Opini

Hardiknas, Mampukah Merdeka Belajar Mencetak Generasi Berkualitas?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Anggota LISMA Bali)

wacana-edukasi.com, OPINI— Hari Kamis, tanggal 2 Mei 2024 lalu, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini dijadikan sebagai bukti kepedulian pemerintah akan pentingnya pendidikan di Indonesia. Seiring peringatan Hardiknas tahun ini, bulan Mei tahun 2024 juga dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar. Pemerintah pun menetapkan sesuai dengan tema Hardiknas 2024, yaitu “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”.

Sebagaimana diketahui pada bulan Maret lalu, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menetapkan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional, melalui penerbitan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dengan terbitnya Permendikbudristek ini, Kurikulum Merdeka secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh sekolah di Indonesia. (www.kurikulum.kemendikbud.go.id)

Sebelumnya, pengesahan kurikulum Merdeka Belajar sebagai Kurikulum Nasional telah menimbulkan berbagai reaksi, khususnya di kalangan guru sebagai aktor utama yang memiliki tanggung jawab besar dalam proses pembelajaran. Pasalnya, Kurikulum Merdeka Belajar dianggap masih belum memberikan kejelasan sebagai kurikulum. Peserta didik diarahkan kepada kompetensi/daya saing atau sesuatu yang bersifat materi, namun merupakan aspek pembinaan agama/mental.

Apalagi faktanya hari ini, kita menyaksikan potret buram pendidikan dalam segala aspek yang dilakukan guru maupun siswa. Di kalangan pelajar, moral mereka makin terdegradasi. Kehidupan belajar diliputi dengan berbagai kemaksiatan, seperti pergaulan bebas, menyontek, miras, narkoba, perundungan, hingga tawuran. Demikian juga guru yang semakin kehilangan fungsinya sebagai pendidik generasi. Guru seolah hanya penyampai pelajaran, namun gagal menjadi teladan yang mampu membentuk karakter mulia pada diri pelajar.

Bahkan dalam beberapa kasus, guru malah terlibat aksi pencabulan dan perundungan terhadap siswanya. Kondisi tersebut tentu memunculkan pertanyaan atas kurikulum pendidikan yang tengah diterapkan saat ini. Berbagai fakta buruk tersebut menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Bahkan perubahan kurikulum pendidikan menjadi Kurikulum Merdeka Belajar, diduga akan memperkuat sekularisasi pendidikan di tanah air. Sekularisasi pendidikan melalui kurikulum, tampak dari upaya memisahkan atau mengesampingkan pembentukan kepribadian dari kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi (IPTEK) atau dengan kata lain pendidikan hanya dirancang untuk menghasilkan manusia-manusia yang mumpuni dalam teknologi, namun minim kepribadian Islamnya dan konsep inilah yang kita dapati dalam Kurikulum Merdeka Belajar.

Meski kurikulum ini dipandang sebagai terobosan karena berbasis pada kemudahan pembelajaran dan minat siswa, akan tetapi kurikulum ini tetap memandang ilmu sebagai sumber materi. Ilmu yang seharusnya didedikasikan untuk membangun peradaban mulia, namun di bawah sistem pendidikan sekuler, ilmu didedikasikan hanya untuk meraih capaian-capaian materi dan menjaga eksistensi peradaban Kapitalisme. Tak heran, potensi para intelektual hari ini dibajak untuk menjadi buruh-buruh para Kapital. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka Belajar justru akan menguatkan Sekularisme dan Kapitalisme dalam kehidupan, melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya dan menjadikan generasi terjajah budaya barat yang rusak dan merusak.

Pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan masa depan generasi dan bangsa. Oleh karena itu, perhatian Islam akan pendidikan sangatlah besar. Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan lengkap yang mampu memecahkan problematika manusia dalam kehidupan, salah satunya adalah sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam sangat berlawanan dengan sistem pendidikan sekuler-Kapitalisme. Pasalnya sistem pendidikan Islam dibangun di atas akidah Islam yang memandang bahwa Allah adalah Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir (pencipta dan pengatur kehidupan manusia).

Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin, serta menjadi problem solver. Output generasi yang seperti ini, hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun berdasarkan akidah Islam. Sebagai pihak yang diberi amanah melayani dan mengurus umat, maka negara memiliki tanggung jawab menyusun kurikulum pendidikan Islam dalam rangka melahirkan generasi berkualitas, menjadi agen perubahan dan mampu membangun peradaban yang mulia. Dalam Islam, ilmu di tempatkan pada posisi yang mulia. Allah SWT memuliakan ilmu juga para ahli ilmu.

Allah SWT berfirman:
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.
” (TQS. Al-Mujadalah: 11)

Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Rasulullah SAW mengibaratkan ilmu laksana air hujan. Sebagaimana sabda beliau:
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah, seperti air hujan yang menyirami bumi.
” (HR. Bukhari)

Dalam Islam, ilmu tidak berdiri sendiri, tetapi wajib disandingkan dengan iman. Ilmu dan iman adalah dua modal penting untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan, yakni terbentuknya manusia yang berkepribadian Islam. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum pendidikan, negara akan mewajibkan pembelajaran ilmu (tsaqafah) Islam secara menyeluruh dan ilmu-ilmu saintek yang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia.

Dengan ilmunya, para pelajar/intelektual akan hadir memberi solusi dan dengan keimanannya, mereka paham bahwa ilmunya wajib berdimensi akhirat. Alhasil, ilmu yang mereka miliki tidak akan dibiarkan dikuasai harta dan diabadikan untuk kepentingan segelintir orang. Dengan ilmu yang didapatkan pelajar, sudah selayaknya mereka menjadi penerang bagi gelapnya kebodohan, sekaligus memberi solusi atas berbagai masalah masyarakat. Hanya saja, semua ini hanya akan terealisasi dalam negara yang menerapkan Islam kaffah, Khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here