Opini

Harga Beras Makin Naik

Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, OPINI– Harga beras masih saja melonjak naik. Terpantau, rata-rata harga beras nasional beras di angka Rp 14.450 per kilogram (kg). Harga beras saat ini telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Bahkan harga beras premium mengalami pecah rekor, meledak hingga tembus Rp 15.040 per kilo. (Cnn Indonesia.com)

Melonjaknya harga beras, membuat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menambah pasokan beras ke pasar domestik. Sebanyak 1,5 juta ton tambahan impor beras. Presiden juga menyebut ada 1,7 juta ton cadangan beras nasional masih tersimpan di gudang Bulog. Cadangan tersebut merupakan persediaan selama fenomena El Nino yang mempengaruhi berkurangnya tingkat produksi beras nasional. Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi, bahkan menyebutkan bahwa total kuota impor yang diterbitkan pemerintah sepanjang 2023 mencapai 3,8 juta ton. Beras tersebut mayoritas berasal dari Vietnam dan Thailand.

Direktur Center of Economic & Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan belum ada tanda-tanda penurunan harga beras dalam waktu dekat. Mengingat, berbagai biaya produksi saat ini lebih tinggi daripada tahun 2022. Alokasi pupuk subsidi pun masih sangat terbatas. Ditambah terjadinya cuaca ekstrem, serta tinggi nya harga minyak mentah yang berpengaruh pada harga pangan global. (katadata.id,13/10/2023)

Makin terbukti bahwa kebijakan impor kerap dijadikan solusi untuk mencukupi stok pangan nasional. Fenomena El Nino yang berimbas pada penurunan produksi beras pun menjadi dalih membuka keran impor. Dalih lainnya, petani tidak mampu membeli stok pangan nasional. Padahal faktanya petani kerap mendulang rugi karena mahalnya biaya produksi seperti pengadaan bibit, pupuk, dan alat pertanian.

Ironisnya, pemerintah sering kali mengeluarkan kebijakan impor beras saat petani tengah panen raya sehingga membuat rugi. Ditambah kerugian akibat terjadinya fenomena alam seperti banjir, El Nino, dan munculnya hama wereng yang berdampak pada menurunnya produksi pangan.

Inilah wajah buruk sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Kebijakan yang lahir kerap menguntungkan para importir, sang pemilik modal. Demi keuntungan, para importir ini pun memonopoli hajat kebutuhan hidup rakyat. Alhasil, keadilan bagi produsen dan konsumen pun menjadi barang yang mahal.

Keadaan ini jelas bertolak belakang dengan cara Islam mengatur urusan pangan rakyat. Paradigma Islam memandang bahwa negara adalah raa’in (pengurus) bagi rakyat. Bukan sebagai regulator yang melayani kepentingan oligarki kapitalis sebagaimana sistem saat ini.

Negara sebagai pengurus urusan rakyat berarti setiap kebijakan penguasa wajib berorientasi untuk melayani kepentingan rakyat, termasuk terhadap konsumen dan produsen (petani). Hal ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah Saw, “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat), dia bertanggung jawab terhadap rakyat.” (HR
Ahmad dan Bukhari). Sebagai pengurus urusan rakyat, negara wajib menerapkan kebijakan yang berpihak kepada petani, sedangkan konsumen dapat memperoleh harga pangan yang terjangkau.

Mekanisme kebijakan negara terkait pangan dimulai dengan menghitung kebutuhan pangan dalam negeri. Kemudian, negara akan menghitung total luas lahan untuk memproduksi bahan pangan. Jika produksi pangan dapat memenuhi stok pangan dalam negeri maka negara tidak akan mengeluarkan kebijakan impor. Sebaliknya, jika produksi pangan tidak dapat memenuhi stok pangan dalam negeri, maka negara boleh mengeluarkan kebijakan impor. Impor ini dilakukan langsung oleh produsen dalam negeri tanpa intervensi kartel pangan.

Untuk mendorong produktivitas pertanian, negara memberlakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pertanian. Kebijakan intensifikasi ditetapkan dengan cara pembelian sarana produksi pertanian, seperti alat pertanian, bibit, pupuk, dan obat-obatan tanaman. Selain itu, negara juga akan mendorong para ilmuwan dan peneliti untuk melakukan riset. Sehingga dapat ditemukan teknologi pertanian terbaru untuk menunjang kualitas produk pangan.

Dalam bidang distribusi, negara akan membangun informasi pertanian yang memudahkan rakyat menyalurkan hasil panennya, seperti jalan dan sistem informasi. Adapun anggaran intensifikasi pertanian ini diperoleh dari Baitul Mal yang diatur oleh biro subsidi.

Kebijakan ekstensifikasi dilakukan oleh negara dengan cara memperluas lahan untuk mengoptimalkan produksi pangan dalam negeri. Ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan tanah mati, pemagaran lahan jika petani tidak menggarapnya selama tiga tahun, dan memberikan lahan pertanian yang dimiliki negara-negara kepada siapa saja yang mau mengolahnya.

Negara juga dapat mengalihfungsikan lahan untuk pertanian setelah melalui proses kajian AMDAL. Misal, mengeringkan rawa dan merekayasa menjadi lahan pertanian, kemudian dibagikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya.

Agar konsumen dapat menjangkau harga pangan, negara akan menindak mekanisme pasar yang merugikan konsumen, seperti penimbunan, intervensi harga oleh para pemilik modal dan monopoli kartel. Harga barang akan dibiarkan mengikuti penawaran dan permintaan masyarakat.

Negara boleh melakukan intervensi penawaran dan permintaan untuk menjaga harga pangan. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra saat Madinah mengalami paceklik. Khalifah mengirim surat kepada para gubernurnya untuk mendatangkan bahan makanan dari daerahnya masing-masing ke Madinah.

Inilah cara Islam menjaga stabilitas pangan dalam negeri. Produsen mendapatkan keuntungan, sedangkan konsumen dapat menjangkau harga pangan. Sungguh kontras dengan tata kelola pangan di sistem saat ini yang tidak hanya merugikan petani, tetapi juga mencekik rakyat. Wallahu’alam bishshawwab.

Dwi Ariyani
Sedayu, DIY

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here