ra’in adalah dimana penguasa memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusa ummat serta melindunginya.
Penguasa yang memperhatikan hak-hak rakyat hanyalah bisa di wujudkan dalam sistem Islam. Sistem yang sesuai dengan aturan yang Allah tetapkan. Sistem tersebut dinamakan sistem Islam dalam bingkai khilafah ar-rasyidah.
Wallahualam.
Views: 10
Comment here